Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEKERSAN seksual merupakan isu krusial yang masih rawan terjadi di tempat kerja. Kelompok disabilitas dan perempuan merupakan kelompok yang rentan mengalami tindak pidana kekeresan seksual (TPKS). Edukasi tentang kesetaraan gender bagi seluruh pemangku kepentingan di tempat kerja sangat dibutuhkan.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Eni Widiyanti mengatakan UU TPKS telah memberi sanksi bagi para perusahaan yang menjadi menolak dan mengabaikan pelaporan kasus kekerasan seksual.
“Saat di dunia kerja terdapat individu yang melakukan kekerasan seksual namun perusahaan tidak menindak dan menyediakan sarana dan prasarana seperti layanan hukum bagi korban, maka perusahaan bisa diancam denda sebesar Rp 5-15 milyar. Selain itu, ada restitusi serta pencabutan izin operasi perusahaan,” jelasnya di Jakarta, Kamis (7/12).
Baca juga : UU TPKS Jamin Hak Korban untuk Mengakses Proses Hukum dan Dokumen Hasil Penanganan
Dalam mengimplementasikan mandat dalam UU TPKS bagi perlindungan korban kekerasan di lingkungan kerja, KemenPPA telah melakukan kolaborasi dengan pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
Baca juga : Punya Peran Penting, Satgas PPKS di Kampus Perlu Diperkuat dan Dilindungi
“Seharusnya memang ada satgas yang mengawasi agar aturan ini bisa terwujud. Diharapkan unit terkecil itu nantinya bisa menyelesaikan kasus-kasus yang dilaporkan secara mandiri khususnya terkait pencegahan. Bagaimanapun kita berusaha untuk melakukan pencegahan karena akan pasti lebih efektif dan ongkosnya jauh lebih murah. Kuncinya adalah kita terus membangun kolaborasi,” jelasnya.
Menurut data International Labor Office (ILO) pada September 2022, 70,93% pekerja Indonesia pernah mengalami kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Melalui data tersebut, 69,35% responden pernah mengalami lebih dari satu jenis kekerasan dan pelecehan. Selain itu, 72,77% responden pernah menyaksikan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja dan 53,36% lainnya menjadi korban sekaligus saksi.
Secara bentuk-bentuk kekerasan dan pelecehan, bentuk psikologis paling sering dialami responden (77,4%), diikuti dengan kekerasan dan pelecehan seksual (50,48%). Selain itu, setidaknya 58,06% pekerja telah menjadi korban di setiap sektor.
Direktur Bina Riksa Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna menjelaskan bahwa saat ini perintah tengah membuat berbagai aturan pendukung terkait pembentukan satgas di lingkungan kerja sebagaimana termaktub dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
“Saat ini seluruh perusahaan sudah harus membentuk satgas karena aturan ini ditujukan kepada seluruh bentuk korporasi baik lokal, nasional dan multinasional. Jadi tidak melihat segmen korporasi apakah kecil, menengah dan besar karena yang bisa menjadi pelaku dan korban kekerasan tidak hanya terjadi di perusahaan tertentu, tapi bisa terjadi dimanapun,” ungkapnya.
Yuki mengatakan aturan tersebut secara detail menguraikan bahwa Satgas terdiri dari manajemen perusahaan dan perwakilan pekerja. Adapun anggota satgas PPKS berasal dari perwakilan pengusaha dan perwakilan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan.
“Anggota Satgas setidaknya terdiri dari tiga orang dan harus dari lintas bidang dalam satu perusahaan yaitu ada unsur pengusaha, pekerja, dan serikat pekerja. Melalui formasi tersebut diharapkan satgas bisa menjalankan fungsinya jika berhadapan dengan relasi kuasa karena anggota mencakup pihak top manajemen hingga yang terbawah,” jelasnya.
Yudi menjelaskan bahwa Satgas bertugas dengan berpedoman pada Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang diatur dalam syarat kerja di Perusahaan berupa perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
“Implementasi ini akan didampingi oleh KemenPPA dan Kemenaker. Satgas akan fokus pada menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan yang mengacu pada kebijakan perusahaan terkait upaya pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja, seperti proses identifikasi kekerasan seksual, menerima aduan hingga memberikan rekomendasi saksi sampai dengan memutus perjanjian kerja,” jelasnya.
Tak hanya itu, Yuli mengatakan bahwa dalam proses kerjanya, Satgas PPKS di tempat kerja wajib menjamin kerahasiaan identitas pihak yang terkait langsung dengan pengaduan dan penanganan kasus kekerasan seksual serta menjunjung tinggi norma dan kode etik yang ditetapkan oleh perusahaan.
“Ketika satgas menemukan serta menangani kekerasan seksual, kamu membuka ruang untuk mendampingi mereka, dan jika pelaku adalah top manajemen maka dia harus dipandang sebagai pelaku dan diberikan sanksi yang sesuai bahkan mungkin untuk mendapatkan sanksi pidana,” jelasnya.
Sementara itu, Executive Director IBCWE (Indonesia Business Coalition for Women Empowerment) Wita Krisanti menjelaskan bahwa saat ini banyak perusahaan yang sudah memiliki peraturan dan menerapkannya tapi ketika ada laporan, berbagi pihak internal perusahaan menjadi gagap karena tidak adanya pelatihan bagaimana cara menangani kasus-kasus kekerasan.
“Perusahaan berbasis MNC memang banyak yang sudah mempunyai aturan untuk melindungi pekerja dari kekerasan seksual, hal itu karena ada tuntutan dari para investor sehingga perusahaan harus menerapkan kesetaraan gender dengan menerapkan sistem yang ramah perempuan. Sejauh ini perusahaan MNC sudah cukup patuh pada hal itu. Justru, saat ini perusahaan lokal dan nasional lah yang kesadaran terhadap kekerasan seksual belum terbangun,” jelasnya. (Z-8)
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
selama ini lebih dari 50% lembaga di Indonesia sudah memberikan layanan menggunakan UU TPKS.
Sanksi pemberatan harus dilakukan karena oknum-oknum tersebut seharusnya pihak yang harus memberikan perlindungan terhadap perempuan.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyampaikan progres sisa peraturan turunan UU TPKS.
Menteri PPPA Arifah Fauzimengecam kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan (MML) oleh oknum anggota Polisi (Aipda PS) di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
VIRAL di media sosial seorang ibu bercerita jika anaknya menjadi korban pelecehan seksual oleh pelaku anak berusia di bawah 12 tahun.
Instansi pendidikan berperan dalam menyediakan ruang aman bagi anak untuk dapat mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan.
Dijelaskan Jane dalam persidangan, Hotel Nights melibatkan tiga kali hubungan seksual dengan seorang gigolo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved