Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Militer Pimpin Bangladesh? Ini Beberapa Hal yang Perlu Diketahui

Wisnu Arto Subari
05/8/2024 18:54
Militer Pimpin Bangladesh? Ini Beberapa Hal yang Perlu Diketahui
Demonstran antikuota bentrok dengan polisi di Dhaka pada 18 Juli 2024.(AFP/MUNIR UZ ZAMAN)

KETIDAKPASTIAN muncul saat Bangladesh berada di ambang pengambilalihan militer karena protes yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina semakin meningkat. Dengan lebih dari 300 kematian dilaporkan sejak kerusuhan dimulai, negara itu berada dalam kekacauan. 

Sumber-sumber di Dhaka mengindikasikan bahwa pemerintahan militer sementara akan segera dibentuk. Kepala militer Waker-Uz-Zaman diperkirakan akan berpidato di hadapan rakyat pada Senin (5/8). Berikut hal yang perlu diketahui terkait latar belakang protes di Bangladesh itu sebagaimana dilansir dari The Economic Times.

Mengapa mahasiswa Bangladesh memulai protes?

Protes tersebut, yang awalnya dipicu pada Juli oleh penentangan terhadap sistem kuota untuk pekerjaan pemerintah, telah berkembang menjadi pemberontakan yang lebih luas terhadap Hasina dan partai Liga Awami yang berkuasa. Sistem kuota menyediakan hingga 30% pekerjaan pemerintah untuk keluarga veteran dari perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971. Para pengunjuk rasa, terutama mahasiswa, menganggap sistem ini diskriminatif dan menuduh hal itu menguntungkan pendukung Hasina secara tidak proporsional.

Baca juga : PM Bangladesh Sheikh Hasina Mundur setelah Didemo Berminggu-minggu

Situasi berubah menjadi kekerasan pada 16 Juli dengan bentrokan antara mahasiswa pengunjuk rasa, pasukan keamanan, dan aktivis pro-pemerintah. Pemerintah menanggapi dengan gas air mata, peluru karet, dan memberlakukan jam malam dengan perintah tembak di tempat sambil memutus akses internet dan data seluler. 

Meskipun Mahkamah Agung turun tangan untuk mengurangi kuota veteran menjadi 5% dengan 93% dialokasikan berdasarkan prestasi dan 2% sisanya untuk etnis minoritas, individu transgender, dan penyandang disabilitas, kerusuhan tetap ada dan semakin meluas.

Selama akhir pekan lalu, protes semakin intensif, dengan media lokal melaporkan sedikitnya 95 kematian pada Minggu (4/8) saja. Jumlah korban tewas secara keseluruhan kini telah melampaui 300 dengan hampir 1.500 orang terluka menurut laporan. Angka resmi pemerintah tetap jauh lebih rendah, menyoroti sifat krisis yang kontroversial.

Baca juga : Demonstrasi Tuntut PM Bangladesh Mundur Berujung Bentrok, Puluhan Tewas

Perdana Menteri Hasina menuduh para pengunjuk rasa melakukan sabotase. Ia menyatakan bahwa mereka yang terlibat dalam penghancuran, "Bukan lagi mahasiswa tetapi penjahat," dan harus ditangani dengan, "Tangan besi." Dia memberlakukan kembali pembatasan internet untuk mengendalikan kerusuhan dan menawarkan untuk terlibat dalam dialog dengan para pemimpin mahasiswa yang sejauh ini menolak. "Protes yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda telah berubah menjadi krisis besar bagi Hasina yang dominasinya selama 15 tahun atas negara itu tengah diuji sesuati yang belum pernah terjadi," kata para analis.

Partai Liga Awami yang berkuasa telah mengaitkan tuntutan pengunduran diri Hasina dengan pengaruh Partai Nasionalis Bangladesh yang merupakan oposisi utama dan partai Jamaat-e-Islami yang kini dilarang. Liga Awami menuduh mereka sebagai pemicu kekerasan. Partai-partai oposisi telah membantah memicu kekacauan tetapi menegaskan kembali dukungan mereka terhadap para pengunjuk rasa dan menyerukan agar pemerintah mundur untuk memulihkan ketenangan.

Panglima militer saat ini Waker-Uz-Zaman telah mengisyaratkan bahwa militer berpihak pada para pengunjuk rasa. Ia menyatakan bahwa militer selalu berpihak kepada rakyat. Hal ini menunjukkan kemungkinan keberpihakan dengan mereka yang menuntut pengunduran diri Hasina. Sumber-sumber mengindikasikan bahwa tindakan militer mungkin bergantung pada sikap sekutu asing yang mungkin memaksa Hasina untuk menyerahkan kekuasaan kepada militer untuk sementara. 

Protes tersebut juga menyoroti kesulitan ekonomi di Bangladesh yang ditandai dengan penurunan ekspor dan cadangan devisa yang menyusut. Kelangkaan pekerjaan berkualitas bagi lulusan muda, yang sering kali mencari posisi pemerintahan yang stabil dan menguntungkan, telah memperburuk rasa frustrasi di kalangan pemuda. Kritikus berpendapat bahwa kerusuhan tersebut berasal dari kecenderungan otoriter Hasina dan keinginannya untuk memegang kendali dengan segala cara.

Masa depan Bangladesh tidak pasti

Bagi Hasina, situasi tersebut merupakan titik kritis. Mengingat sejarah kudeta militer di Bangladesh, ini bisa menjadi momen penting yang menentukan masa depan politiknya. Bahkan jika Hasina berhasil mengatasi kerusuhan saat ini, "Ia telah menanggung biaya reputasi yang melonjak dan menghadapi kerentanan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Michael Kugelman, direktur South Asia Institute di Wilson Center. "Itu bisa kembali menghantuinya jika ada gelombang protes antipemerintah baru dalam beberapa minggu atau bulan mendatang," tambahnya. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya