Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
LAPORAN harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) terus menyisakan masalah dari waktu ke waktu. Sejak dulu hingga sekarang, kepatuhan para pejabat penyelenggara negara terkait dengan penyerahan LHKPN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nyatanya tak pernah bulat atau menyentuh angka 100%.
Kini yang tengah disorot ialah kepatuhan para pejabat negara pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dilantik pada Oktober lalu. Hingga awal Desember, pejabat di tingkat menteri, wakil menteri, dan utusan khusus presiden Kabinet Merah Putih maupun kepala lembaga/badan setingkat menteri, lebih dari sepertiganya belum menyerahkan LHKPN.
Menurut data KPK, per Jumat (6/12), dari total 124 pejabat, baru 74 orang yang melaporkan harta kekayaan. Sisanya, 50 orang, belum lapor. Dengan kata lain, kepatuhan para pembantu presiden dalam menyerahkan LHKPN itu, sampai hari ini, baru sekitar 60%. Sangat mungkin, pejabat-pejabat publik yang levelnya di bawah mereka jauh lebih banyak yang belum melaporkan.
Namun, itu baru satu persoalan dalam kaitan LHKPN. Soal lain yang tidak kalah memprihatinkan ialah bahwa LHKPN yang sudah diserahkan atau dilaporkan pun ternyata tak semua disandarkan pada prinsip kejujuran. Padahal, prinsip itulah yang seharusnya menjadi jiwa dan dasar dari pelaporan LHKPN. Harus diakui, masih banyak penyelenggara negara yang melaporkan data kekayaan tidak sesuai dengan kenyataan alias penuh kepalsuan.
Ketua KPK Nawawi Pomolango pun dalam pidatonya saat peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), kemarin, mengonfirmasi hal tersebut. Nawawi dengan tegas mengatakan kebenaran isi LHKPN para pejabat memprihatinkan. Ia bahkan menyebut, berdasarkan pemeriksaan LHKPN oleh KPK, masih banyak ditemukan laporan harta kekayaan yang terindikasi penerimaan suap dan gratifikasi.
Betul yang dikatakan Nawawi, fakta ini sungguh memprihatinkan. Oleh sebagian penyelenggara negara, pelaporan harta kekayaan sepertinya masih dianggap sekadar basa-basi formalitas. Padahal, hakikat LHKPN sejatinya ialah salah satu bentuk transparansi sekaligus keberpihakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
LHKPN merupakan instrumen pencegahan korupsi paling awal. Pelaporan LHKPN adalah bagian dari upaya menciptakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Karena itu, ia tidak hanya bersifat wajib secara hukum, tetapi juga menjadi bentuk tanggung jawab moral sebagai pejabat publik.
Dengan pemahaman seperti itu, semestinya kewajiban melaporkan harta kekayaan bagi para pejabat publik tidak boleh disepelekan, apalagi diabaikan. Ada taruhan besar jika menyepelekan kewajiban tersebut karena pada ujungnya nanti dapat memunculkan risiko konflik kepentingan serta mencederai integritas pejabat negara.
Pun, menjadi sia-sia tatkala Presiden Prabowo yang dalam beberapa kesempatan selalu bersuara keras soal pemberantasan korupsi, tetapi para pembantunya justru melakukan hal yang sebaliknya, salah satunya dengan keengganan mereka melaporkan harta kekayaan kepada KPK. Kiranya, Presiden juga mesti tegas. Bila perlu, berikan sanksi kepada jajaran di bawahnya yang menyepelekan LHKPN.
Di sisi lain, KPK sebagai lembaga yang menangani LHKPN juga tak boleh menganggap itu hanya sebagai syarat administrasi para penyelenggara negara dalam kaitan pencegahan korupsi. Lembaga antirasuah itu harus sungguh-sungguh melakukan verifikasi. Bukan sekadar verifikasi administratif, melainkan juga verifikasi faktual manakala ditemukan laporan kekayaan yang melenceng jauh dari profil sebagai penyelenggara negara.
Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Pemberantasannya pun memerlukan langkah luar biasa, dari hulu sampai hilir. Pemberantasan dari hulu bersifat pencegahan. Momentum Hakordia 2024 dan pergantian pucuk pimpinan KPK, yang sebentar lagi bakal dilantik, hendaknya dijadikan titik tolak untuk menjadikan LHKPN sebagai instrumen pencegahan korupsi yang bergigi, bukan laporan basa-basi, apalagi laporan penuh misteri.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved