Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SEORANG aktivis veteran Bangladesh berbagi cerita kepada Sputnik tentang pengalaman traumatisnya selama berada dalam tahanan polisi akibat menggelar aksi demonstrasi serta menjelaskan rencananya membangun masa depan lebih baik bagi tanah airnya.
Seperti diketahui, unjuk rasa selama berminggu-minggu memaksa Perdana Menteri Shaikh Hasina mengundurkan diri dan melarikan diri ke India. Strategi awal Sheikh Hasina, penguasa lama Bangladesh, untuk menekan pendemo terhadap sistem kuota yang kontroversial di Bangladesh dengan kekerasan menyebabkan bentrokan yang menewaskan ratusan demonstran, sebagian besar mahasiswa.
Setelah situasi tidak terkendali, Hasina, yang telah menjabat sebagai perdana menteri sejak 2009, harus mengundurkan diri dan melarikan diri dari negara itu. Seiring semakin banyak orang bergabung dengan protes, Hasina meninggalkan Bangladesh menuju India pada Senin (5/8) bersama saudara perempuannya, beberapa jam sebelum para demonstran yang marah akibat kekerasan mengerikan yang mereka saksikan selama bentrokan mematikan, menyerbu kediaman PM di Dhaka.
Baca juga : Mahasiswa Menghadap Panglima Militer setelah PM Bangladesh Mundur
Sebagai seseorang yang memimpin protes terhadap sistem kuota kontroversial di Bangladesh sejak 2018, Nurul Haq Nur menjelaskan kepada Sputnik alasan perdana menteri lama tersebut tidak bisa mempertahankan kekuasaannya dengan kekerasan brutal.
"Militer sebenarnya mendukung perdana menteri hingga hari terakhir. Namun, ketika mereka melihat orang-orang dari setiap kelas bergabung dalam protes, mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Kami tidak bisa membayangkan bahwa hampir semua orang akan turun ke jalan. Tidak peduli apakah mereka kaya, miskin, selebritas, penulis, jurnalis, dan orang-orang biasa dari setiap komunitas. Demi keselamatan mereka sendiri dan keselamatan perdana menteri, militer sebenarnya mengirimnya ke India," kata Nur, 32, kepada Sputnik.
Aktivis tersebut menunjukkan bahwa militer di Bangladesh memilih untuk tidak menumpas protes dengan kekerasan brutal karena khawatir akan keselamatan anggota keluarga mereka sendiri.
Baca juga : Militer Pimpin Bangladesh? Ini Beberapa Hal yang Perlu Diketahui
"Orang-orang marah di mana-mana. Polisi dibunuh. Anggota keluarga aparat penegak hukum diserang. Mereka menjadi takut. Mereka memahami: Oke, saya punya senjata. Saya bisa melindungi diri saya sendiri. Tetapi saya tidak akan bisa menyelamatkan keluarga atau anak-anak saya. Itulah militer memilih untuk tidak menembak rakyat demi keselamatan anggota keluarga mereka sendiri," katanya.
Kekerasan mengerikan yang terjadi ketika perdana menteri mencoba menumpas protes inilah yang membuat orang-orang dari hampir semua kelas sosial di Bangladesh marah dan mendorong lebih banyak orang untuk bergabung dalam gerakan tersebut.
Selama jumpa pers pada 14 Juli, Hasina menggunakan frasa merendahkan terhadap para pengunjuk rasa yang sebagian besar ialah mahasiswa. Ketika para pengunjuk rasa muda menggelar demonstrasi lebih lanjut keesokan hari, faksi pro-pemerintah di berbagai universitas, termasuk anggota Liga Mahasiswa Bangladesh (BSL), melancarkan serangan ganas terhadap para mahasiswa pengunjuk rasa.
Baca juga : PM Bangladesh Sheikh Hasina Mundur setelah Didemo Berminggu-minggu
Banyak pengunjuk rasa mahasiswa wanita yang tidak bersenjata juga terluka dalam bentrokan tersebut dan lebih dari 200 pengunjuk rasa dilaporkan tewas. Pasukan keamanan yang dikerahkan untuk mencegah protes lebih lanjut menembaki para pengunjuk rasa dan ketegangan terus meningkat. Pemerintah juga memilih untuk memutus akses internet di banyak kampus universitas.
Sementara itu, aparat penegak hukum di Bangladesh mulai menindak orang-orang yang dianggap sebagai pemimpin gerakan protes. Selain para pemimpin mahasiswa vokal seperti Nahid Islam dan Asif Mahmud, Nur juga diambil dari rumahnya di tengah malam dengan cara yang serupa.
"Mereka seperti sekelompok perampok. Mereka mendobrak pintu depan saya dan mendobrak pintu kamar tidur saya. Mereka membawa saya pergi seperti anak elang pada pukul 3 pagi, saat saya masih tidur bersama dua putri saya yang masih kecil, yang berusia 4,5 dan 1,5 tahun," ungkap Nur.
Baca juga : Demonstrasi Tuntut PM Bangladesh Mundur Berujung Bentrok, Puluhan Tewas
Putri saya yang lebih muda memegangi baju tidur saya dan tidak ingin saya pergi. Mereka bahkan tidak memberi saya waktu untuk mengganti pakaian. Mereka hanya menutup mata saya dan membawa saya ke mobil mereka," lanjutnya.
Meskipun tidak berada di garis depan protes yang sedang berlangsung seperti para pemimpin mahasiswa lain, Nur juga dituduh memimpin Gerakan antipemerintah. "Mereka mengatakan kepada saya, 'Kamu adalah dalang dari Gerakan ini. Kamu memimpin gerakan antipemerintah ini.' Saya sangat terkejut dengan pengalaman tersebut," katanya.
Ketika mahasiswa di Universitas Dhaka memulai gerakan untuk mereformasi sistem kuota yang kontroversial untuk pekerjaan pemerintah di Bangladesh pada Nur menjadi pemimpin kelompok mahasiswa yang memimpin protes tersebut. Setelah berbulan-bulan demonstrasi dan bentrokan kekerasan, pemerintah akhirnya mundur dan melonggarkan alokasi kuota pada pekerjaan pemerintah tertentu.
"Kami memimpin gerakan ini selama delapan bulan pada 2018. Pada akhirnya, pemerintah mengeluarkan surat yang menghapuskan kuota untuk pekerjaan kelas satu dan kelas dua," ujar Nur.
"Namun, setelah lebih dari lima tahun, perintah pengadilan tahun ini mengatakan surat yang dikeluarkan oleh pemerintah pada 2018 adalah ilegal. Karena perintah pengadilan baru ini, saya mulai berdiskusi dengan rekan-rekan dan rekan sejawat saya, yang juga aktivis muda, tentang bagaimana memulai gerakan lagi," tambahnya.
Setelah memimpin protes pada 2018, Nur terpilih sebagai wakil presiden Serikat Mahasiswa Pusat Universitas Dhaka pada tahun berikutnya. "Saya mengajukan delapan tuntutan dan mengirimkannya langsung melalui ponsel saya. Pemerintah telah memantau nomor telepon dan pesan kami. Mungkin itulah sebabnya mereka menjemput saya pada pukul 3 pagi pada 19 Juli. Itu tentara dari Batalyon Aksi Cepat dan Direktorat Jenderal Intelijen Angkatan Bersenjata," katanya.
Seperti pemimpin mahasiswa muda lainnya yang dibawa ke dalam tahanan polisi, Nur juga mengatakan bahwa dia disiksa selama penahanan. "Mereka memukul saya dengan tongkat. Mereka memberikan sengatan listrik ke organ seksual saya. Saya disiksa secara brutal. Saya menjadi sangat lemah dan tidak bisa berhenti gemetar. Itulah mengapa seorang dokter memberi saya suntikan. Namun, saya tidak tahu jenis suntikan apa itu. Itulah mengapa saya meminta pengadilan untuk memberikan saya perawatan yang baik karena penyiksaan itu," tuturnya.
Namun, Nur mengemukakan bahwa dirinya belum menerima perawatan apa pun. Beruntung, setelah pengunduran diri Hasina, Nur dibebaskan pada Selasa (6/8) dan dapat berkumpul kembali dengan keluarganya.
"Putri saya yang lebih muda yang berusia 1,5 tahun tidak mengerti apa yang terjadi. Namun putri saya yang lebih tua yang berusia 4,5 tahun mengalami trauma mental yang serius, karena dia melihat apa yang dilakukan oleh para petugas polisi kepada saya," katanya.
Setelah pembebasan dirinya, Nur segera beraksi untuk mencoba membangun kembali negaranya dari kekacauan yang ditinggalkan oleh kekerasan dan bentrokan mematikan selama protes. "Partai politik saya yang bernama Gono Odhikar Parishad (GOP) telah terlibat dalam politik nasional selama lebih dari lima tahun. Pemerintahan ad interim baru dibentuk pada Kamis. Itulah mengapa kami sangat sibuk," katanya.
Akibat marah dengan serangan dari pendukung pemerintah Hasina, banyak pengunjuk rasa ingin membalas dendam setelah keberhasilan gerakan protes tersebut. Namun, Nur menekankan bahwa rekonsiliasi ialah kunci bagi negara untuk melangkah menuju masa depan yang lebih baik.
"Sebagai kelompok politik baru, kami mengajak rakyat biasa dan semua partai politik untuk tidak hidup di masa lalu. Kita harus melihat ke depan. Kita tidak bisa mengulangi apa yang dilakukan Liga Awami selama 15 tahun terakhir," kata Nur.
Pendukung Liga Awami juga mencoba untuk menggoyang situasi karena tidak adanya pemerintahan saat ini. "Itulah mengapa posisi partai saya adalah mengajak untuk harmoni. Saya berharap orang-orang tetap tenang. Saya akan mencoba mengunjungi setiap distrik dan daerah setempat untuk mengajak rekonsiliasi," katanya.
Ketika Nur berjuang untuk membuat karier politik demi membangun Bangladesh yang baru setelah keberhasilan gerakan mahasiswa, partainya memilih untuk tidak ambil bagian dalam pemerintahan sementara. "Sebagai pemimpin muda yang baru berusia 32 tahun, kami tidak ingin menjadi bagian dari pemerintahan sementara. Itu karena setelah satu atau dua tahun di bawah pemerintahan sementara, akan ada pemilihan baru," paparnya.
"Kami sedang mencoba menjadi partai arus utama untuk memimpin pemerintahan baru selama lima tahun. Kami berharap untuk menjalankan pemerintahan yang terpilih di masa depan. Kami berharap perubahan politik yang signifikan akan terjadi di pemerintahan berikutnya," pungkas Nur. (Ant/Z-2)
Presiden AS Donald Trump menyatakan tidak punya pilihan selain menurunkan Garda Nasional ke Los Angeles.
Jaksa Agung Rob Bonta dan Gubernur California Gavin Newson menggugat pemerintahan Trump atas pengerahan Garda Nasional ke Los Angeles.
Aksi dilakukan setelah dua warga ditetapkan sebagai tersangka penambang emas ilegal di lahan milik Perhutani.
MASSA unjuk rasa ojek online (ojol) telah membubarkan diri dari kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Massa demo ojol mulai bubar dengan tertib sekitar pukul 17.45 WIB.
Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional karena banyaknya kejahatan yang dilakukan.
Ade Ary menjelaskan sekitar pukul 16.12 WIB, massa aksi di depan Resto Pulau Dua melempari kendaraan masyarakat yang melintas di jalan tol.
Unjuk rasa tersebut merupakan reaksi terhadap operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Lembaga Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) terhadap para migran tidak berdokumen.
Wakil Gubernur California, Eleni Kounalakis, berencana mengajukan gugatan hukum atas keputusan Presiden Donald Trump yang mengerahkan Garda Nasional.
Penegak hukum di Los Angeles bersiap menghadapi malam yang penuh ketegangan usai demonstrasi terkait penggerebekan imigrasi.
Wali Kota LA, Karen Bass, mengatakan tidak ada kebutuhan menurunkan pasukan federal dan kehadiran Garda Nasional menciptakan kekacauan yang disengaja.
LAPD menyatakan unjuk rasa di luar Pusat Penahanan Metropolitan sebagai perkumpulan ilegal dan mengizinkan penggunaan peluru tak mematikan.
Penyidik mengatakan Mohammed Sabry Soliman merencanakan pelemparan bom molotov ke demonstran pawai untuk sandera Israel, selama satu tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved