Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
PEMILIHAN Presiden 2024 masih sekitar 2,5 tahun lagi. Namun, hari-hari ini kian sering kita mendengar dan menonton munculnya nama-nama tokoh yang sepertinya bakal meramaikan bursa calon presiden (capres) di pilpres tersebut.
Tidak cuma semakin sering diperbincangkan, deklarasi dukungan dari para pengagum tokoh-tokoh itu pun telah banyak dilakukan. Bahkan sudah sejak pertengahan tahun ini baliho-baliho iklan dari sejumlah tokoh mulai banyak bertebaran. Tujuannya tentu mengikat perhatian masyarakat sejak dini.
Bila berpatokan dari sejumlah survei terkait dengan elektabilitas bakal calon presiden, nama-nama seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan tidak hanya paling santer disebut, tapi juga hampir selalu mendominasi papan atas bursa. Di bawahnya yang masih harus berjuang keras untuk merangsek ke atas sebutlah Ridwan Kamil, Puan Maharani, Sandiaga Uno, Airlangga Hartarto, Erick Thohir, dan sejumlah nama lain.
Semakin banyak nama yang muncul sedari awal sesungguhnya semakin bagus untuk memberi waktu kepada masyarakat menimbang sekaligus meriset calon-calon tersebut. Publik bisa sejak dini menelusuri rekam jejak atas nama-nama yang beredar. Toh, tidak ada yang salah dengan kemunculan nama-nama itu. Bukankah demokrasi memberikan hak kepada setiap anak bangsa untuk menjadi presiden? Bukankah jabatan presiden bukan monopoli siapa-siapa?
Yang ingin kita ingatkan ialah bahwa dinamika dukung-mendukung, sokong-menyokong, itu untuk saat ini biarlah berjalan hanya di tataran masyarakat. Silakan saja barisan pendukung melakukan deklarasi, promosi, atau bahkan melambung-lambungkan popularitas sang tokoh sepanjang masih dalam koridor etik dan aturan yang berlaku. Malah bagus buat publik, minimal sebagai tontonan sekaligus masukan awal sebelum mereka menyaring pilihan.
Namun, akan menjadi masalah jika tokoh-tokoh yang disebut itu terlalu dini merespons dukungan yang datang atau malah terbawa dalam agenda pencapresan itu. Apalagi kita tahu, hampir semua nama yang disebut punya prospek menjadi capres dan menduduki papan atas survei ialah pejabat publik. Punya keinginan atau niat menjadi presiden tidak salah, tapi bukankah momentumnya saat ini terlalu prematur?
Katakanlah sebagian nama itu yang sekarang menduduki jabatan menteri, mereka baru efektif bekerja dua tahun, bahkan mungkin kurang. Kalau mereka terlampau genit dan menyiapkan 'pencapresan' sedari sekarang, sangat mungkin kurun tiga tahun ke depan tidak akan optimal digunakan untuk kepentingan publik.
Konsentrasi dan komitmen pada kepentingan publik akan dikacaukan pertimbangan-pertimbangan popularitas. Itu yang kita tidak ingin terjadi. Kasihan rakyat yang kepentingannya terlalu dini ditinggalkan demi mengejar kepentingan calon.
Aturan pemilu di Indonesia menyebut calon presiden dan wakil presiden diusulkan parpol atau gabungan parpol. Karena itu, jika kita mau tekun dengan alur yang benar dan konstitusional, sejatinya saat ini waktunya bagi partai politik menangkap aspirasi publik dalam hal penentuan calon presiden.
Parpol semestinya menyerap suara rakyat yang tecermin pada hasil survei dan deklarasi-deklarasi dukungan. Tak elok jika parpol masih terbelenggu oleh pragmatisme kekuasaan dan malah menutup pintu dari calon-calon yang didukung publik, yang boleh jadi punya rekam jejak baik dan berintegritas tinggi.
Bila publik dan partai memakai perspektif itu, apa yang terjadi hari ini dengan banyaknya nama capres beredar semestinya bisa dimaknai sebagai kapital untuk mewujudkan pilpres aspiratif dan tentunya berkualitas.
PERSAINGAN di antara para kepala daerah sebenarnya positif bagi Indonesia. Asal, persaingan itu berupa perlombaan menjadi yang terbaik bagi rakyat di daerah masing-masing.
DALAM dunia pendidikan di negeri ini, ada ungkapan yang telah tertanam berpuluh-puluh tahun dan tidak berubah hingga kini, yakni ganti menteri, ganti kebijakan, ganti kurikulum, ganti buku.
JULUKAN ‘permata dari timur Indonesia’ layak disematkan untuk Pulau Papua.
Indonesia perlu bersikap tegas, tapi bijaksana dalam merespons dengan tetap menjaga hubungan baik sambil memperkuat fondasi industri dan diversifikasi pasar.
IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) bukan lembaga yang menakutkan. Terkhusus bagi rakyat, terkecuali bagi penjahat.
PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto tampaknya mulai waswas melihat prospek pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2028-2029.
LAGI dan lagi, publik terus saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara.
MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved