Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Penguasa Pembuat Gaduh

08/2/2024 05:00

DI tengah munculnya berbagai aksi keprihatinan para guru besar dan akademisi yang mengkritik rezim Joko Widodo, tiba-tiba muncul gerakan tandingan dari sejumlah petinggi dan alumni. Sikap beberapa petinggi kampus dan kelompok alumni kampus ini justru menunjukkan sikap kontra terhadap pernyataan para guru besar dan akademisi tersebut.

Berbeda dengan aksi para guru besar yang menilai Jokowi melakukan penyimpangan jelang Pemilu 2024, para rektor dan alumni ini justru membawakan narasi berkebalikan. Para rektor dan alumni ini mengeklaim kondisi politik Indonesia baik-baik saja, serta sedang dalam proses demokrasi pemilihan umum yang sehat dan demokratis. Bahkan, para rektor dan alumni kampus tersebut begitu mengapresiasi kinerja Jokowi dalam mengawal demokrasi dan pembangunan.

Sepintas aksi tandingan ini terlihat lumrah di negara demokrasi mana pun. Tidak ada persoalan apabila terjadi perbedaan pandangan mengenai suatu fenomena yang terjadi di publik, termasuk dalam menilai kinerja pemerintahan Jokowi.

Yang menjadi soal, tak lama setelah beredarnya video para rektor dan pernyataan alumni kampus itu, terungkap pengakuan bahwa aksi mereka direkayasa. Yang mengenaskan, Cawapres Mahfud MD juga mendapat laporan apabila rektor-rektor tersebut diintimidasi demi meredam petisi yang mengkritik pemerintah Jokowi.

Adalah lumrah jika para petinggi kampus yang didesak memberikan pujian itu tak berani melawan. Entah karena takut kehilangan jabatan maupun takut institusinya diobrak-obrik penguasa, yang jelas fenomena seperti itu bukan kali ini saja terjadi. Bedanya, pernyataan itu berbau kontranarasi yang terorkestrasi dengan irama yang sama, guna merespons kolega mereka di sivitas akademika.

Aparat kepolisian bahkan mengakui bahwa pihaknya memang meminta para petinggi kampus membuat kontranarasi terhadap aksi keprihatinan para guru besar dari puluhan universitas tersebut demi menjaga kesejukan jelang pencoblosan. Diharapkan para tokoh, baik tokoh agama, masyarakat, orang-orang yang punya kompetensi bisa membantu menjaga situasi kamtibmas bisa memyampaikan kontranarasi agar pemilu berjalan aman, lancar, dan tertib.

Namun yang disayangkan, aparat kepolisian sepertinya tidak sadar atau mungkin tidak peduli siapa yang menyebabkan kegaduhan di publik beberapa hari jelang pemilu. Presiden Jokowi dan sejumlah pembantu di kabinetnya lah yang justru membuat kegaduhan politik di Tanah Air dalam beberapa bulan belakangan ini yang berujung pada menghangatnya situasi.

Proses pencawapresan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, yang dipaksakan melalui perubahan aturan di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi pintu masuk kegaduhan. Tidak berhenti sampai di situ, Jokowi seperti membiarkan para menteri dan kepala daerah pendukung paslon Prabowo-Gibran berkampanye secara terbuka, bahkan saat masih menempel di tubuh mereka fasilitas negara. Bahkan, Jokowi sendiri sebagai presiden justru diduga menggunakan instrumen bantuan sosial (bansos) yang berasal dari APBN untuk menarik simpati publik demi memenangkan paslon yang ia dukung.

Lalu, yang tak kalah brutalnya ialah ketika Jokowi menegaskan bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye untuk salah satu paslon. Berbagai aksi dan pernyataan Jokowi itulah yang kemudian membuat nalar para guru besar dan akademisi dari puluhan kampus di berbagai pulau di Indonesia terusik.

Benar bahwa Jokowi menyatakan tidak akan berkampanye. Jokowi juga akhirnya menegaskan lagi bahwa ia memerintahkan agar TNI, Polri, ASN, kepala daerah bersikap netral. Tapi, publik sudah telanjur tidak memercayai ucapan Jokowi yang berubah-ubah. Sebab, sebelumnya Jokowi pernah menyampaikan hal yang sama bahwa ia tidak akan cawe-cawe dan netral, nyatanya ia mencabut ucapannya dengan tindakan cawe-cawe dan kehendak untuk berpihak.

Itulah drama. Itulah benturan ucapan antara Jokowi kemarin dan Jokowi hari ini. Itulah sumber kegaduhan sesungguhnya, hulu ketidakkondusifan menjelang pencoblosan. Seruan guru besar dan sivitas akademika ia reaksi dari aksi ugal-ugalan memain-mainkan aturan dan prinsip demokrasi.

Maka, apabila aparat keamanan ingin membuat Pemilu 2024 ini berlangsung aman dan tertib serta kondusif, silakan minta Jokowi dan sejumlah anggota kabinetnya agar berhenti menggunakan kekuasaan untuk jalan kesesatan. Hal lain yang tak kalah penting, segera bantu kerja penyelenggara pemilu untuk mengantisipasi berbagai kecurangan yang potensial terjadi akibat keberpihakan elite penyelenggara negara.

Aparat keamanan seharusnya tak perlu khawatir dengan aksi para guru besar dan akademisi sebab hampir dipastikan mereka tak ingin merusak negara ini. Mereka hanya geram dengan hilangnya etika bernegara yang dipertontonkan penguasa. Mereka hendak menyentil agar kesadaran dan kewarasan kembali terwujud di megeri ini. Sesederhana itu, sesimpel itu.



Berita Lainnya
  • Bertransaksi dengan Keadilan

    14/6/2025 05:00

    KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.

  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

  • Upaya Kuat Jaga Raja Ampat

    11/6/2025 05:00

    SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.

  • Vonis Ringan Koruptor Dana Pandemi

    10/6/2025 05:00

    UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.

  • Membagi Uang Korupsi

    09/6/2025 05:00

    PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.

  • Jangan Biarkan Kabinet Bersimpang Jalan

    07/6/2025 05:00

    DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.

  • Jangan Lengah Hadapi Covid-19

    05/6/2025 05:00

    DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.

  • Merawat Politik Kebangsaan

    04/6/2025 05:00

    PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.

  • Obral Nyawa di Tambang Rakyat

    03/6/2025 05:00

    JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.

  • Melantangkan Pancasila

    02/6/2025 05:00

    PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.

  • Penegak Hukum Tonggak Kepercayaan

    31/5/2025 05:00

    CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.

  • Palestina Merdeka Tetap Syarat Mutlak

    30/5/2025 05:00

    PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.

  • Keadilan Pendidikan tanpa Diskriminasi

    29/5/2025 05:00

    SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.

  • Meredakan Sengkarut Dunia Kesehatan

    28/5/2025 05:00

    Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.

  • Rampas Aset tanpa Langgar Hak

    27/5/2025 05:00

    BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.