Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PENUNTASAN penyelidikan setiap kasus hukum, terutama yang sangat menyita perhatian khalayak, sejati nya memerlukan banyak prasyarat. Harus transparan dan objektif, itu sudah pasti. Namun, yang tidak kalah penting ialah kecepatan. Bukan dalam arti asal cepat, tetapi cepat yang tetap dibarengi dengan kecermatan, ketelitian, dan keterukuran.
Poin kecepatan itulah yang sepertinya kurang bisa dipenuhi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam investigasi terkait penembakan terhadap enam orang Laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh aparat kepolisian beberapa waktu lalu. Kasus ini, mau tak mau, memang menuntut pengungkapan yang cepat dan tepat jika melihat dinamika reaksi di masyarakat yang sangat terbelah antara yang pro dan yang kontra.
Namun, saat konferensi pers, kemarin, yang sedianya diharapkan ada penjelasan yang sejelas-jelasnya terkait penembakan di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek itu, Komnas HAM justru mengaku belum bisa memberikan kesimpulan atau rekomendasi apa pun.
Mereka baru sebatas membeberkan bukti-bukti yang sebagian bahkan belum mereka yakini berhubungan dengan peristiwa tersebut. Contohnya temuan proyektil yang jumlahnya tujuh, Komnas HAM mengaku baru yakin untuk enam proyektil. Satu proyektil lain, mereka masih ragu.
Kita mafhum bahwa model investigasi yang partisipatif memang membutuhkan kecermatan dan kedalaman analisis. Namun, tetap saja, kecepatan harus menjadi variabel yang juga diutamakan. Ini penting karena di era teknologi informasi seperti sekarang, kita berlomba dengan kencangnya penyebaran hoaks yang mungkin saja akan mendistorsi penyelidikan.
Komnas HAM pun mengakui hal itu. Penyelidikan belum rampung, hoaks sudah beredar kencang. Selama proses penyelidikan, mereka mengaku mendapatkan sejumlah fakta tersebarnya informasi terkait penyelidikan Komnas HAM yang sebagian besar hoaks. Bahkan ada
banyak hoaks yang coba menggabungkan dengan analisis kesimpulan Komnas untuk peristiwa yang lain.
Pada satu sisi, hoaks tak boleh dibiarkan. Penyebarnya harus diusut. Namun, di luar dari kejahatan hoaks itu sendiri, publik tentu boleh menduga boleh jadi hoakshoaks itu muncul karena proses penyelidikan di Komnas HAM tak dilakukan dalam senyap. Mereka terlalu royal bicara kepada publik, kepada media. Boleh jadi juga ‘keterbukaan’ yang sedikit kebablasan itu merupakan efek dari adanya kesan persaingan penyelidikan kasus itu antara Komnas HAM dan kepolisian.
Namun, kini bukan saatnya saling menyalahkan. Kita harapkan seperti janji Komnas HAM dalam konferensi pers, kemarin, yang akan bekerja secepat-cepatnya agar kasus itu bisa segera terselesaikan sehingga tidak menimbulkan kegelisahan di masyarakat, bisa benar-benar direalisasikan. Soal aroma persaingan Komnas HAM dan kepolisian, mestinya juga tak perlu dibesar-besarkan karena sejatinya mereka bekerja di ruang yang berbeda.
Sesuai undang-undang, Komnas HAM hanya bisa melakukan penyelidikan, mereka tak punya kewenangan penyidikan pro justicia. Hasil akhir dari pekerjaan Komnas HAM ialah rekomendasi. Pada akhirnya, jika terkait dengan kriminal, penyidikan tetap dilakukan kepolisian, atau bila ada pelanggaran HAM berat, diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Dengan demikian, Komnas HAM terbatas sebagai penyelidik untuk menemukan ada atau tidak adanya dugaan pelanggaran HAM yang berat dalam kasus penembakan tersebut. Jaksa Agung sebagai penyidik dengan lingkup menentukan tersangka, membuat tuntutan dan memprosesnya di pengadilan. Bisa dihitung dengan jari satu tangan jumlah kasus yang diusut Komnas HAM dan bermuara di pengadilan.
Agar rekomendasi itu cepat dihasilkan, pesan kita kepada Komnas HAM mulailah bekerja dengan lebih senyap. Tuntaskan rekomendasi dengan cepat, tidak bertele-tele, sehingga tidak keburu dicaplok hoaks. Kasus ini terlalu sensitif bila dibiarkan tanpa penyelesaian terlalu lama.
Namun, jika itu tidak dapat dilakukan, jangan salahkan bila muncul tawaran opsi untuk menyerahkan penyelidikan kasus penembakan itu sepenuhnya kepada kepolisian. Komnas HAM tak lagi melakukan penyelidikan, tetapi bersama publik fokus mengawal kepolisian untuk segera menuntaskan kasus tersebut secara cepat dan seadil-adilnya.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved