Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
HARI ini sedianya Rapat Paripurna DPR akan mengambil keputusan mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Jika rapat sepakat menyetujui, RUU tersebut selanjutnya baru akan dibahas bersama pemerintah sebagai RUU inisiatif DPR.
Ya, jalan masih panjang untuk undang-undang yang sudah mendesak kehadirannya tersebut. RUU TPKS baru sampai pada upaya menyusun draf dan mendapatkan persetujuan parlemen untuk dibahas. Akan tetapi, draf RUU itu mendapat ganjalan-ganjalan begitu keras.
Seiring dengan perjalanan bakal beleid tersebut, jumlah kasus kekerasan seksual tidak surut. Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus hingga dua kali lipat pada 2021 jika dibandingkan dengan di 2020. Tidak kurang dari 5.700 laporan kasus yang telah diterima Komnas Perempuan.
Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SNPHPN) Tahun 2021 juga mencatat sebanyak 26% atau 1 dari 4 perempuan usia 15 hingga 64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan atau selain pasangan. Selain itu, 34% atau 3 dari 10 anak laki-laki dan 41,05% atau 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis atau lebih kekerasan selama hidupnya.
Diyakini, kasus kekerasan seksual yang tercatat terlaporkan masih jauh di bawah jumlah kejadian. Kasus-kasus itu seperti fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan hanya sebagian kecil.
Salah satu penyebab kasus-kasus kekerasan seksual terkubur begitu saja ialah karena lemahnya perlindungan terhadap korban. Peraturan perundangan yang ada saat ini kurang mengakomodasi keberpihakan kepada anak-anak, perempuan, maupun laki-laki yang menjadi sasaran perilaku biadab pelaku.
Di samping itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mengenal dua kategori kekerasan seksual, yakni pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan. Kekosongan-kekosongan ini yang diupayakan untuk diisi oleh RUU TPKS.
Dalam draf yang sudah dirampungkan Badan Legislasi DPR, RUU TPKS mengklasifikasikan kekerasan seksual dalam 9 kategori. Dengan demikian, definisinya lebih luas sehingga akan lebih mampu menjerat para pelaku.
Dalam penyusunan undang-undang yang mengatur hajat hidup orang banyak, wajar bila timbul pro dan kontra. Di sini pentingnya untuk tetap membuka ruang partisipasi publik demi menjaring masukan dari banyak pihak.
Kita akui tidak mudah merampungkan RUU TPKS yang dalam perjalanannya sejauh ini diwarnai perdebatan. Akan tetapi, itu bukan berarti mustahil untuk disahkan.
RUU TPKS membutuhkan kerja keras dari DPR, pemerintah, dan para pemangku kepentingan lain untuk mencapai kesepakatan. Itu pun mungkin pada akhirnya juga tidak bisa memuaskan semua pihak. DPR dapat berpegang pada satu hal yang kita semua pasti sepakat bahwa pelaku kejahatan kekerasan seksual tidak boleh dibiarkan lolos dari jerat pidana.
Berlambat-lambatnya DPR dalam menyusun RUU TPKS malah sudah sampai membuat pihak pemerintah geregetan. Presiden Joko Widodo akhirnya juga mendesak pengesahan bakal beleid itu. Desakan itu menunjukkan kesiapan pemerintah untuk mengegolkan RUU TPKS melalui proses pembahasan bersama DPR.
Tolong, DPR jangan lagi mencari-cari alasan untuk menunda pengesahan RUU TPKS. Bila pembahasan terus berlarut-larut, apa masih patut para wakil rakyat mempertanyakan kenapa dalam berbagai survei, tingkat kepercayaan publik terhadap mereka hampir selalu menempati posisi paling buncit?
Tunjukkan bahwa DPR tidak hanya sigap membuat undang-undang yang ditudingkan hanya untuk kepentingan parlemen sendiri. Buktikan, DPR benar-benar bekerja tidak kenal waktu dan menerobos halangan pandemi demi terbentuknya undang-undang yang melindungi rakyat.
LAGI dan lagi, publik terus saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara.
MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved