Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Aktivis HAM Khawatir Otoritas Palestina Bungkam Kritik

Mediaindonesia.com
30/6/2021 22:03
Aktivis HAM Khawatir Otoritas Palestina Bungkam Kritik
Issa Amro (kemeja biru) tengah berjalan di pasar, kota tua Hebron, Tepi Barat yang diduduki Israel, Minggu (27/6).(AFP/Emmanuel Dunand.)

KETIKA dipenjara pekan lalu oleh pasukan keamanan Palestina, aktivis hak asasi manusia (HAM), Issa Amro, memikirkan temannya Nizar Banat, yang akan mati dalam beberapa hari. Kedua pria itu telah menjadi kritikus terkemuka terhadap Otoritas Palestina (PA).

Menurut para aktivis, PA semakin tidak toleran terhadap perbedaan pendapat. Kematian Banat pada Kamis di usia 43 tahun, tak lama setelah pasukan keamanan menyerbu rumahnya dan menangkapnya dengan kejam, memicu protes selama berhari-hari di Tepi Barat, wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967.

"Ketika mereka secara paksa menangkap saya dengan tuduhan tak berdasar, saya merasa mereka bertekad untuk menyingkirkan kami," kata Amro, 41, kepada AFP, merujuk pada dugaan tindakan keras PA terhadap para kritikus.

"Ketika saya di tahanan saya memikirkan teman saya Nizar," kata Amro. "Saya tidak berpikir mereka berencana untuk membunuhnya. Saya pikir mereka menggunakan kekerasan di tubuhnya (untuk membungkam) dia."

Amro, seperti Banat, berasal dari Hebron. Kota di Tepi Barat tersebut didiami sekitar 1.000 pemukim Yahudi dalam perlindungan militer Israel yang kuat. Kota itu pun  dikelilingi oleh sekitar 200.000 orang Palestina.

Kedua pria tersebut memiliki catatan panjang dalam mengutuk pendudukan Israel. Mereka juga mengkritik PA,yang dituduh oleh kelompok hak asasi manusia melakukan korupsi dan pelanggaran lain.

Pada 2018, kelompok Human Rights Watch yang berbasis di New York menuduh bahwa PA bersalah atas penangkapan sewenang-wenang dan praktik penyiksaan sistematis yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

 

Takut terbunuh

PA dipimpin oleh presiden Mahmud Abbas, 86. Masa jabatannya berakhir pada 2009 tetapi telah berulang kali menolak untuk mengadakan pemilihan umum.

Dia baru-baru ini membatalkan pemilihan yang dijadwalkan pada Mei dan Juli. Ia menyalahkan penolakan Israel untuk menjamin pemungutan suara di Jerusalem timur yang dicaplok.

PA telah menjanjikan penyelidikan atas kematian Banat. Perdana Menteri Mohammad Shtayyeh pada Senin berjanji bahwa mereka yang bertanggung jawab akan dihukum.

Namun keluarga Banat mengatakan akan menolak temuan penyelidikan semacam itu. Keluarga berkeras PA sudah tahu orang yang terlibat.

Amro, yang sering disapa saat berjalan dengan seorang reporter AFP melalui kota tua Hebron, mengatakan bahwa bekerja sebagai aktivis di Tepi Barat menjadi genting. "Lingkungan tidak aman bagi saya," katanya. "Saya takut terbunuh tetapi saya tidak akan berhenti."

Dia mengaku disiksa selama penahanan selama seminggu pada 2017. Ia dipukuli saat dikurung dalam ruangan kecil. Ia dilarang menemui pengacaranya dan bahkan diancam akan dipenggal kepalanya.

"Saya terhubung dengan komunitas internasional. Suara saya mencapai anggota parlemen di seluruh dunia," katanya.

"Mereka tidak menginginkan itu. Mereka ingin menjadi satu-satunya suara bagi rakyat Palestina," katanya menjelaskan dia menjadi sasaran PA.

 

Namun dia menekankan bahwa dia memiliki tanggung jawab untuk membahas pelanggaran oleh pejabat Palestina. "Jika Mahmud Abbas (memimpin) kediktatoran, saya harus membicarakannya," katanya. "Saya harus berbicara tentang tahanan politik."

Antara dua kediktatoran

Amro ialah pendiri Youth Against Settlements, kelompok berbasis di Hebron yang berkampanye menentang proliferasi permukiman Yahudi di Tepi Barat, Permukiman itu secara luas dianggap ilegal menurut hukum internasional.

Dia mengatakan kepada AFP bahwa dia lupa berapa kali ditangkap oleh Israel. "Kadang seminggu dua kali, kadang dua kali sehari," kenangnya.

Pada Februari, pengadilan militer Israel memberinya hukuman percobaan tiga bulan dan denda 3.500 shekel (US$1.070), setelah menemukan dia bersalah mengorganisasi demonstrasi yang dianggap ilegal. Tentara menentang secara fisik selama penangkapannya.

Amnesty International yang berbasis di London berkeras bahwa Amro telah dikenai sanksi karena mengorganisasi dan berpartisipasi dalam protes damai. Lembaga itu menggambarkan hukumannya dimotivasi oleh kepentingan politik murni.

 

Amro, ditanya tentang sifat ancaman yang dia rasakan dari PA dan Israel, mengatakan, "Saya kadang-kadang merasa saya ialah orang yang kesepian di antara dua kediktatoran."

"Saya takut kepada keduanya," katanya. Ia menggambarkan Otoritas Palestina sebagai 'subkontraktor' negara Yahudi.  (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya