Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
IBU Palestina, Rasha Qadoom, mencengkeram erat ransel merah muda kecil milik putrinya yang berusia lima tahun, Alaa. Tas itu yang tidak akan pernah lagi digendong di punggung kecilnya.
Alaa ialah anak pertama dari 16 anak yang tewas dalam tiga hari konflik intens antara Israel dan gerilyawan Jihad Islam di daerah kantong Palestina yang padat penduduknya di Gaza. "Itu hari Jumat seperti hari-hari lain," kata Qadoom, 27, mengingat saat Alaa mengenakan T-shirt merah muda untuk mencocokkan tas merah mudanya dengan pita merah muda yang diikatkan di rambutnya.
"Dia senang. Dia ingin pergi ke taman bersama bibinya." Namun saat dia pergi ke bibinya pada Jumat (5/8) sore, Israel melancarkan pengeboman preemptif yang intens terhadap posisi militan.
Alaa sedang mengetuk pintu rumah bibinya ketika rudal jatuh dari langit. Kemudian pada hari itu--beberapa jam setelah Alaa terbunuh--gerilyawan mulai menembakkan rentetan roket sebagai pembalasan. Kekerasan pun berkecamuk sampai gencatan senjata yang lemah mulai berlaku Minggu malam.
Di tangannya, Qadoom memegang kain T-shirt Alaa yang bernoda darah. Ia tidak dapat memahami alasan putrinya meninggal.
"Tidak ada yang bersenjata di lingkungan itu. Alih-alih pergi bermain di taman, dia kembali kepada saya dengan pakaian penuh darah," katanya.
"Apa gunanya perang ini?" dia bertanya. "Kami kehilangan anak-anak. Semua mimpinya ada di tas sekolah dan buku catatan."
Serangan udara dan artileri Israel menargetkan posisi kelompok Jihad Islam yang didukung Iran. Kementerian Kesehatan di wilayah Palestina yang dijalankan oleh kelompok Islam Hamas mengatakan 46 orang tewas, termasuk 16 anak-anak.
Setelah serangan di mana Alaa tewas, tentara Israel mengatakan mereka menargetkan anggota Jihad Islam yang beroperasi di daerah tersebut. Israel juga mengatakan bahwa beberapa kematian warga sipil yang tercatat dalam korban Palestina merupakan akibat dari roket militan yang gagal atau salah tembak.
Di tempat lain di Kota Gaza, beberapa blok dari Laut Mediterania di lingkungan dengan permukiman padat, rumah Shamalagh diledakkan. Hanya lubang menganga yang tersisa. Mencuat dari lempengan beton yang hancur ialah sisa-sisa kehidupan masyarakat seperti lemari es baru, sofa yang dihancurkan berton-ton beton, boneka binatang.
Puluhan potongan kertas dari buku teks bahasa Inggris tergeletak di tanah. Satu halaman, pelajaran yang berfokus pada kota tepi laut Inggris St Ives, menetapkan tugas untuk anak-anak sekolah di daerah kantong yang diblokade, "Pikirkan lokasi ideal Anda untuk liburan." Bangunan yang hancur itu pernah menjadi rumah bagi 17 orang, termasuk anak-anak, yang hanya diberi peringatan 30 menit untuk pergi oleh Israel sebelum serangan udara yang menghancurkan melanda.
Duduk di samping reruntuhan rumahnya, Nadia Shamalagh yang berusia 70 tahun mengatakan bahwa, bahkan setelah gencatan senjata yang ditengahi Mesir dimulai Minggu malam, dia berjuang untuk beristirahat. "Saya tidak bisa tidur. Saya menatap langit-langit dan berpikir, 'Mereka (Israel) akan menyerang'," katanya.
"Semua orang takut. Anak-anak tidak bisa berhenti menangis."
Shamalagh mengatakan mereka tidak ada hubungannya dengan kelompok politik atau militan Palestina. "Mereka tidak terkait dengan Hamas, Fatah, atau Jihad Islam," katanya.
Di Gaza, biaya perang terhadap anak-anak tidak hanya kepada mereka yang terbunuh atau terluka tetapi berdampak pada semua. Konflik tersebut merupakan kekerasan terburuk di Gaza sejak perang 11 hari antara Israel dan kelompok bersenjata Palestina pada Mei 2021, ketika 66 anak tewas di Gaza dan 2 di Israel.
Baca juga: 30 Warga Palestina Terluka saat Israel Lancarkan Serangan Lagi
Pada Juni, Save the Children memperingatkan dalam laporan tentang dampaknya terhadap kaum muda sejak konflik meningkat dengan Israel pada 2007 setelah kelompok Islam Hamas mengambil kendali di Gaza. "Selama waktu ini, masa kecil mereka telah dirusak oleh lima eskalasi kekerasan dan satu setengah dekade blokade," kata badan bantuan itu. "Mereka telah berulang kali mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis dan pelanggaran serius terhadap hak-hak mereka."
Dalam kelelahannya, Shamalagh hanya mengulangi satu kalimat, berulang-ulang. "Apa hidup ini?" dia berkata. "Apakah kita akan terus menjalani tragedi ini?"
Di belakangnya, dua gadis telah menyeret sebatang kayu keluar dari reruntuhan dan meletakkannya di atas balok beton. Mereka duduk di kedua sisi dan mengayun-ayunkan jungkat-jungkit darurat. (AFP/OL-14)
PEMBUNUHAN enam jurnalis Palestina oleh militer Israel, termasuk seorang juru kamera Al Jazeera, di Gaza memicu kecaman global.
DANA kekayaan negara terbesar di dunia dari Norwegia menjual saham Caterpillar terkait terhadap hukum humaniter internasional dengan menghancurkan properti Palestina.
PARA rohaniwan dan biarawati dari gereja-gereja Ortodoks Yunani dan Katolik di Kota Gaza, Palestina, menolak evakuasi demi merawat mereka yang tidak dapat meninggalkan kota.
JERMAN tidak akan mendukung pengakuan terhadap Negara Palestina. Ini dikatakan Kanselir Friedrich Merz pada Selasa (26/8).
ISRAEL dengan sengaja menjadikan jurnalis sebagai target serangan mereka. RSF menyerukan sidang darurat Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan pembantaian jurnalis.
Indonesia dapat mengajukan mosi untuk mengangkat isu kelaparan di Jalur Gaza, Palestina, pada Sidang Majelis Umum PBB September mendatang.
Kampus sebagai pusat ilmu pengetahuan seharusnya menjadi garda terdepan dalam membela kemanusiaan.
Paus Leo XIV menyerukan agar Israel menghentikan “hukuman kolektif” terhadap penduduk di Gaza.
Menlu AS Marco Rubio tegaskan kembali komitmen tak tergoyahkan Amerika Serikat terhadap keamanan Israel.
Mantan PM Inggris Tony Blair hadiri pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump, membahas rencana pascaperang di Gaza.
MILITER Israel pada Selasa (26/8) waktu setempat mengakui serangan udara yang menewaskan lima jurnalis di sebuah rumah sakit di Gaza Selatan
ISRAEL menuai gelombang kecaman internasional setelah serangan udara menghantam Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza Selatan, pada Senin (25/8) waktu setempat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved