Basmi Mafia di Ibu Kota Baru

11/11/2021 05:00
Basmi Mafia di Ibu Kota Baru
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

GEROMBOLAN mafia tanah rupanya punya nyali tinggi. Betapa tidak, ketika pemerintah sedang menabuh genderang perang, mereka tak lantas menyurutkan aksi-aksi kotor seperti yang dilakukan selama ini.

Bisnis kotor mafia tanah memang menggiurkan. Bermodal beragam model tipu muslihat, mereka bisa mengantongi fulus besar dengan merugikan pihak-pihak lain. Bak pepatah ada gula ada semut, mereka selalu hadir di daerah yang menjanjikan peluang untuk melakukan patgulipat demi meraup keuntungan.

Itulah yang kini terjadi di Kalimantan Timur, wilayah yang dipilih Presiden Joko Widodo sebagai ibu kota baru negara, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara. Pilihan itu diumumkan Jokowi pada 26 Agustus 2019.

Sebagai pusat pemerintahan nantinya, tentu tanah di daerah itu tak lagi murah. Harga tanah akan terus melonjak tinggi, dan inilah yang dimanfaatkan gerombolan mafia tanah untuk mengeruk uang.

Mafia tanah sudah dan akan terus beroperasi di Kalimantan Timur. Permainan mereka semakin terlihat nyata. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana pun mengatakan permainan kotor itu kian banyak. Mereka berusaha menguasai tanah-tanah strategis yang berkaitan dengan proyek nasional.

 

Beberapa modus operandi mafia tanah juga sudah terendus. Mereka, misalnya, merekayasa seolah-olah ada sengketa kepemilikan melalui jalur pengadilan. Kemudian, di Jakarta, lokasi tanah strategis diakui kepemilikannya oleh mafia tanah berdasarkan eigendom verponding (hak milik lawas) yang sudah tidak berlaku.

Ada pula kerja sama antara mafia dan kepala desa atau lurah untuk mendapatkan girik. Modus lain menggunakan dokumen eigendom palsu atau yang tidak berlaku lagi. Fadil bahkan mengatakan oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional turut menjadi bagian dari mafia tanah.

Praktik-praktik busuk itu jelas pantang dibiarkan. Sepak terjang para mafia tanah mesti segera dihentikan karena jika tidak, mereka akan menghadirkan banyak kerugian.

Kerugian tentu saja akan dialami oleh para pemilik sah. Mereka pada umumnya masyarakat biasa yang tak berdaya ketika telah menjadi korban mafia tanah.

Kerugian lain yang tak kalah penting ialah terganggunya proyek-proyek pembangunan. Akibat ulah mafia, tanah yang tadinya murah menjadi mahal sehingga biaya pembangunan membengkak. Akibat ulah mafia, proses pembebasan tanah tak jarang pula menjadi berlarut-larut, yang tentu saja menghambat pelaksanaan proyek.

Sisi buruk semacam itu pula yang berpotensi menjadi perintang pembangunan ibu kota baru. Karena itu, tindakan tegas tanpa kompromi sejak dini menjadi kemestian agar mafia tidak semakin merajalela.

Presiden Jokowi telah menganggarkan Rp510 miliar untuk membangun ibu kota baru sekaligus menjadikannya sebagai proyek strategis nasional pada 2022. Akan sangat memalukan jika pemerintah yang memiliki segala perangkat nantinya dibuat repot oleh mafia tanah.

Mampu tidaknya membasmi mafia tanah di Kalimantan Timur adalah tolok ukur kapasitas dan kapabilitas pemerintah dalam memerangi penjahat agraria. Jika di proyek prioritas Jokowi itu saja pemerintah tak berdaya, jangan harap bisa berjaya dalam perang melawan para mafia di seluruh negeri ini.

Jokowi telah mengingatkan agar tidak ada aparat yang menjadi beking mafia tanah. Satgas antimafia tanah telah dibentuk. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil juga sudah menegaskan mafia tanah tak boleh menang. Polri telah menyatakan pula siap memberantas mafia tanah. Jaksa Agung ST Burhanuddin pun kemarin berseru, “Habisi mafia tanah!”

Kita sungguh gembira dengan semangat luar biasa para petinggi negara itu. Akan tetapi, kita akan superkecewa jika semangat itu hanya menggelora sebatas kata. Rakyat menunggu bukti bahwa negara lebih berkuasa ketimbang mafia.



Berita Lainnya