Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pencopotan Kapolda Jatim dan Kapolres Malang Dinilai bukan Sanksi Tapi Penyelamatan

Siti Yona Hukmana
13/10/2022 10:11
Pencopotan Kapolda Jatim dan Kapolres Malang Dinilai bukan Sanksi Tapi Penyelamatan
Sejumlah polisi melakukan sujud massal di halaman Polresta Malang. Aksi tersebut sebagai bentuk permohonan maaf atas Tragedi Kanjuruhan.(ANTARA/HO-Humas Polresta Malang)

KAPOLRI Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Nico Afinta dan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat sebagai buntut peristiwa kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim. Namun, pencopotan itu dinilai bukan sanksi tapi penyelamatan.

"Asumsi yang muncul seperti itu, apalagi bila tidak ada pertanggungjawaban dari masing-masing sebagai pemegang otoritas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) setempat," kata pengamat Kepolisian Bambang Rukminto, Kamis (13/10).

Bambang mengatakan pencopotan keduanya tidak bisa diartikan sebagai konsekuensi tanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan. Hal itu berkaca dari pernyataan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo yang menyebutkan hal itu adalah hanya mutasi dan promosi biasa.

Baca juga: FIFA Himpun Informasi Tragedi Kanjuruhan

"Kalau pencopotan itu bukan mutasi biasa harusnya juga diikuti dengan pemeriksaan dan sidang komisi kode etik Polri (KKEP) bila ada temuan pelanggaran," ungkap Bambang.

Irjen Nico Afinta dimutasi sebagai Staf Ahli Kapolri bidang Sosial Budaya. Sedangkan, AKBP Ferli Hidayat dipindah sebagai perwira menengah (pamen) bagian Sumber Daya Manusia (SDM). 

Kedua jabatan itu dinilai masih strategis. Bila sanksi, seharusnya di-non job-kan, dipindah sebagai Pelayanan Markas (Yanma) Polri, atau analis kebijakan (anjak).

"Sebagai staf ahli Kapolri tentunya memiliki peran yang besar untuk memberikan saran dan masukan pada Kapolri," ujar Bambang.

Saat ini Kapolri sudah menetapkan enam tersangka dalam insiden maut itu. Namun, penetapan tersangka itu dipandang hanya menyasar aparat keamanan dengan pangkat rendah saja dan operator pertandingan. 

Bambang menyebut Polri belum menentukan siapa yang paling bertanggung jawab atas kerusuhan yang menewaskan 132 orang tersebut. 

"Memang sampai saat ini Polri belum menentukan siapa yang harus dan paling bertanggung jawab pada tragedi ini," ujar peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu.

Tragedi Kanjuruhan

Kerusuhan di Stadion itu terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10) malam, berawal saat Arema kalah dengan skor 2-3, suporter klub Liga 1 itu turun ke lapangan dari tribun.

Hal itu membuat aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke tribun untuk menghalau massa ke luar lapangan. Sebanyak 132 orang tewas, 607 luka-luka, yang terdiri dari 532 luka ringan, 49 luka sedang, dan 26 luka berat. Rata-rata korban tewas karena sesak napas akibat terpapar gas air mata.

Sebanyak enam orang ditetapkan tersangka. Para tersangka itu tiga sipil dan tiga anggota polisi.

Berikut tersangka dalam tragedi Kanjuruhan:

  1. Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB), Ahmad Hadian Lukita
  2. Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang, Abdul Haris
  3. Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto
  4. Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi
  5. Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur, AKP Hasdarman
  6. Security Steward, Suko Sutrisno

Tiga warga sipil dijerat Pasal 359 dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 103 ayat (1) jo Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Sedangkan, tiga anggota polisi dijerat Pasal 359 KUHP tentang (kesalahannya atau kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan atau Pasal 360 KUHP tentang (kesalahannya atau kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat). (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya