Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Peran Ayah Tingatkan Kualitas Pengasuhan Anak

Atalya Puspa
10/9/2020 21:45
Peran Ayah Tingatkan Kualitas Pengasuhan Anak
Ilustrasi peran ayah dalam pengasuhan anak(MI/Ramdani)

PERAN ayah sangat berdampak luar biasa dalam pengasuhan anak. Saat pengasuhan anak berada pada usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun, kehadiran sosok ayah di tahap perkembangan ini sangatlah dibutuhkan.

Pakar Pengasuhan Keayahan, Irwan Rinaldi mengungkapkan jika anak tidak mendapatkan peran ayah di usia tersebut, maka akan terjadi ketimpangan antara pertumbuhan dan perkembangan anak karena orangtua hanya fokus pada masalah pertumbuhan anak.

Hal itu bisa berdampak pada mundurnya usia perkembangan anak dibandingkan pertumbuhan karena kurangnya stimulan dari kedua orangtua.

“Untuk menghadirkan pengasuhan yang ideal dibutuhkan peran utama ayah dan ibu (dual parenting) yang memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan anak secara menyeluruh,” ungkap Irwan dalam keterangan resmi, Kamis (10/9).

Irwan menambahkan, Indonesia termasuk ke dalam 10 besar negara dengan fatherless atau father hunger dalam pengasuhan anak, yaitu tidak adanya peran ayah karena hanya hadir secara fisik, tetapi tidak terlibat dalam urusan perkembangan anak.

Baca juga : Keluarga Jadi Ujung Tombak Pengentasan Stunting

Pada dasarnya, ada 3 (tiga) kategori peran ideal seorang ayah, yaitu menyambung keturunan, mencari nafkah, dan peran seorang ayah yang terdiri dari loving, coaching, modelling (mencintai, melatih, dan menjadi model).

Ketiga unsur dalam peran seorang ayah ini sangat penting dan saling berhubungan, namun semakin ke sini peran ini mulai tergantikan dengan peran pengasuhan pengganti di luar keluarga inti. Jika seluruh peran ayah ini hilang, maka akan menyebabkan munculnya kondisi father hunger atau fatherless.

Adapun ciri-ciri dari father hunger atau fatherless yaitu ketika usia biologis anak, khususnya anak laki-laki lebih maju dibandingkan usia psikologisnya. Hal ini seringkali menjadi penyebab utama terjadinya perceraian di masa depan anak, dimana 80% istri meminta bercerai karena suaminya lebih mengalami kemajuan di usia biologis dibandingkan kematangan psikologisnya.

"Father hunger juga mengakibatkan anak mudah mengalami depresi, menjadi antisosial, rentan melakukan tindak kriminal dan kekerasan, terjerumus seks bebas, narkoba, dan LGBT,” jelas Irwan.

Menurut Irwan, hal tersebut umumnya terjadi karena anak kehilangan sosok ayah, adanya kekosongan peran ayah dalam pengasuhan, terutama saat anak berada dalam periode emas, di usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun.

“Biarpun anak memiliki ayah, namun mereka tidak mendapatkan pendampingan dan pengajaran dari sosok ayah. Father hunger ini dapat menjadi penjara baru bagi anak di rumah. Di sinilah pentingnya memperkuat peran seorang ayah, yaitu loving, coaching, dan modelling,” tegas Irwan.

Loving merupakan bentuk peran ayah dalam mencintai dirinya sendiri sekaligus mencintai istri sebagai ibu dari anak-anak. Peran ini merupakan bentuk evaluasi diri seorang ayah untuk membayar hutang pengasuhan (deposit golden period) yang dulu tidak didapatkan dengan baik dalam pengasuhan.

Coaching, seorang ayah merupakan pelatih (coach) terbaik yang dipilih Tuhan. Untuk melatih anak dengan baik, tentunya seorang ayah harus memiliki kualitas tinggi (high quality) dan bisa memberikan ilmu serta waktu bermakna bagi anak. Ketika anak bercerita terkait perkembangannya, harus ada komunikasi berkualitas agar dapat menciptakan waktu bermakna bersama anak.

Peran ketiga, yaitu modeling. Seorang ayah sebagai salah satu pendidik pertama dan utama dalam perkembangan anak harus memiliki hubungan yang kuat dengan Tuhan. Pentingnya seorang ayah membangun positive fathering dengan memperkuat hubungan spiritual atau hubungan dengan Tuhan. Fathering skill menjadi tidak berarti ketika ayah tidak dekat dengan Tuhan.

“Untuk seluruh ayah di Indonesia, persoalan anak kita memang sangatlah banyak. Jika kita memiliki hutang pengasuhan, kita harus membayarnya dan jadilah sosok ayah yang sabar dan selalu bersyukur. Saya sangat salut dengan teman-teman di PUSPAGA sebagai lini terdepan yang berhadapan langsung dengan permasalahan di masyarakat dan mengurus embrio bangsa ini. Terus semangat, jangan pernah berhenti mengurus keluarga Indonesia dan tetaplah berjuang untuk menyiapkan bangsa ini,” ujar Irwan.

Irwan berharap pemerintah dapat membuat regulasi yang jelas terkait penguatan peran ayah dalam pengasuhan, mengingat tingginya kasus perceraian di tengah pandemi Covid-19  karena banyak informasi dan simulasi yang tidak jelas diberikan kepada para ayah.

“Banyak para ayah yang tidak siap dan panik menghadapi kondisi saat ini. Ayah juga wajib mengikuti pelatihan seperti cara mengasuh dan mendidik anak dengan baik. Ini merupakan pekerjaan luar biasa, kita akan melahirkan generasi emas, jika ayah berperan hebat dan optimal dalam pengasuhan anak. Saya berharap Kemen PPPA dapat mendukung dan segera meluncurkan Sekolah-Sekolah Ayah di seluruh Indonesia. Hal ini sangatlah penting dan harus disampaikan ke masyarakat,” tambah Irwan.

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga, dan Lingkungan, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rohika Kurniadi Sari mengungkapkan, masih banyak masyarakat yang memandang konsepsi pengasuhan sebagai tanggungjawab seorang ibu.

“Hal ini harus menjadi perhatian bersama, diperlukan penguatan peran ayah dalam pendidikan dan pengasuhan anak, mengingat masih banyak masyarakat yang menganggap hal tersebut merupakan tanggungjawab ibu saja tanpa adanya pelibatan peran ayah. Akibatnya terjadi kekosongan dalam pengasuhan anak karena kurangnya peran ayah,” tambah Rohika.

Baca juga : Klaster Keluarga dan Cara Menanganinya

Rohika menuturkan tantangan yang dihadapi saat ini adalah mencari jalan keluar dari minimnya peran ayah dalam pengasuhan dan perkembangan anak tersebut. “Pentingnya membangun pendidikan keayahan di dalam pengasuhan keluarga.

Untuk itu diperlukan sinergi dari seluruh pihak dalam menyelesaikan tantangan ini, seperti partisipasi dari Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dan media massa.

“Hadirnya PUSPAGA sebagai layanan pembelajaran keluarga yang bersifat preventif, promotif untuk membantu keluarga dalam mengasuh, mendidik, dan membangun karakter anak diharapkan dapat menjembatani penguatan pengasuhan dengan penguatan peran ayah. Hal ini harus dimasukan dalam fungsi pengasuhan yang dibangun layanan ini. Negara seharusnya tidak hanya fokus menghukum keluarga yang melakukan kekerasan dan pelanggaran hukum terhadap anak, tapi juga harus diperkuat dengan upaya preventif melalui pengasuhan anak yang optimal,” ujar Rohika.

Lebih lanjut Rohika menjelaskan PUSPAGA merupakan layanan yang dapat diakses dimanapun dan kapanpun oleh seluruh keluarga Indonesia untuk meningkatkan kualitas pengasuhan anak.

“Saatnya kita buat PUSPAGA menjadi mudah diketahui dan diakses keberadaannya untuk memudahkan keluarga Indonesia mendapat informasi demi memperkuat kualitas keluarga dan pengasuhan anak secara optimal. Mari kita terus dorong agar layanan PUSPAGA dikenal masyarakat dengan menggencarkan promosi, baik melalui media massa, media social, seperti Youtube, Facebook (FB), Instagram (IG), media luar ruang, seperti videotron, dan lainnya,” kata Rohika. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya