Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Prediksi Ancaman Siber 2025, Ancaman Siber Berbasis AI yang Lebih Besar dan Berani 

Basuki Eka Purnama
16/12/2024 11:54
Prediksi Ancaman Siber 2025, Ancaman Siber Berbasis AI yang Lebih Besar dan Berani 
Pemaparan Laporan Prediksi Ancaman Siber 2025 dari Fortinet.(MI/HO)

MESKIPUN pelaku ancaman siber masih menggunakan taktik klasik yang telah bertahan selama beberapa dekade, diprediksi terjadi pergeseran ke arah strategi yang lebih ambisius, canggih, dan destruktif. 

Hal itu dilaporkan Fortinet dalam Laporan Prediksi Ancaman Siber 2025, yang memberikan wawasan penting tentang lanskap serangan siber yang terus berkembang. 

Kelompok Cybercrime-as-a-Service (CaaS) menjadi semakin terspesialisasi, sementara pelaku ancaman mulai mengadopsi panduan serangan yang menggabungkan ancaman digital dan fisik untuk melancarkan serangan yang sangat terarah dan berdampak. 

Laporan yang dikembangkan FortiGuard Labs ini menganalisis evolusi metode serangan tradisional, tren baru yang membentuk masa depan kejahatan siber, serta memberikan rekomendasi praktis bagi organisasi untuk memperkuat ketahanan mereka. 

Laporan ini memberikan pandangan ke depan tentang tantangan yang ditimbulkan oleh lanskap ancaman yang terus berubah dengan cepat, sekaligus membekali bisnis dengan wawasan yang diperlukan untuk secara proaktif menghadapi ancaman siber yang semakin canggih.

Tren Ancaman Baru yang Perlu Diperhatikan

Seiring dengan berkembangnya kejahatan dunia maya, Fortinet mengantisipasi munculnya beberapa tren unik pada 2025 dan di masa mendatang. Berikut ini sekilas tentang apa yang kami prediksikan.

Meningkatnya Keahlian dalam Rantai Serangan 

Dalam beberapa tahun terakhir, pelaku kejahatan siber semakin banyak menghabiskan waktu “di fase booming” (left of boom), khususnya pada tahap pengintaian dan persenjataan dalam rantai serangan siber (cyber kill chain). 

Akibatnya, aktor ancaman kini dapat melancarkan serangan yang lebih terarah dengan cepat dan presisi. Sebelumnya, kami sering mengamati banyak penyedia Crime-as-a-Service (CaaS) bertindak sebagai 'serba bisa'—menyediakan segala yang dibutuhkan pembeli untuk melakukan serangan, mulai dari kit phishing hingga muatan berbahaya. 

Namun, kami memperkirakan bahwa kelompok CaaS akan semakin beralih ke spesialisasi, dengan banyak kelompok fokus pada menyediakan layanan yang menargetkan hanya satu segmen tertentu dari rantai serangan.

Cloud dengan Peluang Serangan Siber 

Meskipun perangkat edge tetap menjadi target utama bagi pelaku ancaman, ada bagian lain dari permukaan serangan yang harus mendapatkan perhatian serius dari para pembela keamanan di tahun-tahun mendatang: lingkungan cloud mereka. 

Meskipun teknologi cloud bukan hal baru, minat pelaku kejahatan siber terhadapnya terus meningkat. 

Mengingat sebagian besar organisasi mengandalkan berbagai penyedia layanan cloud, tidak mengherankan jika semakin banyak kerentanan khususnya cloud dimanfaatkan oleh penyerang—tren yang diperkirakan akan terus berkembang di masa depan.

Alat Peretasan Otomatis Memasuki Pasar Gelap 

Beragam vektor serangan dan kode terkait kini tersedia di pasar Crime-as-a-Service (CaaS), seperti kit phishing, Ransomware-as-a-Service, DDoS-as-a-Service, dan lainnya. 

Meskipun beberapa kelompok kejahatan siber sudah mulai memanfaatkan AI untuk memperkuat layanan CaaS mereka, kami memperkirakan tren ini akan semakin berkembang. 

Kami juga memprediksi bahwa penyerang akan memanfaatkan output otomatis dari LLM (Large Language Model) untuk mendukung layanan CaaS dan memperluas pasar, misalnya dengan memanfaatkan hasil pengintaian media sosial dan mengotomatisasi intelejen tersebut menjadi kit phishing yang dikemas secara rapi.

Playbook/Strategi Kejahatan Siber Kini Mencakup Ancaman Dunia Nyata 

Pelaku kejahatan siber terus mengembangkan strategi mereka, dengan serangan yang semakin agresif dan destruktif. Kami memprediksi bahwa mereka akan memperluas playbook mereka dengan menggabungkan serangan siber dan ancaman fisik di dunia nyata. 

Saat ini, beberapa kelompok kejahatan siber sudah mulai mengancam fisik eksekutif dan karyawan sebuah organisasi, dan kami memperkirakan hal ini akan menjadi bagian rutin dari banyak playbook di masa depan. 

Selain itu, kami juga memprediksi bahwa kejahatan transnasional—seperti perdagangan narkoba, penyelundupan manusia atau barang, dan lainnya—akan menjadi elemen reguler dalam playbook yang lebih canggih, di mana kelompok kejahatan siber dan organisasi kejahatan transnasional bekerja sama.

Kerangka Kerja Antipelaku Ancaman Akan Berkembang 

Seiring dengan terus berkembangnya strategi pelaku kejahatan siber, komunitas keamanan siber global juga dapat mengembangkan langkah-langkah responsif yang setara. 

Upaya kolaborasi global, kemitraan antara sektor publik dan swasta, serta pengembangan kerangka kerja untuk menghadapi ancaman adalah langkah-langkah penting untuk meningkatkan ketahanan kolektif kita. 

Berbagai upaya terkait—seperti Cybercrime Atlas dari World Economic Forum, yang didukung oleh Fortinet sebagai anggota pendiri—sudah berjalan, dan kami memperkirakan lebih banyak inisiatif kolaboratif akan muncul untuk secara signifikan mengganggu aktivitas kejahatan siber.

Meningkatkan Ketahanan Kolektif Terhadap Lanskap Ancaman yang Terus Berkembang

Pelaku kejahatan siber akan selalu mencari cara baru untuk menyusup ke dalam organisasi. Namun, terdapat banyak peluang bagi komunitas keamanan siber untuk berkolaborasi dalam mengantisipasi langkah berikutnya dari para pelaku ancaman dan mengganggu aktivitas mereka secara efektif. 

Nilai dari upaya lintas industri dan kemitraan publik-swasta tidak dapat diremehkan, dan kami memperkirakan jumlah organisasi yang terlibat dalam kolaborasi semacam ini akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang. 

Selain itu, organisasi harus ingat bahwa keamanan siber adalah tanggung jawab semua pihak, bukan hanya tim keamanan dan TI. Misalnya, penerapan kesadaran dan pelatihan keamanan secara menyeluruh di seluruh perusahaan merupakan komponen penting dalam mengelola risiko. 

Terakhir, pihak lain juga memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan dan mematuhi praktik keamanan siber yang kuat, mulai dari pemerintah hingga vendor yang memproduksi produk keamanan yang kita andalkan.

Tidak ada organisasi atau tim keamanan yang dapat menghentikan kejahatan siber sendirian. Dengan bekerja sama dan berbagi informasi intelijen di seluruh industri, kita secara kolektif berada dalam posisi yang lebih baik untuk melawan pelaku ancaman dan melindungi masyarakat secara efektif. 

Menurut Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim, seiring dengan terus berkembangnya taktik pelaku kejahatan siber, tahun 2025 diperkirakan akan membawa gelombang baru serangan yang sangat terfokus dan didukung oleh AI. 

Mulai dari meningkatnya layanan Cybercrime-as-a-Service hingga konvergensi antara ancaman siber dan fisik, tren ini mencerminkan bagaimana para pelaku ancaman mendorong batasan untuk melancarkan serangan yang lebih presisi dan berskala besar. 

“Kerugian yang ditimbulkan dari insiden siber tidak hanya berkaitan dengan dampak finansial langsung dari pembayaran tebusan. Biaya signifikan yang terkait dengan upaya pemulihan, yang dapat melebihi jumlah tebusan awal,” tuturnya saat sesi bersama media, pekan lalu.

Meskipun organisasi memilih untuk membayar, tambah Edwin, tidak ada jaminan bahwa data mereka akan sepenuhnya dipulihkan. 

“Ketidakpastian ini menambah lapisan risiko lain dalam proses pengambilan keputusan selama insiden siber.”

Pemulihan dari insiden siber sering kali memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan. 

Edwin menyebutkan bahwa 50% organisasi melaporkan waktu pemulihan yang melebihi satu bulan, dengan beberapa kasus yang mungkin memakan waktu jauh lebih lama. Keterlambatan ini dapat berdampak serius pada operasi bisnis dan reputasi.

“AI dapat menganalisis sejumlah besar data dengan cepat, membantu organisasi mengidentifikasi dan merespons ancaman dengan lebih efektif. Penting sekali mengintegrasikan AI ke dalam strategi keamanan untuk tetap unggul dari para penjahat siber.”

Kejahatan siber semakin kolaboratif dan terstruktur, dengan banyak aktor yang terlibat dalam mengoordinasikan serangan. Kompleksitas ini memerlukan kerangka keamanan yang kuat yang dapat beradaptasi dengan ancaman yang terus berkembang.

"Perlunya kesadaran publik yang lebih besar mengenai keamanan siber. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk memberdayakan individu dan organisasi dalam mengenali dan mengurangi potensi ancaman,” tutupnya. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya