TIGA proyek Kawasan Stategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang telah rampung dibangun akhir tahun lalu masih menganggur. Ketiganya ialah Puncak Waringin, Batu Cermin Labuan Bajo, dan Waterfront City yang dibangun pemerintah pusat dengan dana mencapai Rp979 miliar.
Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi mengaku belum dapat mengoptimalkan pemanfaatan ketiga proyek itu karena belum ada serah terima dari Kementerian PU-Pera. Pihak pemerintah pusat berdalih terdapat beberapa urusan administrasi yang membuat penyerahan tertunda.
Di balik itu, ada pula kegamangan pemerintah pusat untuk begitu saja menyerahkan pengelolaan aset wisata tersebut kepada daerah. Pusat ragu daerah mampu merawat dan mengelola dengan maksimal. Layaknya perlakuan orangtua overprotektif terhadap anaknya.
Kegamangan tersebut, baik disadari maupun tidak, menghambat kepercayaan diri dan perkembangan anak. Begitu pula yang terjadi pada hubungan pusat dan daerah dalam pengalihan tanggung jawab kepemilikan serta pengelolaan aset nasional.
Betul, bahwa pemerintah pusat menggelontorkan triliunan rupiah untuk membiayai proyek-proyek strategis nasional yang dibangun di atas tanah pemda. KSPN Labuan Bajo hanya satu dari 10 KSPN yang menjadi prioritas untuk menghadirkan destinasi wisata berkualitas ke kancah internasional.
Pemerintah tentu tidak ingin aset-aset mahal itu kemudian terbengkalai karena ketidakmampuan pemda mengelola. Akan tetapi, di sisi lain cepat atau lambat aset wisata tersebut harus dikembalikan ke daerah. Lebih baik cepat ketimbang lambat agar dapat segera dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
Semakin diulur-ulur, semakin banyak pula kesempatan yang hilang untuk mengambil manfaat optimal pengelolaan KSPN. Rakyat pula yang akhirnya dirugikan.
Kasus tertundanya penyerahan KSPN Labuan Bajo juga menunjukkan ketidaksiapan pemerintah pusat dalam pembuatan perangkat purnabangun untuk memastikan pengelolaan KSPN memenuhi standar yang ditetapkan. Perangkat itu diperlukan sebagai pengikat agar KSPN terus-menerus terawat dan termanfaatkan dengan baik di tangan pemda.
Bila perlu buat aturan yang memuat ancaman sanksi terhadap pemda yang gagal memenuhi standar pengelolaan KSPN. Sanksi terberat berupa pengambilalihan kembali pengelolaan oleh pemerintah pusat.
Publik pun ingin pemda benar-benar serius dalam mengelola aset-aset nasional. KSPN bukan proyek main-main untuk sekadar menghamburhamburkan anggaran demi memuaskan kepentingan pribadi atau golongan. Ada masa depan rakyat bertumpu di KSPN.
Kita apresiasi pemerintah yang bekerja keras mewujudkan ‘Bali-Bali baru’ ke hadapan dunia. Proyek KSPN telah melalui perjalanan panjang sejak dicetuskan pertama kali melalui Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Kepariwisataan tahun 2010-2025.
Baru lima tahun kemudian, lewat Perpres No 3 Tahun 2016, sepuluh KSPN dicanangkan. Pembangunannya bersama 190 proyek lainnya dipercepat dengan berlandaskan Perpres No 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Dari sepuluh KSPN, lima menjadi proyeksi superprioritas. Kelimanya ialah Danau Toba, Borobudur, Manado-Likupang-Bitung, Mandalika, dan Labuan Bajo.
Kini, satu per satu proyek KSPN telah rampung. Saatnya untuk mengelola dengan memberdayakan perekonomian masyarakat setempat agar proyek yang dibiayai oleh uang rakyat kembali lagi kepada rakyat untuk kemakmuran rakyat.