Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
DI tengah geliat pembangunan nasional menuju Indonesia emas 2045, ada satu pertanyaan penting yang perlu kita renungkan: apa yang membuat sebuah daerah mampu bangkit dan berkontribusi dalam peta peradaban bangsa? Jawabannya tidak hanya terletak pada infrastruktur fisik, tetapi juga pada kualitas manusianya—yang dibentuk dan ditempa pendidikan.
Belum lama ini, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengadakan sarasehan budaya bertema Membangun peradaban baru Indramayu Barat yang dihadiri para pengusaha, tokoh masyarakat, dan pemangku kepentingan dari Kabupaten Indramayu. Sarasehan itu tidak sekadar diskusi formal, tetapi juga menjadi komitmen nyata UNJ dalam mendorong transformasi sosial berbasis pendidikan. Sebuah langkah strategis untuk menjadikan pendidikan sebagai fondasi peradaban baru di kawasan yang selama ini kerap terpinggirkan dalam pembangunan nasional.
Pemilihan Indramayu Barat bukan tanpa sebab. Ia ialah kawasan strategis di jalur pantura yang kaya dengan lumbung pertanian, kekayaan bahari, dan budaya lokal yang hidup. Namun, di balik semua potensi itu, Indramayu Barat menyimpan tantangan klasik pembangunan seperti rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM), terbatasnya akses pendidikan menengah dan tinggi, minimnya infrastruktur sosial dan transformasi digital, serta ketimpangan kualitas guru dan lemahnya literasi karakter.
Meskipun demikian, terungkap adanya peluang besar di Indramayu Barat. Pertama, masyarakat memiliki semangat gotong royong dan kekayaan budaya lokal. Kedua, pemerintah pusat dan provinsi semakin menyadari pentingnya pembangunan berbasis wilayah marginal, dan ketiga, hadirnya teknologi digital membuka kemungkinan besar untuk melompati kesenjangan infrastruktur fisik.
STRATEGI EFEKTIF
Sejumlah studi mencatat bahwa pendidikan menjadi strategi efektif bagi peningkatan IPM di berbagai belahan dunia (Bae et al, 2014), termasuk di Indonesia (Purwanti, 2014). Hal itu disebabkan pendidikan merupakan investasi yang sangat menentukan bagi indeks pembangunan manusia sebuah negara. Oleh karena itu, perhatian dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan harus menjadi kerja bersama pemerintah dari level atas sampai daerah, serta partisipasi aktif masyarakat.
Pendidikan yang berkualitas bukan hanya soal angka partisipasi sekolah, melainkan juga menyangkut kualitas sistem pembelajaran, relevansi kurikulum dengan kebutuhan masyarakat, serta ketangguhan karakter generasi muda dalam menghadapi perubahan global.
Indramayu Barat selama ini kurang terjangkau oleh investasi pendidikan besar, memerlukan pendekatan yang berbeda: pendidikan yang menjadi alat pembebasan dan pemberdayaan sosial. Indramayu Barat membutuhkan perencanaan pendidikan berbasis data lokal, peta sosial ekonomi, serta kebutuhan riil masyarakat.
Pendidikan tidak boleh dipaksakan dalam format nasional yang seragam, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan lokal: seperti pendidikan vokasi berbasis kebutuhan daerah, teknologi pascapanen, literasi digital nelayan, dan kewirausahaan berbasis desa. Lebih dari itu, dalam konteks membangun peradaban, pendidikan hendaknya bukan sekadar mencetak lulusan, melainkan juga mengubah pola pikir, karakter, dan kapasitas warga untuk menjadi agen pembangunan, membawa perubahan sosial secara progresif dan inklusif.
BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Dalam konteks Indramayu Barat, pendidikan harus mampu menghadirkan sistem pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan lokal. Selanjutnya membentuk karakter yang tangguh dan beretika serta mendorong kemandirian ekonomi berbasis potensi desa.
Tidak kalah pentingnya juga memanfaatkan teknologi digital sebagai akselerator perubahan. Itu sesuai dengan tesis Paulo Freire (1970), bahwa pendidikan yang membebaskan ialah pendidikan yang membuat orang menyadari realitasnya, lalu berani mengubahnya. Itulah jenis pendidikan yang dibutuhkan di Indramayu Barat.
Selanjutnya, pendidikan di Indramayu Barat harus dirancang sesuai dengan potensi dan kebutuhan lokal. Misalnya, sekolah di wilayah agraris bisa memiliki mata pelajaran pilihan tentang pertanian presisi, irigasi digital, dan pengelolaan pascapanen. Madrasah dapat menjadi pusat integrasi nilai spiritual dengan inovasi ekonomi umat.
Dalam hal itu, pentingnya model contextual learning dan project-based learning agar peserta didik mampu mengaitkan ilmu dengan realitas sekitarnya. Di wilayah agraris seperti Indramayu Barat, sekolah dapat menyisipkan pelajaran tentang (1) teknologi pertanian dan nelayan presisi; (2) pengelolaan pascapanen; (3) irigasi berbasis digital; (4) literasi digital bagi nelayan, dan (5) kewirausahaan desa berbasis UMKM.
Dalam kontek Indramayu Barat, pendidikan tidak bisa berjalan sendiri. Ia harus menjadi ruang kolaborasi berbagai aktor melalui pendekatan pentaheliks. Itu artinya pemerintah daerah Indramayu perlu menyusun roadmap sumber daya manusia berbasis data lokal. Selanjutnya, perguruan tinggi seperti UNJ harus mendampingi sekolah dan pelatihan guru. Dunia usaha terlibat dalam pendidikan vokasi dan magang.
Tidak kalah pentingnya, lembaga keagamaan dan budaya menjaga nilai-nilai luhur lokal, yang didukung adanya komunitas masyarakat sipil mendorong gerakan literasi dan partisipasi warga. Dengan sinergi seperti itu, pendidikan menjadi pembangun jembatan antarsektor, bukan hanya urusan birokrasi semata.
Bayangkan jika anak-anak petani di Lelea atau Kandanghaur menjadi ahli teknologi agrikultur berbasis AI. Bayangkan santri madrasah di Gabuswetan menciptakan aplikasi digital untuk pemasaran hasil bumi. Semua itu bukan fantasi, tapi sangat mungkin—asalkan pendidikan menjadi panglima peradaban, bukan hanya pelengkap laporan tahunan.
Pembangunan peradaban bukanlah soal membangun jalan dan jembatan semata. Ia adalah soal membangun manusia: yang berpikir kritis, punya visi, dan berakar pada nilai-nilai luhur. Indramayu Barat telah memiliki fondasi sosial yang kuat—gotong royong, spiritualitas lokal, dan semangat kebersamaan.
Kini saatnya fondasi itu diperkuat pendidikan yang mencerdaskan, memanusiakan, dan membebaskan. Jika kita serius, tidak ada alasan Indramayu Barat tidak bisa menjadi model kebangkitan wilayah marginal berbasis pendidikan. Inilah waktunya. Semoga.
Banyak sekolah, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar), masih menghadapi kendala dalam memaksimalkan penggunaan Chromebook.
Hari ini menandai dimulainya secara resmi kegiatan belajar-mengajar di Sekolah Rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia.
MAJELIS Masyayikh menyelenggarakan Uji Publik Dokumen Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Eksternal (SPMI–SPME) untuk Pendidikan Pesantren Jalur Nonformal
Kemenag Pastikan Tunjangan Guru PAI Non ASN Naik Rp500 Ribu
Rumah Pendidikan menyediakan layanan spesifik bagi berbagai pemangku kepentingan pendidikan, mulai dari Ruang Guru dan Tenaga Kependidikan, Ruang Murid, Ruang Bahasa, hingga Ruang Sekolah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved