Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PEMERINTAH memastikan akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Langkah ini didasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Namun, rencana kenaikan ini menuai banyak kritik dari berbagai pihak.
Meski merupakan mandat undang-undang, sejumlah kalangan khawatir kebijakan ini akan semakin memberatkan masyarakat yang saat ini tengah menghadapi tekanan daya beli yang lemah.
Berikut adalah lima poin penting terkait kenaikan tarif PPN menjadi 12%:
Rencana kenaikan tarif PPN bermula dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang diusulkan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
RUU ini awalnya bernama RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Presiden Jokowi mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR pada Mei 2021 untuk membahas rancangan tersebut.
Setelah melalui berbagai tahapan, RUU tersebut diubah namanya menjadi RUU HPP dan disahkan pada Oktober 2021.
Dalam UU HPP, kenaikan PPN dilakukan secara bertahap, dimulai dari 11% pada April 2022 dan meningkat menjadi 12% pada Januari 2025.
Pemerintah mengklaim kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki defisit anggaran dan meningkatkan rasio pajak guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN berlaku untuk semua barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11%.
Barang dan jasa yang termasuk dalam kategori ini mencakup kebutuhan sehari-hari, seperti sabun mandi, makanan di restoran, pulsa telepon, tiket konser, hingga layanan streaming digital seperti Netflix.
Masyarakat menunjukkan reaksi keras terhadap rencana kenaikan tarif PPN ini. Sebuah petisi bertajuk “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” telah diluncurkan di situs change.org sejak November 2024.
Hingga Desember 2024, petisi ini telah mendapatkan lebih dari 170 ribu tanda tangan.
Sejumlah elemen masyarakat bahkan menggelar aksi protes dan menyampaikan petisi tersebut langsung ke Istana Kepresidenan.
Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini semakin membebani rakyat di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Meskipun tarif PPN dinaikkan, pemerintah memastikan bahwa beberapa barang dan jasa akan tetap bebas dari pungutan PPN. Barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur-mayur, dan buah-buahan termasuk dalam kategori bebas PPN sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020.
Jasa yang tidak dikenakan PPN mencakup layanan pendidikan, kesehatan, angkutan umum, keuangan, dan persewaan rumah sederhana. Beberapa barang strategis seperti Minyakita, tepung terigu, dan gula industri tetap dikenai tarif PPN 11 persen, dengan selisih 1% ditanggung oleh pemerintah.
Untuk mengurangi dampak kenaikan PPN, pemerintah telah menyiapkan paket stimulus ekonomi.
Beberapa insentif yang diberikan mencakup bantuan pangan, diskon listrik 50% untuk rumah tangga tertentu, dan perpanjangan insentif pajak bagi UMKM hingga 2025.
Selain itu, insentif juga diberikan kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp10 juta, serta sektor industri padat karya dan kendaraan listrik.
Pemerintah berharap langkah-langkah ini dapat meredam dampak negatif dari kebijakan kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat, sekaligus mendorong pemulihan ekonomi secara lebih merata. (Z-10)
Tiket pesawat ekonomi dalam negeri yang dibeli mulai Sabtu hari ini pada 1 Maret hingga 7 April untuk jadwal penerbangan antara 24 Maret hingga 7 April akan dikurangi pajak pertambahan nilainya.
PENERAPAN tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tak semata berdampak pada barang mewah atau objek yang selama ini dipungut Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Kementerian Keuangan secara resmi merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131 Tahun 2024 yang mengatur ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12%.
KEPUTUSAN pemerintah mengenai tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang hanya diterapkan untuk barang mewah kerumitan dari sisi administrasi bagi pengusaha
Keputusan Presiden Prabowo Subianto, yang memberlakukan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% hanya pada kelompok barang mewah, patut diapresiasi.
PRESIDEN Prabowo Subianto secara sah meresmikan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Kebijakan PPN 12 persen ini akan mulai berlaku sejak 1 Januari 2024.
REAL Estate Indonesia (REI) meyakini usulan pembedaan tarif PPN dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak menyasar pada golongan properti yang mendapatkan stimulus fiskal dari pemerintah.
DPR mengatakan ketentuan mengenai penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% dalam Undang Undang 7/2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat direvisi agar tarif tak berubah.
Kenaikan PPN akan memiliki konsekuensinya atas penurunan pertumbuhan ekonomi. Di antaranya tingginya inflasi, menurunnya daya beli masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved