Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
SETELAH sebulan berkutat dalam gelap, pengusutan kasus kematian Brigadir Nofryansah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J mulai menemukan titik terang. Kini, menjadi tugas Polri untuk menjadikan perkara itu benar-benar benderang.
Brigadir J dibunuh di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo di bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli. Kematiannya mencuatkan spekulasi luar biasa, juga keraguan tiada tara di kalangan masyarakat. Profesionalitas Polri pun disorot tajam akibat ketidakprofesionalan sebagian anggotanya.
Bau busuk penyebab kematian Brigadir J menguar ke mana-mana. Begitu banyak kejanggalan disampaikan Polri di awal-awal penanganan kasus itu. Publik bertanya-tanya, kenapa Polri baru membeberkan perkara itu tiga hari setelah kejadian? Publik berkasak-kusuk kenapa CCTV di rumah jenderal polisi rusak, mati, tetapi di hari ke-9 hidup lagi?
Tanda tanya besar, sangat besar, juga mengemuka kenapa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E bisa menggunakan senjata Glock 17 untuk adu tembak dengan Brigadir J? Bukankah Glock 17 hanya untuk perwira?
Pernyataan awal Polri sebatas katanya, meski katanya didasarkan pada hasil penyelidikan. Katanya, Bharada E baku tembak dengan Brigadir J setelah mendengar teriakan istri Sambo, Putri Candrawathi. Katanya, Putri dilecehkan Brigadir J sehingga berteriak. Masih banyak lagi katanya, tetapi masyarakat tak percaya begitu saja.
Sulit disangkal, kasus tersebut berdampak serius, sangat serius, bagi citra polisi di mata masyarakat. Banyak sekali penilaian miring sebab perkara itu dinilai sangat mudah diusut, tetapi faktanya teramat sulit untuk diselesaikan. Yang mudah dibuat rumit, yang cepat dibikin lambat.
Pada konteks itu, kiranya kita patut mendukung langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang punya komitmen tinggi untuk menuntaskan kasus yang terjadi. Dia membentuk tim khusus, lalu memutasi 25 anak buahnya. Kapolri blak-blakan pula bahwa ada ketidakprofesionalan anggotanya sehingga pengusutan berjalan sesat.
Kapolri juga tegas bersikap dengan menonaktifkan Irjen Sambo. Jenderal polisi bintang dua itu kemudian bahkan dicopot dan ditempatkan di Rutan Mako Brimob karena diduga melanggar kode etik. Dia kini diselidiki atas kemungkinan terlibat dalam tindak pidana kematian Brigadir J.
Timsus bentukan Kapolri pun sudah menetapkan dua tersangka, yakni Bharada E dan Brigadir Ricky Rizal. Brigadir Ricky yang ajudan istri Irjen Sambo dijerat pasal pembunuhan berencana.
Meski lambat, gerak Kapolri dan jajarannya bolehlah diapresiasi. Namun, apa yang mereka tunjukkan masih jauh dari cukup. Jelas, sangat jelas, indikasinya ada pelaku lain dalam pembunuhan Brigadir J.
Dalam pengakuannya belakangan ini, misalnya, Bharada E terang-terangan mengatakan diperintah atasannya untuk menembak Brigadir J. Dia juga menyebut sebenarnya tidak baku tembak. Dikatakan pula Irjen Sambo ada di lokasi saat kejadian. Padahal, dalam kisah sebelumnya, Sambo disebut pergi untuk tes PCR.
Betul bahwa Bharada E memang bersalah. Namun, kesediaannya untuk buka-bukaan patut kita hargai. Dia siap menjadi justice collaborator. Dia harus dilindungi agar pengakuan-pengakuan terus diucapkan sehingga kebenaran bisa terkuak nanti.
Jika salah satu pelaku sudah membuat pengakuan, tak ada lagi alasan bagi kepolisian untuk kembali berlama-lama menuntaskan perkara. Penyelesaian kasus ini tidak boleh berhenti di Bharada Eliezer dan Brigadir Ricky. Pedang hukum harus pula menebas pelaku-pelaku lain, siapa pun dia, termasuk otak di balik kematian Brigadir J, setinggi apa pun pangkatnya.
Presiden Jokowi sudah beberapa kali meminta agar kasus itu diungkap dengan sejujur-jujurnya. Kiranya Presiden tak perlu mengulangi permintaan itu lagi. Masyarakat pun sudah lelah, muak, dengan gerak lambat dan aksi tipu-tipu untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Saatnya kasus kematian Brigadir J diselesaikan demi keadilan, juga demi menyelamatkan kredibilitas institusi Polri.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved