Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
BENCANA antropogenik saat ini menjadi ancaman serius dan memasuki tahap yang sangat mengkhawatirkan. Pasalnya tekanan antropogenik ini makin mendorong krisis planet mulai dari perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan siklus karbon, alih fungsi lahan secara masif, polusi kimia, dan krisis air.
Kondisi ini menciptakan ancaman serius terhadap ekosistem bumi, sehingga membutuhkan respon hukum yang lebih efektif. Meski begitu, kerangka hukum lingkungan global pun masih belum mampu menangani kompleksitas krisis ekologi yang semakin besar, terutama karena fragmentasi regulasi, kurangnya komitmen politik global, dan pendekatan kebijakan lebih bersifat reaktif.
Prof. Dr. Louis Kotzé, selaku Research Professor di Faculty of Law, North-West University, South Africa dan Chief Executive Officer dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menuturkan agenda reformasi hukum dalam menghadapi krisis planet saat ini telah menjadi hal krusial yang segera dilakukan.
Baca juga : Antisipasi Hilangnya Keanekaragaman Hayati, KLHK Susun PP terkait Sistem Penyangga Kehidupan
Sebab selama ini hukum lingkungan saat ini terbatas pada menentukan limitasi terhadap dampak dari suatu aktivitas manusia kepada lingkungan berdasarkan satu wilayah saja, tetapi tidak memperhitungkan dampak kumulatif yang akan dihasilkan dalam lingkup sistem bumi yang lebih luas.
“Diperlukan paradigma baru dalam hukum lingkungan yang tidak hanya mengutamakan kepentingan manusia, tetapi juga mempertimbangkan ekosistem dan prinsip-prinsip seperti integritas ekologis dan keadilan ekologis,” katanya.
Ia menegaskan saat ini semakin bertambahnya krisis, kerangka hukum dan kebijakannya semakin melentur. Ia menekankan bahwa masyarakat dan pemerintah perlu melakukan rekonstruksi dan paradigma baru terhadap hukum tata lingkungan.
Baca juga : Melindungi Lahan Pertanian, Strategi Pemerintah Menghadapi Ancaman di Indonesia
"Seperti yang diketahui, saat ini hukum hanya tegak untuk manusia, tetapi lingkungan masih ditinggalkan,” ujarnya.
Menurutnya tekanan antropogenik berdampak pada krisis planet yang dapat dilihat dari terjadinya perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan siklus karbon, alih fungsi lahan secara masif, polusi kimia, dan krisis sumber daya air.
“Kondisi ini memberi ancaman serius terhadap ekosistem bumi, sehingga membutuhkan respon hukum yang lebih efektif,” paparnya.
Baca juga : 2.100 Aktivis Pembela Lingkungan Dibunuh
Meski begitu, Kotze yang merupakan ahli pada hukum dalam mengatasi planet crisis, menyampaikan bahwa konsep antroposen, meski belum diakui secara resmi memberikan perspektif baru untuk memahami dampak manusia terhadap sistem bumi. Baginya, hal itu memberi kesempatan untuk menghargai dampak manusia dalam sistem bumi.
“Penting untuk diingat bahwa antroposen bukan hanya tentang kehancuran, namun tentang kekuatan yang menyebabkan kehancuran bumi. Di sisi lain, ini juga sebagai penyelesaian untuk menambah pemahaman dalam menghadapi masalah kompleks yang kita hadapi saat ini,” tuturnya.
Untuk mengatasi krisis ekologi di era antroposen, diperlukan pergeseran paradigma dalam hukum lingkungan. Pergeseran ini harus berfokus pada prinsip-prinsip baru seperti integritas ekologis (green integrity), batasan ekologis (ecological boundaries), dan keadilan ekologis (eco-justice), yang mengutamakan ekosistem dan lingkungan sebagai pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.
Dengan mengadopsi paradigma baru ini, hukum lingkungan diharapkan dapat menjadi lebih responsif terhadap tantangan global yang terus berkembang dan memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dalam menghadapi krisis planet. (Ata)
Kawasan Asia Tenggara, yang menyimpan 15% hutan tropis dunia dan hampir 20% spesies tumbuhan dan hewan global, menghadapi potensi kehilangan hingga 50% spesies terestrial pada 2100.
Lestarikan keanekaragaman hayati! Jaga alam, sumber kehidupan. Pelajari pentingnya konservasi untuk masa depan bumi yang berkelanjutan.
Pelajari ekosistem: Keseimbangan alam esensial untuk kehidupan. Temukan peran pentingnya bagi bumi dan keberlangsungan makhluk hidup.
Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatra secara resmi menyerahkan tersangka AS (45) beserta barang bukti kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling kepada Kejaksaan Tinggi Sumut
Lebih dari 15 jenis tanaman herbal Indonesia telah ditanam di greenhouse tersebut, antara lain jahe merah, jahe gajah, kunyit, pohon bidara, pohon katuk, serai wangi, saga, dan tapak dara.
Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) juga telah mengumumkan para peraih KEHATI Award 2024, penghargaan tertinggi dalam bidang lingkungan di Indonesia.
Bea Cukai Lhokseumawe bersama aparat penegak hukum dan instansi terkait berhasil memusnahkan ladang ganja seluas ±5,7 hektar di Kecamatan Sawang, Aceh Utara
PULUHAN Situ di Kota Depok, Jawa Barat, kini beralih fungsi menjadi daratan, perumahan hingga tempat usaha. Puluhan situ yang berubah fungsi tersebut tersebar di 11 wilayah kecamatan.
Koordinator Kuasa Hukum Warga Arcamanik Anton Minardi mengatakan, pendampingan kepada warga merupakan aktivitas profesional advokat.
PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) tengah menyiapkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang larangan alih fungsi lahan.
Alih fungsi lahan yang masif telah memicu banjir bandang di beberapa daerah, yakni Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, dengan total kerugian Rp3 triliun.
SETELAH menyasar empat tempat wisata di kawasan resapan air di Cisarua dan Megamendung (Puncak), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, penyegelan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terus berlanjut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved