Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PEPATAH Prancis mengatakan 'histoire se repete atau sejarah mengulang dirinya sendiri. Sejarah lebih dari 100 tahun lalu pun seperti terepetisi ketika dulu kita hidup di bawah penjajahan Belanda dan kini berada dalam cengkeraman kolonialisme virus korona atau covid-19.
Dua fakta sejarah itu memang tidak sama persis, tetapi sama-sama menghadirkan kesulitan luar biasa bagi bangsa. Dulu Belanda melakukan penindasan secara kasatmata, kini pandemi virus korona menebarkan penderitaan secara diam-diam.
Namun, sejarah juga menunjukkan penjajahan selalu bisa dikalahkan. Sama seperti ketika mengalahkan Belanda dulu, kita juga pasti bisa memecundangi korona. Itulah semangat dan keyakinan yang harus kita kedepankan, sama seperti semangat dan keyakinan anak-anak bangsa tatkala membentuk Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 silam.
Boedi Oetomo digagas Wahidin Soedirohoesodo serta didirikan Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, dan Soeraji. Tujuan mereka amat mulia, yakni ingin mendobrak ketidakadilan yang dipelihara penjajah Belanda sekaligus menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai orang Indonesia.
Itulah cikal bakal kebangkitan bangsa untuk semakin gigih melepaskan diri dari penjajahan. Kita pun kemudian mengenangnya sebagai Hari Kebangkitan Nasional yang selalu kita peringati saban 20 Mei.
Semangat Boedi Oetomo tak pernah lekang oleh zaman, bahkan dalam situasi sekarang amatlah relevan. Boedi Oetomo mengajarkan bahwa berbagai bentuk keterjajahan hanya bisa diatasi hingga datang kemerdekaan bila sebuah bangsa merajut persatuan dan kesatuan serta menanggalkan keterpecahbelahan. Penjajahan pasti bisa dienyahkan jika sebuah bangsa mengedepankan semangat nasionalisme secara kolektif.
Semangat-semangat itulah yang kita perlukan saat ini. Harus diakui, persatuan dan kesatuan masih menjadi persoalan tatkala kita menghadapi perang besar melawan covid-19. Sulit dibantah, kesadaran kolektif untuk bersama-sama menghadapi musuh berbahaya itu belum paripurna.
Ketika korona terus menyerang dari segala penjuru tanpa mengenal waktu, belum semua anak bangsa punya kepedulian untuk melawannya. Inkonsistensi dan ketidaktegasan terkadang masih dipertontonkan pemerintah sebagai pemimpin perang sehingga memantik kebingungan dan ketidakpercayaan rakyat. Sikap pengabaian pun terus diperlihatkan sebagian masyarakat dengan melanggar beragam ketentuan untuk memutus rantai penularan covid-19.
Betul bahwa sudah banyak upaya yang kita lakukan dalam beberapa bulan terakhir. Hasilnya pun mulai tampak di beberapa daerah, tetapi harus tegas dikatakan bahwa perang melawan virus korona masih jauh dari selesai. Laporan yang dilansir kemarin bahkan menunjukkan penambahan kasus positif mencatat rekor tertinggi, yakni 693, sehingga total menjadi 19.189 kasus. Sementara itu, pasien yang sembuh bertambah 108 menjadi 4.575 dan yang meninggal bertambah 21 menjadi 1.242 orang.
Dengan mengadopsi semangat Boedi Oetomo yang mengajarkan kegigihan, upaya untuk memutus rantai penyebaran covid-19 ialah prioritas yang harus terus kita maksimalkan. Dengan semangat Boedi Oetomo yang mengajarkan pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan, kita mesti bekerja lebih keras lagi untuk ikut menemukan vaksin dan obat penyembuhan ke depan.
Para cerdik pandai kita telah sukses membuat inovasi dan memproduksi alat rapid test dan ventilator yang kemarin secara resmi diluncurkan Presiden Jokowi. Kita yakin, sangat yakin, anak-anak bangsa kita juga mumpuni untuk menghasilkan vaksin dan obat covid-19 yang juga sangat ditunggu-tunggu masyarakat dunia.
Untuk segera lepas dari penjajahan virus korona, tidak ada cara lain kecuali kita bersatu padu mengenyahkannya. Kesatuan sebagai sesama anak bangsa mutlak kita kedepankan, bukan malah saling menyalahkan dan menegasikan, dalam situasi yang sangat sulit sekarang ini. Apalagi, tak cuma melawan serangan langsung dari virus korona, kita juga menghadapi dampak turunan yang bisa jadi lebih berbahaya, yakni krisis ekonomi dan sosial.
Dulu, 112 tahun yang lalu, Wahidin Soedirohoesodo dan kawan-kawan memelopori kebangkitan nasional untuk melawan penjajahan Belanda. Kini, kebangkitan nasional menjadi kemestian untuk mengenyahkan kolonialisme covid-19.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved