Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KITA mestinya 'berterima kasih' pada kejadian pemadaman total (blackout) di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8) lalu. Di balik efek kejutnya yang membuat aktivitas berbasis listrik lumpuh dan pelaku bisnis menanggung rugi, blackout telah menunjukkan sebuah pesan mahapenting.
Apa itu? Ketahanan energi kita lembek, rapuh. Kita mesti prihatin karena Republik ini ternyata belum mampu memproteksi ketahanan energi dengan baik. Padamnya listrik hingga berjam-jam, bahkan sebagian wilayah baru bisa menikmati listrik lagi pada Senin (5/8) siang, telah dengan terang benderang memperlihatkan begitu lemahnya infrastruktur energi negeri ini.
Padahal, energi sangat vital bagi eksistensi sebuah negara. Energi, termasuk di dalamnya energi listrik, ialah pilar penting dalam sistem pertahanan negara. Energi juga merupakan bahan bakar pembangunan untuk pemerataan ekonomi. Tidak bisa tidak, ketahanan energi ialah syarat mutlak bagi bangsa ini untuk bisa bergerak.
Harus jujur kita katakan, dari beberapa variabel pembangun ketahanan energi, Indonesia amat keteteran dalam banyak hal. Pertama dari sisi cadangan. Kita terlalu mengandalkan energi fosil. Akibatnya cadangan energi otomatis terus merosot. Hingga pada satu titik nanti, sesuai dengan sifatnya, energi fosil akan menemui kelangkaan, bahkan punah.
Habisnya cadangan energi fosil diprediksi terjadi dalam waktu tidak lama. Data Kementerian ESDM menunjukkan cadangan batu bara Indonesia saat ini sekitar 7,3–8,3 miliar ton dan diperkirakan habis pada 2036. Demikian pula cadangan minyak sekarang tinggal 4,7 miliar barel dan diprediksi ludes pada 2028. Bahan bakar gas malah diperkirakan lebih cepat lagi nihilnya, yakni pada 2027 alias delapan tahun dari sekarang.
Kita tidak punya cadangan minyak untuk misalnya menghadapi bencana alam, perang, atau kejadian luar biasa lainnya. Bandingkan dengan Vietnam yang punya cadangan minyak untuk 3-6 bulan ke depan, yang siap dipakai bila negara itu menghadapi kejadian luar biasa.
Masalah cadangan belum tertangani. Serentak dengan itu kita juga dihadapkan pada persoalan kedua, yakni tata kelola. Kegagalan sistem kelistrikan dalam skala besar seperti yang terjadi pada Minggu lalu ialah contoh gamblang buruknya pengelolaan. Faktanya memang tidak hanya problem pasokan dan infrastruktur yang menjadi penyebab blackout, tapi juga ada persoalan pengelolaan manajerial dari PLN sebagai satu-satunya pemegang kunci listrik nasional.
Hampir tidak masuk akal kita ketika sebuah institusi yang sudah berpuluh-puluh tahun memonopoli urusan listrik negara tidak memiliki sistem deteksi dan pencegahan yang memadai atas kerusakan sistem. Lebih mengenaskan lagi, mereka yang mestinya sudah menguasai segala keahlian dan kepakaran soal listrik ternyata tidak mampu dengan cepat memulihkan kehilangan daya yang terjadi. Akan tetapi, itulah yang terjadi.
Apakah karena selama ini kita lebih sibuk berasyik masyuk dengan masalah politik kekuasaan sehingga persoalan fundamental seperti ketahanan energi pun menjadi terabaikan? Lantas apakah salah bila ada yang mengatakan energi bangsa ini habis bukan untuk mengurus energi, melainkan lebih banyak dipakai untuk berebut posisi dan berlomba korupsi?
Mau tidak mau, 'tragedi blackout' harus menjadi titik balik bangsa ini dalam memandang dan memperlakukan energi. Indonesia jangan bermimpi menjadi negara maju kalau peristiwa pemadaman total dalam waktu lama seperti tempo hari masih terjadi. Terlebih pemadaman itu terjadi di ibu kota negara, pusat pemerintahan.
Tidak ada cara lain, kita harus memperkuat ketahanan energi. Cepat lakukan evaluasi dan segera susul dengan langkah pembenahan. Tata kembali seluruh sistem pengelolaan energi di Republik ini. Perkuat infrastruktur keenergian di seluruh pelosok negeri. Menyebar, jangan hanya terpusat di Jawa dan pulau-pulau besar. Pembangunan sejumlah kilang minyak yang dicanangkan Presiden Jokowi merupakan upaya meningkatkan ketahanan energi kita.
Cadangan juga mesti diperkuat. Bila perlu dengan langkah revolusioner untuk memprioritaskan sumber energi baru terbarukan sebagai 'aktor' utama sistem ketahanan energi di masa depan. Jangan pula meminggirkan opsi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Kita tidak bisa lagi berlambat-lambat. Kelambatan hanya akan membawa negeri ini tersungkur dalam gelap.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved