Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
AMBANG batas parlemen (parliamentary threshold/PT) 4%, bisa dipastikan bakal berubah pada Pemilihan Umum 2029 nanti. Itu setelah Mahkamah Konstitusi pada Kamis (29/2), mengabulkan gugatan atas PT tersebut yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Perludem menggugat ambang batas 4% karena angka itu gagal melahirkan penyederhanaan partai politik sebagaimana diharapkan dari aturan perlunya ambang batas. Hingga kini, jumlah parpol di parlemen nyaris tidak berubah signifikan dari pemilu ke pemilu.
Dalam keputusannya, MK menyatakan PT 4% bagi partai politik untuk bisa masuk di DPR itu tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin konstitusi.
Menurut MK, PT tersebut konstitusional sepanjang tetap berlaku dalam Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya. Keputusan MK kali ini, meskipun tetap melahirkan sejumlah ketidak puasan, layak mendapat apresiasi. MK telah menelurkan keputusan yang tepat, yakni mengembalikan urusan ambang batas kepada pembuat undang-undang, yakni parlemen.
Keputusan itu berbeda 180 derajat dengan keputusan soal ambang batas usia calon presiden dan wakil presiden yang dicerca banyak pihak.
Persoalan PT ini memang bak simalakama. Dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati. Meski tujuan utamanya juga baik, yakni menyederhanakan partai-partai politik, memperkuat sistem presidensial, serta mengurangi para pemain di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Sejak diberlakukannya PT, jumlah partai politik yang menjadi peserta pemilu berkurang drastis, dari 38 pada 2009 menjadi 12 pada 2014. Sebelum kemudian naik lagi menjadi 16 pada 2019 dan 18 pada 2024.
Ambang batas perolehan suara partai politik untuk duduk di DPR ini sejatinya telah beberapa kali mengalami perubahan. Saat pertama kali diterapkan pada pemilu 2009, PT untuk partai politik mendudukkan wakilnya di DPR adalah meraih jumlah suara minimal 2,5% dalam pemilu. Kemudian naik menjadi 3,5% pada pemilu 2014. Lalu pada Pemilu 2019 naik lagi menjadi 4% dengan terbitnya UU No. 7/2017.
Namun, seperti dikatakan MK dalam putusannya, MK tidak menemukan dasar metode dan argumen yang memadai dalam menentukan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud, termasuk metode dan argumen yang digunakan dalam menentukan paling sedikit 4% dari jumlah suara sah secara nasional sebagaimana ditentukan dalam Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu.
Keputusan MK ini, bila dimaknai secara positif, mestinya membuat politisi berpikir dan berikhtiar ekstrakeras agar lebih logis menentukan ambang batas parlemen yang bisa paralel dengan penyederhanaan parpol. Putusan itu mengharuskan DPR benar-benar mendasarkan argumentasi bahwa angka ambang batas parlemen tidak sekadar angka coba-coba, apalagi angka karangan.
Aturan ambang batas parlemen penting diterapkan untuk menjaring kualitas partai yang duduk di parlemen. Jangan ada lagi partai baru berdiri langsung ikut pemilu jika PT 0%. Atau partai yang kemudian hanya memiliki satu kursi di DPR sehingga sangat rawan menjadi ajang jual beli keputusan.
Untuk itu, pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang harus merumuskan ambang batas yang ideal bagi partai politik untuk melenggang ke Senayan. Sebab, parlemen yang berkualitas akan menentukan demokrasi yang berkualitas pula.
Tapi yang tidak kalah penting lagi adalah keputusan ini berlaku pada 2029 bukan 2024. Mengapa penting? Karena ini menutup celah bagi partai-partai tertentu untuk bisa masuk ke parlemen jika diterapkan pada tahun ini. Setelah heboh bantuan paman untuk menjadi calon wakil presiden, jangan lagi MK menjadi tempat meminta untuk meloloskan partai tertentu ke Senayan. ***
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved