Memuliakan Penyandang Disabilitas

02/12/2021 05:00
Memuliakan Penyandang Disabilitas
(MI/Duta)

 

 

PENGAKUAN akan kesetaraan para penyandang disabilitas di negeri ini terus menunjukkan peningkatan. Negara tiada henti berupaya memosisikan mereka sejajar dengan anak-anak bangsa yang lain.

Penyandang disabilitas memang memiliki keterbatasan. Namun, bukan berarti mereka kemudian boleh diperlakukan berbeda. Mereka sama dengan warga normal, tidak berbeda dengan warga biasa, tak lebih tak kurang.

Pengakuan negara atas kesetaraan penyandang disabilitas semakin tinggi dengan dibentuknya Komisi Nasional Disabilitas sekaligus pelantikan para komisioner yang akan menggawanginya oleh Presiden Joko Widodo, kemarin. Komnas ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Ia juga tindak lanjut dari Peraturan Presiden No 68 Tahun 2020 tentang Komnas Disabilitas.

Komnas Disabilitas pun punya misi dan tujuan mulia. Ia ada untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak penyandang disabilitas.

Betul bahwa Komnas Disabilitas semestinya dibentuk dua bulan setelah UU Nomor 8 Tahun 2016 terbentuk. Benar pula bahwa lembaga ini baru dapat direalisasikan lima tahun setelah undang-undang itu disahkan DPR pada April 2016.

Kendati begitu, eksistensinya tetap patut disambut positif.

Komnas Disabilitas diperlukan untuk ikut memastikan para penyandang disabilitas mendapat perlakuan dan penghormatan yang sama dengan warga biasa. Ia adalah pengawal bagi terpenuhinya hak-hak mereka.

Dengan tugas untuk memantau, mengevaluasi, mengadvokasi pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, Komnas Disabilitas jelas merupakan lembaga yang sangat penting di negeri ini. Karena itu, sebagai wujud dari implementasi Convention of The Rights of Persons with Disabilities (CRPD), amanah mulia yang telah diembankan di pundak para komisioner pantang disia-siakan.

Dengan keberadaan Komnas Disabilitas, kepedulian negara kepada para penyandang disabilitas semakin nyata. Ia menambah panjang deretan kebijakan pemerintah yang memuliakan mereka.

Masih lekat dalam ingatan, misalnya, betapa pemerintah meninggikan derajat para atlet penyandang disabilitas. Tatkala mengharumkan nama bangsa dan negara di Asian Paralympic 2018 dan Paralympic 2020, mereka memperoleh bonus sama besar dengan atlet peraih medali di Asian Games 2018 dan Olimpiade 2020.

Pun demikian di ajang Pekan Paralimpik Nasional XVI yang belum lama ini bergulir di Papua. Perhatian pemerintah begitu kentara, sama seperti pada perhelatan PON XX di tempat yang sama.

Sebagus apa pun peraturan atau kebijakan sebagai penghormatan kepada penyandang disabilitas, tak akan optimal jika implementasinya buruk. Kini, dengan adanya Komnas Disabilitas, kita boleh berharap persoalan-persoalan implementasi di lapangan dapat direduksi.

Sebagai lembaga independen, Komnas Disabilitas tentu wajib independen dalam bekerja. Hanya kepentingan para penyadang disabilitas yang mengikatnya, bukan kepentingan yang lain siapa pun dia.

Elok nian pula bila Komnas Disabilitas tidak ditempatkan di bawah Kementerian Sosial, baik secara keuangan maupun kesekretariatan.

Mengaitkan Komnas Disabilitas dengan Kementerian Sosial hanya akan mengembalikan masalah disabilitas ke isu belas kasih. Padahal, UU Nomor 8/2016 jelas memandang disabilitas sebagai isu hak asasi manusia, bukan lagi sekadar masalah kesejahteraan sosial.

Tak terlalu sulit bagi pemerintah mengubah isi perpres yang melekatkan Komnas Disabilitas ke Kementerian Sosial. Karena disabilitas adalah isu HAM, Komnas Disabilitas semestinya masuk rumpun Kementerian Hukum dan HAM. Jika itu terjadi, lengkap sudah kado bagi mereka yang merayakan Hari Disabilitas Internasional, 3 Desember besok.



Berita Lainnya