Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PRESIDEN Joko Widodo pernah menyinggung fenomena masyarakat saat ini dalam menyampaikan tuntutan, bahwa segala keluhan dan tuntutan diviralkan masyarakat. Fenomena itu memang benar dan Presiden tidak usah heran. Belakangan, di Republik ini perubahan baru terjadi jika sudah viral di jagat maya. Tanpa itu, telinga penguasa seperti tuli meski sebenarnya di lapangan sudah banyak protes dilayangkan langsung.
Contoh terbaru ialah polemik tingginya uang kuliah tunggal (UKT) yang ditetapkan sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) menyusul keluarnya Permendikbud No 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional pada Pendidikan Tinggi Negeri (SSBOPTN) di Lingkungan Kemendikbud-Ristek, yang dikeluarkan Mendikbud-Ristek, awal tahun ini.
Setelah setidaknya sebulan gaduh, ramai diberitakan, dan diviralkan netizen, barulah Senin (27/5), Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim dipanggil Presiden Jokowi. Nadiem kemudian mengumumkan penaikan UKT tahun ini dibatalkan. Apa pun, kita mengapresiasi pembatalan itu.
Namun, meski memang patut, sebenarnya model pembatalan seperti itu semakin menunjukkan pemerintah sangat gemar mengeluarkan solusi reaktif. Pun dengan pembatalan penaikan UKT itu, terlihat betul itu dicetuskan hanya untuk meredam keriuhan di jagat maya dan unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah. Pokok persoalannya, yang tidak lain ialah Permendikbud No 2 Tahun 2024, malah tidak terusik.
Padahal, tanpa pencabutan Permendikbud 2/2024 itu, pembebanan UKT selangit sangat mungkin terjadi lagi pada tahun-tahun mendatang. Beleid yang menjadi landasan kampus negeri menaikkan UKT itu semestinya segera dicabut karena banyaknya pasal abu-abu yang membuat PTN dapat ‘sewenang-wenang’ menilai golongan ekonomi keluarga para mahasiswa.
Sejumlah PTN, nyatanya, juga hanya melihat besaran gaji orangtua tanpa memperhatikan jumlah tanggungan lainnya. Akibatnya, banyak calon mahasiswa dari keluarga menengah pas-pasan yang jadi korban. Itu menjadi fenomena kelam mahasiswa-mahasiswa Indonesia.
Benar belaka bila dikatakan UKT di PTN saat ini tidak mencerminkan prinsip keadilan dan inklusivitas. Gelombang kritik dan protes yang terjadi di banyak PTN membuktikan polemik UKT bukanlah kasuistis, melainkan memang tidak berkeadilan dan tidak inklusif. Padahal, dua prinsip itu yang digembar-gemborkan Nadiem sebagai dasar Permendikbud 2/2024.
Terus berlanjutnya Permendikbud 2/2024 tidak saja dapat mengulang kesewenangan UKT pada tahun mendatang, tapi juga memperparah angka pengangguran yang sudah terjadi di gen Z. Jika mengacu data yang belum lama ini dirilis BPS, 9,9 juta pemuda Indonesia berusia 15-24 tahun atau sering disebut gen Z terjebak dalam kategori NEET (not in education, employment, or training).
Angka itu setara dengan 22,25% dari total populasi usia tersebut, dengan mayoritas (59,23%) berasal dari lulusan SMA/SMK. Salah satu penyebabnya ialah ketidakselarasan antara kebutuhan dunia kerja dan keterampilan, serta pengetahuan yang dimiliki lulusan sekolah alias masalah link and match.
Pada titik inilah pendidikan tinggi semestinya ikut menjadi solusi untuk mencegah semakin besarnya gen Z dalam kubangan NEET. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, alih-alih menawarkan solusi, pendidikan tinggi malah menciptakan masalah tersendiri.
Karena itu, kita mendesak Permendikbud 2/2024 mutlak dicabut. Tidak hanya itu, penerapan status PTN BH harus dievaluasi. Status PTN BH yang merupakan buah UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi memang dipahami merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian PTN-PTN.
Namun, hingga satu dekade berjalan, nyatanya kebanyakan kampus negeri di Tanah Air, bahkan yang kampus tertua sekalipun, belum mampu menciptakan kemandirian finansial ala negara Barat. Pada akhirnya mereka mengambil jalan mudah dengan membebankan pendanaan kepada mahasiswa, seperti dengan memberlakukan UKT tinggi.
Seluruh imbas kelam di dunia pendidikan tinggi itu harus disadari betul oleh pemerintah. Temukan solusi permanen karena jika situasi ini dibiarkan berlambat-lambat, akan menghambat mimpi-mimpi besar bangsa ini di bidang pendidikan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved