Sabtu 11 Maret 2023, 07:10 WIB

Messi pun tak Mampu Mengangkat PSG

Suryopratomo Pemerhati Sepak bola | Sepak Bola
Messi pun tak Mampu Mengangkat PSG

MI/Seno
Suryopratomo Pemerhati Sepak bola

 

BERAPA investasi yang ditanamkan Nasser Al-Khelaifi untuk membangun Paris Saint Germain? Tidak kurang 1,5 miliar pound sterling atau sekitar Rp25 triliun digelontorkan keluarga Kerajaan Qatar itu untuk mengumpulkan semua pemain terbaik dunia. Dengan uang sebanyak itu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bisa membeli 16 pesawat tempur produksi Dassault Prancis, Rafale.

Dana sebesar itu ternyata bukan jaminan untuk bisa membawa PSG mampu mengangkat trofi Liga Champions. Perjalanan PSG kembali harus terhenti di perempat final setelah dikalahkan raksasa Jerman, Bayern Muenchen 0-3 secara agregat.

Kehadiran Lionel Messi tidak bisa menghindarkan klub raksasa Prancis itu dari kegagalan. Kehebatan Messi untuk membawa Argentina memenangi Piala Dunia 2022 tidak mampu ia ulang di ajang Liga Champions.

Ini merupakan kegagalan ke-8 kali bagi Messi untuk bisa mengangkat Liga Champions. Terakhir mahabintang asal Argentina itu mengangkat lambang supremasi tertinggi Liga Eropa pada 2015.

Pada usia 35 tahun sekarang ini, semakin sulit bagi Messi untuk bisa mempersembahkan piala bagi PSG. Apalagi, rekan-rekan satu tim yang dulu pernah mengangkat Liga Champions kini juga tidak muda lagi. Sergio Ramos sudah 36 tahun, Neymar Jr sudah 31 tahun.

PSG tidak mungkin hanya mengandalkan Kylian Mbappe. Meski masih berada pada usia produktif, bintang muda PSG itu tidak mungkin bermain sendiri. Ia membutuhkan dukungan pemain lain untuk meraih kesuksesan.

Rabu malam lalu Mbappe tidak mampu menjebol gawang Yan Sommer karena terbatasnya suplai bola dari lapangan tengah. Dua gelandang bertahan Bayern Leon Goretzka dan Joshua Kimmich efektif untuk memotong aliran bola kepada Mbappe dan Messi sehingga tidak banyak peluang yang bisa diciptakan PSG.

 

Mendidik anak

Kegagalan PSG untuk mengukuhkan diri sebagai klub terbaik di Eropa memberi pelajaran tidak mudahnya membangun sebuah kesebelasan. Uang bukan jaminan bagi sebuah kesuksesan tim, demikian pula nama-nama besar.

Membangun sebuah tim sepak bola tidak ubahnya seperti mendidik anak. Dibutuhkan kesabaran untuk mengajarkan hal-hal yang baik untuk bekal mereka pada kemudian hari. Semua itu membutuhkan proses yang panjang, bahkan bisa dalam bilangan generasi.

Itu pun tidak otomatis akan menghasilkan sesuatu seperti yang kita harapkan. Faktor lingkungan ikut menentukan karakter anak-anak kita. Sedikit saja lengah, faktor lingkungan di luar akan lebih menentukan.

Dalam sepak bola, salah satu contoh cerita yang tragis dialami pemain muda Manchester United Mason Greenwood. Pemain berusia 21 tahun itu sempat disebut-sebut akan menjadi bintang masa depan bukan hanya bagi 'Setan Merah', melainkan juga tim nasional Inggris.

Kariernya melesat seperti roket karena selalu memberikan kejutan di lapangan. Ia pun menjadi idola bagi anak-anak muda yang mendambakan menjadi pemain sepak bola.

Namun, kasus pemerkosaan yang ia lakukan membuyarkan perjalanannya. Sejak Januari 2022, ia harus mendekam di penjara. Tubuhnya yang dulu begitu atletis kini sudah berubah. Otot-otot kuatnya tidak tampak lagi.

Tentu masih ada harapan kembali bangkit dan menjadi pemain yang disegani. Namun, butuh waktu untuk mengembalikan semua kehebatannya. Belum lagi menghadapi sikap antipati dari kelompok perempuan yang tidak mau lagi melihat Greenwood yang dianggap melecehkan perempuan.

Manchester United pun sangat berhati-hati menangani kasus Greenwood karena tidak ingin kemudian seluruh pemain dan klub menjadi korban. Meski kontrak dengan Greenwood masih akan berjalan hingga 2025, penentangan dari kelompok antipemerkosaan tidak bisa dianggap enteng. “Saya tidak ingin lagi melihatnya berlatih, tidak ingin lagi melihatnya memakai kostum Manchester United, tidak ingin lagi melihatnya tampil di Old Trafford,” ujar Natalie Burrell, pendiri Manchester United Women’s Supporters’ Club.

Semua gambaran itu sepantasnya menjadi bahan refleksi bagi pengurus baru Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia untuk jangan lagi mudah mengumbar janji. Pernyataan pengurus PSSI menjanjikan timnas U-20 lolos 16 Besar Piala Dunia U-20 pada Mei mendatang merupakan janji yang sulit untuk bisa dipenuhi.

Mengapa? Karena basic sepak bola Indonesia sudah tertinggal jauh di belakang. Orang seperti Iswadi Idris sejak 1992 sudah mengingatkan perlunya perombakan total pembinaan sepak bola Indonesia mulai tingkat anak gawang.

Iswadi yang pernah menjadi bintang sepak bola Asia bahkan menyebut posisi berdiri pemain sepak bola Indonesia saja sudah salah. Kuda-kudanya begitu lemah sehingga sedikit saja terkena body charge pemain lawan sudah terpental.

Terbukti pada level Piala Asia U-20, tim asuhan Shin Tae-yong tidak sanggup bersaing dengan negara Asia lainnya. Indonesia gagal lolos ke babak kedua. Waktu dua bulan mustahil untuk bisa membuat perubahan besar dan lolos ke babak kedua level Piala Dunia.

 

Menyatukan 11 hati

Berbeda dengan olahraga lain, sepak bola membutuhkan 11 hati yang bisa menjadi satu untuk meraih kejayaan. Inilah yang membuat upaya untuk membentuk sebuah kesebelasan tidak mudah. PSG boleh memiliki 11 pemain terbaik di dunia, tetapi ketika tidak menjadi satu hati, hasilnya ialah kegagalan demi kegagalan.

Sepak bola menjadi semakin rumit karena cukup ada satu pemain yang tidak bisa menyatu, buyarlah semua kekuatan. Manchester United harus menelan kekalahan telak 0-7 dari Liverpool, pekan lalu, karena mereka tidak tampil sebagai sebuah tim yang utuh. “Mereka sangat tidak profesional dan bermain di bawah standar,” kata pelatih Erik ten Hag.

Tidak adanya orang yang bisa menjadi pemimpin untuk menyatukan tim yang sedang tercerai-berai membuat 'Setan Merah' harus kebobolan tujuh gol dalam periode 42 menit. Kapten kesebelasan Bruno Fernandes dianggap sebagai pemimpin yang lemah karena tidak mampu mengangkat moral rekan-rekannya yang sedang goyah. Bahkan, mantan kapten Manchester United Roy Keane mengkritik Fernandes yang masih berpura-pura kesakitan saat timnya mengalami 'kesakitan'.

Sepak bola tidak pernah mengenal belas kasihan. Ketika sebuah kesebelasan tidak siap, tim lain tidak pernah ada ampun untuk menghukumnya. Liverpool terus membombardir gawang David de Gea karena begitu banyak kesalahan elementer yang dilakukan 'Setan Merah'.

Namun, sebuah kekalahan dalam pertandingan jangan pula dianggap sebagai kiamat. Ketangguhan sebuah kesebelasan diukur dari seberapa cepat mereka bangkit dari kekalahan. Hanya empat hari setelah dihajar Liverpool, tim asuhan Ten Hag mampu bangkit menaklukkan Real Betis 4-1 pada ajang Liga Eropa.

Semua itu hanya bisa dilakukan kalau proses pembinaannya benar. Lagi-lagi kuncinya terletak pada pembinaan mental pemain dan basic sepak bola yang benar. Itu disebabkan sehebat apa pun pelatih yang dimiliki, pada akhirnya kemampuan teknik pemain yang menentukan bisa atau tidak taktik dan strategi yang digariskan pelatih dijalankan dalam pertandingan.

Baca Juga

AFP/JUSTIN TALLIS

Hasrat Arsenal Raih Gelar Liga Primer Inggris Disokong Kekompakan Tim

👤Akmal Fauzi 🕔Jumat 31 Maret 2023, 08:45 WIB
Setelah kalah 1-3 melawan Man City sehingga sempat tergeser dari puncak klasemen, Arsenal meraih enam kemenangan liga berturut-turut untuk...
AFP/JUSTIN TALLIS

Kini, Pelanggar HAM tidak Bisa Jadi Pemilik Klub Liga Primer Inggris

👤Basuki Eka Purnama 🕔Jumat 31 Maret 2023, 07:30 WIB
Pelanggar HAM, berdasarkan Aturan Sanksi Pelanggaran HAM Global 2020, akan menjadi salah satu hal yang menggugurkan pencalonan pemilik dan...
MI/BRIYANBODO HENDRO

Pemegang Lisensi Merchandise Piala Dunia U-20 Dipastikan Terkena Dampak Besar

👤Basuki Eka Purnama 🕔Jumat 31 Maret 2023, 06:30 WIB
Juaraga juga menyebut pembatalan Piala Dunia U-20 berdampak pada sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bekerja sama memproduksi...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya