Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
INDUSTRI menjadi salah satu sektor yang berkontribusi signifikan terhadap emisi karbon di Indonesia. Berdasarkan data di Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024, pada 2022, emisi sektor industri naik 30% dibandingkan 2021, mencapai lebih dari 400 juta ton setara karbon dioksida.
Implementasi lima pilar dekarbonisasi industri perlu dilakukan untuk menurunkan emisi, membatasi kenaikan suhu global melebihi 1,5 derajat Celcius, serta meraup manfaat lainnya seperti meningkatkan daya saing, menekan biaya operasional, dan membuka peluang pekerjaan hijau.
Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian Apit Pria Nugraha mengungkapkan sektor industri memainkan peran krusial dalam ekonomi, namun juga menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan. Untuk itu, ia menekankan, kebijakan pengurangan emisi sektor industri perlu diimplementasikan secara konsisten, inklusif dan kuat.
Baca juga : Tiongkok, Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar
“Salah satu upaya pengurangan emisi sektor industri dengan penerapan nilai ekonomi karbon. Saat ini kami tengah melakukan berbagai persiapan untuk dekarbonisasi, seperti merumuskan peta jalan perdagangan karbon untuk industri, Peraturan Menteri Industri (Permenperin) Perdagangan Karbon, batas atas perdagangan karbon, tata laksana perdagangan karbon dan sistem informasi terintegrasi perdagangan karbon,” ujar Apit dalam keterangannya, Kamis (20/6).
Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo menyebut emisi sektor industri dominannya berasal dari penggunaan energi yang menggunakan batu bara. Berdasarkan kajian IETO 2024, pada 2022, konsumsi energi setidaknya berkontribusi terhadap lebih dari 60% emisi gas rumah kaca (GRK) industri, sementara lebih dari setengahnya berasal dari limbah industri.
“Dekarbonisasi industri dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk bergerak menuju keberlanjutan dan strategi untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dan menjadi upaya mitigasi kenaikan suhu bumi. Komitmen dekarbonisasi industri akan membuka peluang target pasar baru dan menaikkan daya saing produk, terutama melihat masa depan yang akan bergerak ke arah produk yang lebih berkelanjutan,” ujar Deon.
Baca juga : Program Dekarbonisasi Mind Id Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Analis Energi IESR Muhammad Dhifan Nabighdazweda menyarankan tiga langkah untuk mencapai emisi lebih rendah dan mendorong dekarbonisasi industri melalui teknologi rendah karbon. Pertama, menetapkan target penurunan emisi yang jelas dan spesifik untuk semua sektor industri.
Kedua, mengembangkan regulasi sertifikasi untuk produk hijau dan teknologi baru seperti hidrogen dan CCUS. Ketiga, memperkuat kerja sama antara industri, pemerintah, dan akademisi untuk riset teknologi rendah karbon dan pengembangan sumber daya manusia.
Kajian IESR mengungkapkan lima pilar dekarbonisasi industri yakni efisiensi sumber daya, efisiensi energi, elektrifikasi industri, menggunakan bahan bakar, bahan baku dan sumber energi rendah karbon, serta pemanfaatan teknologi penangkap dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS), khususnya untuk mengurangi emisi dari proses yang sulit di dekarbonisasi secara teknis.
Baca juga : KLHK: Teknologi Ramah Ozon Tingkatkan Daya Saing Industri
“Sektor industri sangat beragam sehingga membutuhkan solusi yang bervariasi. Implementasi pilar dekarbonisasi perlu mempertimbangkan segi ekonomi dan teknis. Pemerintah dapat mendorong penggunaan energi terbarukan untuk industri, seperti melalui pemasangan PLTS atap, memberikan insentif bagi industri yang menerapkan teknologi rendah karbon, dan mendukung penelitian dan pengembangan teknologi rendah karbon yang masih dalam tahap komersialisasi,” jelas Dhifan.
Analisis IESR menunjukkan bahwa sektor industri dapat tumbuh dan berkembang dengan melakukan lima pilar dekarbonisasi. Industri dapat menghemat biaya produksi hingga 30% dengan penerapan efisiensi energi dan efisiensi sumber daya.
Selain itu, biaya untuk bahan produksi yang tidak dapat digunakan kembali, bisa dikurangi hingga 66%. Manfaat lainnya dari dekarbonisasi industri adalah potensi penghematan biaya pajak karbon, penghematan biaya pengendalian dampak lingkungan, menaikkan kualitas lingkungan dan keberagaman hayati, membuka peluang pekerjaan hijau, dan menurunkan kebutuhan subsidi kesehatan. (Ifa/Z-7)
Strategi keamanan siber yang tangguh dimulai dengan visibilitas yang lengkap, mengetahui apa yang perlu dilindungi dan ketika risiko terbesar berada.
Selama ini, industri tekstil dalam negeri telah menyepakati skema nontarif dengan memprioritaskan penyerapan produksi lokal, dan hanya mengimpor sesuai kebutuhan.
IHGMA mendorong profesionalisme para GM hotel dengan memperkuat literasi digital sebagai bagian dari strategi jangka panjang.
HIMPUNAN Kawasan Industri Indonesia (HKI) menegaskan perlunya langkah konkret untuk memperkuat ekosistem investasi kawasan industri di tengah target ambisius pemerintah
Prinsip keberlanjutan kini menjadi landasan dalam strategi perluasan ekspor dan penguatan pelaku usaha domestik.
Ketua Umum Terpilih Himpunan Kawasan Industri (HKI), Akhmad Maruf mengungkapkan bahwa HKI akan secara aktif mendukung agenda pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Fenomena Hujan Carnian atau Carnian Pluvial Episode (CPE) adalah sebuah peristiwa geologis yang terjadi sekitar 232 juta tahun lalu pada periode Trias Akhir
Lewat REDD+ dan GREEN for Riau ini, pemerintah bersama jajaran pemangku kepentingan akan bekerja sama dalam menekan dan menurunkan emisi karbon.
Penerapan sistem informasi berbasis teknologi seperti SSIINas ini dapat memberikan kemudahan bagi sektor industri untuk melaporkan data emisinya secara terintegrasi.
SKK Migas mencatat Indonesia memiliki cadangan gas terbukti sebesar 54,76 Trilliun Standard Cubic Feet (TSCF).
SEKITAR 18 juta kebun sawit di Indonesia saat ini dapat memproduksi palm oil mill effluent (POME) sekitar 910 ribu ton atau setara 36 juta tCO2eq emisi gas rumah kaca.
Indonesia tertinggal dalam mitigasi gas rumah kaca (GRK) kendaraan bermotor. Ketertinggalan itu mencakup tidak diaturnya standar karbon kendaraan dan elektrifikasi kendaraan bermotor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved