Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dorong Aksi Dekarbonisasi Industri untuk Capai Net Zero Emission

09/8/2024 10:35
Dorong Aksi Dekarbonisasi Industri untuk Capai Net Zero Emission
Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Singaraja, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (10/7/2024).(ANTARA/Dedhez Anggara)

KEMENTERIAN Perindustrian mendorong aksi dekarbonisasi melalui perancangan peta jalan industri hijau untuk mencapai target net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada 2050.

Bekerja sama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR), Kementerian Perindustrian menyelenggarakan Lokakarya dalam rangka merancang Kajian Peta Jalan Dekarbonisasi Sektor Industri di Indonesia pada Kamis (8/8).

Kegiatan tersebut merupakan bagian dari penyusunan peta jalan dekarbonisasi sub-sektor industri tekstil, keramik dan kaca, makanan dan minuman, dan alat angkut.

Baca juga : Kebijakan Pengurangan Emisi Sektor Industri Perlu Implementasi Konsisten

Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian Apit Pria Nugraha menjelaskan keberadaan peta jalan dekarbonisasi industri di Indonesia akan memberikan panduan arah dan kebijakan yang jelas untuk mendorong industri yang lebih ramah lingkungan dan berdaya saing tinggi. Kebijakan penurunan emisi di sektor industri perlu diimplementasikan dengan fokus pada peningkatan daya saing sosial yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

Apit mengatakan pihak saat ini tengah mempersiapkan langkah strategis sebagai pendukung dekarbonisasi di sektor industri.

"Di antaranya peta jalan dan regulasi dekarbonisasi di sektor industri dan sub-sektor prioritas, peta jalan perdagangan karbon untuk sektor industri, tata laksana nilai ekonomi karbon untuk sektor industri, regulasi penggunaan CCS/CCUS dengan fokus penangkapan dan pemanfaatan karbon di sektor industri, dan sistem informasi perdagangan karbon sektor industri yang terintegrasi dengan sistem registri nasional (SRN),” ungkap Apit dalam keterangan resmi, Jumat (9/8).

Baca juga : Inisiatif Dekarbonisasi dari Peruri Diganjar Penghargaan

Ia mengajak kolaborasi antara Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengintegrasikan instrumen pelaporan dan pengawasan (monitoring) dengan tetap mengakomodasi tujuan masing-masing kementerian. Tujuannya untuk menyelaraskan data dan memudahkan pelaku industri membangun industri hijau.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan kajian IESR telah merumuskan lima pilar dekarbonisasi yang dapat menjadi dasar dalam pembuatan peta jalan industri hijau. Kelimanya antara lain efisiensi sumber daya/material; efisiensi energi; pemanfaatan bahan bakar, bahan baku dan sumber energi rendah karbon; elektrifikasi proses industri; dan penggunaan CCS/CCUS (Penangkapan dan Penyimpanan Karbon) bagi proses industri yang emisinya sulit dihilangkan (hard to abate sector).

Fabby mengatakan tren transisi energi yang mendorong penurunan emisi di sektor industri telah memicu kompetisi industri global untuk berproduksi dengan jejak karbon rendah dan lebih ramah lingkungan. Penetapan dan perancangan strategi dekarbonisasi industri dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi di sektor industri dan manufaktur Indonesia jangka panjang.

Baca juga : Ragam Upaya Pemerintah Mencapai Dekarbonisasi pada 2060

"Perencanaan, dukungan kebijakan, dan regulasi diperlukan untuk melakukan dekarbonisasi industri. Selain itu, industri yang mau dan siap untuk melakukan dekarbonisasi, perlu diberikan insentif,” ujar Fabby.

Fabby menekankan penciptaan industri NZE 2050 akan memberikan manfaat internal dan eksternal bagi sektor industri. Menurutnya, manfaat internal adalah penghematan biaya produksi, potensi dari penghematan biaya pajak karbon, dan penghematan biaya pengembalian dampak lingkungan. Selain itu membuka peluang target pasar baru dan menaikkan daya saing produk, terutama melihat masa depan pasar yang cenderung memilih produk yang berkelanjutan dan rendah karbon.

Sementara secara eksternal, industri hijau akan membuka peluang pekerjaan hijau, menaikkan kualitas lingkungan dan keberagaman hayati, dan menurunkan kebutuhan subsidi kesehatan.

Baca juga : Kurangi Emisi Karbon, GRP Resmikan PLTS Atap Berkapasitas 9,3 MWp

Koordinator Program Dekarbonisasi Industri dari IESR Faricha Hidayati memaparkan, pendekatan dekarbonisasi kawasan terintegrasi atau dekarbonisasi kawasan industri dapat mengurangi emisi operasional hingga 50%, mengamankan pasokan energi dan meminimalisir risiko investasi dalam adopsi teknologi.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian pada 2023, terdapat 136 kawasan industri, dengan 84 kawasan industri masih berada di Pulau Jawa. Namun, akan ada tambahan 24 kawasan industri lainnya berdasarkan Permenko Perekonomian No 21/2022 yang mana 92% akan dibangun di luar Pulau Jawa.

“Dalam melakukan dekarbonisasi di sektor industri, ekosistem pendukung perlu dikembangkan. Pertama, pengembangan pasar produk ramah lingkungan domestik dan menaikkan daya saing bisnis di kancah global," paparnya.

"Kedua, pengembangan program riset teknologi rendah karbon untuk industri akan mempercepat komersialisasi dan menurunkan harga teknologi secara domestik. Ketiga, pengembangan tenaga kerja dan bantuan teknis yang dapat membantu memastikan bahwa transisi industri berjalan berkeadilan,” imbuh Faricha.

IESR berharap rencana dekarbonisasi sektor industri untuk mencapai NZE 2050 dapat memicu sektor-sektor penghasil emisi GRK lainnya untuk menetapkan target NZE yang lebih ambisius sebelum 2060 atau lebih cepat dari target pemerintah. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya