Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MENEMPUH pendidikan tinggi di luar negeri menjadi impian sebagian besar pemuda, termasuk diriku sendiri. Aku bertekad belajar agar kelak ikut memajukan Indonesia di sektor penerbangan.
Pernah terlintas di pikiranku dan teman-teman seangkatan. Kuliah di luar negeri sangatlah sulit. Bagi sebagian orang, mencari beasiswa serasa berat sekali. Persaingan begitu ketat di era keterbukaan informasi. Memang betul, namun itu bisa dijalani dengan berdoa dan bekerja (ora et labora).
Duh, hampir saja lupa. Pertama-tama, izinkan aku memperkenalkan diri. Ada pepatah lama berbunyi; 'Tak kenal maka tak sayang'. Aku berasal dari Samarinda, Kalimantan Timur. Salah satu peraih beasiswa pemerintah Federasi Rusia. Kini, sedang di Taganrov, kota kelahiran dramawan tersohor Anton Chekhov, berada di perbatasan Rusia-Ukraina.
Baca juga: Jam Makan
Aku akan mengisahkan tentang perjuanganku meraih beasiswa Rusia. Itu terjadi pada 2018 lalu. Ada sedikit keraguan dan ketidakpastian begitu menghantui. Kian menjadi semacam epilegi di dalam dada. Semoga saja asyik untuk dinikmati dan dipetik manfaatnya oleh para pencari beasiswa di Tanah Air. Berbagi pengalaman adalah berkat.
Setiap orang tua pastilah menginginkan putra dan putri mereka menjadi 'manusia'. Ya, untuk menjadi orang di kemudian hari. Begitu juga dengan ayah dan ibuku. Mereka selalu mendorong dan memotivasiku agar dapat sukses di suatu hari nanti.
Banyak sekali harapan. Mereka tuang ke dalam diriku sehingga menjadi beban. Apalagi, kakakku telah selesai kuliah kedokteran. Ia kini sudah bekerja sebagai dokter. Ada kebanggaan bagi ayah dan ibu.
Keluarga menginginkan agar aku mengikuti jejak kakak. Sayang, bagiku menjadi dokter bukan tujuan. Hal itu sangat bertentangan dengan sanubari dan jiwa ini. Aku tidak menyukai pelajaran yang terlalu banyak tulisannya. Aku lebih condong menekuni pelajaran yang berbau angka-angka.
Itu membuatku menapaki perjalanan sesuai suara hati.
Awalnya, aku tertarik pada beasiswa perkeretaapian. Program unggulan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Rusia bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Itulah awal motivasiku untuk kuliah ke luar negeri.
Sehari-hari gesit mencari informasi, namun kenyataannya tidak sesuai ekspektasi. Beasiswa perkeretaapian tersebut sudah disetop. Aku merasa pupus harapan untuk kuliah di luar negeri.
Sempat kebingungan. Entah ke mana aku harus bertanya. Waktu pun berlalu, semua pun berubah. Suatu ketika, saya berjumpa dengan seorang senior alumnus satu sekolah di Samarinda.
Ia sedang belajar di Moskwa dan sedang pulang berlibur ke kampung. Ia mengabarkan bahwa Pemerintah Rusia menyediakan kuota beasiswa untuk pelajar Indonesia. Dari situlah, sebuah titik terang mulai muncul.
Senior itu bercerita tentang pengalamannya. Ia menerima beasiswa dan belajar di tanah kelahiran penyair AS Pushkin. Tentu saja, aku kembali bergairah. Mulailah mencari kembali informasi. Nyaliku membesar.
Sebagai salah satu dari ribuan pelajar pencari beasiswa, informasi yang benar bukanlah hal yang mudah. Itu ibarat batu sandungan. Harus telaten untuk mendapatkan informasi secara akurat dan terpercaya.
Semua cara kujalani perlahan-lahan. Salah satunya ialah bertanya kepada Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Rusia (Permira) melalui Instagram. Meminta saran dan petunjuk ke mana arah kita sebagai pencari beasiswa.
Setapak demi setapak jalan mulai terbuka. Mengantarkanku ke situs perwakilan penyelenggara beasiswa Rusia di Indonesia, yaitu Pusat Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Rusia (PKR). PKR merupakan perwakilan resmi beasiswa Rusia di Jakarta.
Mengambil langkah untuk kuliah di luar negeri bukanlah hal mudah. Belajar menjadi satu-satunya pintu menjajaki masa depan. Kuliah jurusan kedokteran tidak akan membuat kita menjadi insinyur penerbangan ataupun sebaliknya.
Memikirkan jurusan kuliah haruslah matang. Usiaku pada saat itu masih 15 tahun. Tergolong masih "bocah" sehingga menjadi beban di pikiran. Di sisi lain, ada dilema sebab ayah dan ibuku menginginkan aku mengikuti jejak kakakku sebagai dokter. Beban di kepala pun bertambah.
Pilihan sulit untuk ditentukan. Aku masih terbilang labil dalam mengambil keputusan. Sulit untuk memilih jalan hidup dan menapak ke masa depan. Akhirnya, aku memutuskan dan memfokuskan diri sebisanya berkuliah ke Rusia.
Aku mengikuti pendaftaran beasiswa pemerintah Rusia. Ketika melihat daftar jurusan, muncul pertanyaan-pertanyaan. Jurusan yang tepat; apakah mengambil kedokteran atau jurusan yang memang kusukai? Lagi-lagi, aku merasa bimbang dan cemas.
“Aku mau mengambil jurusan teknik nuklir,” otak kiriku mulai berbicara sendiri ke otak kanan ini. Ya, semua pasti menilai bahwa hal-hal yang berbau nuklir tidaklah baik. Sebaliknya, aku coba untuk berpikir secara berbeda. Teknik nuklir bisa membantu Indonesia ke arah yang lebih baik.
Stigma negatif tentang nuklir ternyata menjadi hambatan di pikiran keluargaku. Aku mengakui bahwa kakakku memang pandai. Perlu sekali untuk kuyakinkan dia terlebih dalu sebelum bicara ke orang tua. Keluarga pun sebenarnya terhanyut dalam narasi jurusan yang kuinginkan.
Aku coba untuk kukuh pada pendirian sendiri. Fokus mengejar mimpi pada teknik nuklir. "Nuklir untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan belum bisa diterima masyarakat Indonesia," cetus kakakku, saat itu.
Aku tercengang seketika itu juga. Hanya menerima perkataan itu mentah-mentah, namun hatiku berkata lain. Aku meyakin sisi positif kegunaan nuklir di masa depan.
Suatu hari, aku harus meyakinkan masyarakat untuk siap menerima nuklir.
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Ayahku sempat berkata lain. Ia menginginkanku untuk tetap kuliah di dalam negeri. Mengambil jurusan kedokteran. Sama seperti ibu dan kakak. Ibu awalnya berpikiran sama seperti ayah. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk memberikan kebebasan.
Setelah perdebatan panjang, akhirnya ayah, ibu, dan kakak setuju. Mereka ikut membimbingku secara bijak. Pertama, aku boleh mendaftar beasiswa ke Rusia dengan catatan mengambil jurusan teknik penerbangan. Kedua, aku diminta untuk tetap mendaftar juga di perguruan tinggi dalam negeri. Aneh? Iya bagiku sedikit aneh.
Keinginan untuk kuliah menjadi terpecah. Inilah kesempatan untuk berpikir logis. Menyiapkan strategi dengan mengikuti tes cadangan. Ya, untuk kuliah di Makassar, Bandung atau Surabaya. Satu masalah pun telah terpecahkan.
Aku fokus mengirimkan berkas ke PKR. Sigap dan selalu memantau setiap informasi via email dan SMS yang masuk. Hari berganti hari dan selalu kunantikan kabar terbaru seleksi beasiswa Rusia tersebut.
Sambil menunggu, aku juga mempersiapkan diri untuk mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Kebetulan, aku mendapatkan kuota dari sekolah untuk ikut mendaftar SNMPTN. Aku merupakan salah satu dari sekian orang yang diberikan kesempatan berbeda. Mengikuti seleksi nontertulis lewat jalur minat dan bakat.
Di satu sisi aku mempersiapkan materi tes, namun sebaliknya tetap berharap ada kabar baik dari PKR. "Jika kuliah di luar negeri, aku yakin bisa mendapatkan kualifikasi yang lebih dibandingkan kuliah di dalam negeri," pikirku, saat itu.
Sekali lagi, aku bingung untuk memilih jurusan dan universitas via SNMPTN. Aku tidak yakin ke mana harus mengadu. Akhirnya, aku mengirimkan berkas ke Universitas Hasanuddin, Makassar. Pilihannya jurusan pendidikan kedokteran biar orang tua senang.
Aku akhirnya memilih perguruan tinggi dalam negeri sebagai cadangan. Ya, sembari menunggu hasil pengumuman. Dalam kebimbangan, aku terus memantau setiap informasi mengenai kelanjutan seleksi beasiswa Rusia.
Beberapa bulan berlalu. Puji Tuhan, aku mendapatkan kabar lolos seleksi beasiswa Rusia. Bukan main senangnya. Kesempatan pun terbuka untuk maju ke tahap selanjutnya, yaitu wawancara di Jakarta. Jurusan yang kuambil, yaitu teknik penerbangan, bukan teknik nuklir.
Jujur, aku sendiri tidak mengetahui apa yang akan ditanyakan pada sesi wawancara nanti. Aku hanya mempersiapkan diri dengan tulisan abstrak, surat motivasi, dan pengetahuan seputar hubungan Indonesia-Rusia.
Akhirnya, waktu yang kutunggu-tunggu pun tiba. Jadwal wawancara beasiswa Rusia telah resmi dirilis. Aku bersiap terbang dari Samarinda ke Jakarta. Ada rasa deg-degan di dada demi cita-cita di dunia aviasi. Aku pun tiba ke Jakarta untuk pertama kalinya.
Di Gedung PKR, aku bertemu ratusan pelamar. Saling tak mengenal. Para peserta berasal dari berbagai daerah. Mulai dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku, sampai Papua.
Cakrawala baru. Cara berpikirku mulai terbuka. Waktu itu, aku mendapat antrean awal. Tidak perlu menunggu berlama-lama mengikuti proses wawancara. Kira-kira durasinya 15-30 menit.
Saat namaku disebut, aku mulai gugup sebagai seorang anak daerah. Aku dipersilakan untuk melakukan pemeriksaan dan pencocokan data di meja registrasi. Semua berkas sudah lengkap. Kugenggam erat di tangan. Setelah beres, sedikit canggung aku melangkah ke ruangan wawancara.
Di dalam, ada dua orang bule. Mereka menatapku tajam. Di sudut meja, seorang staf perempuan, berupa orang kita. Proses wawancara segera dimulai. Pewawancara saat itu adalah Direktur PKR Vitaly Glinkin.
Pewawancara meminta untuk menunjukkan semua berkas. Satu per satu dilihatnya secara teliti. Sejenak hening dan tambah hening lagi. Aku merasa ciut dan gugup. Hanya berdoa dalam hati. Aku coba memberanikan diri agar semua berjalan lancar.
Beberapa menit kemudian, aku terkejut. Glinkin menatap mataku. Ia berbicara dalam bahasa Inggris. Kebetulan, aku belum bisa berbicara bahasa Rusia. “I don’t have any questions for you,” tuturnya. Artinya, dia tak memiliki pertanyaan-pertanyaan untuk disodorkan untukku. Hanya itu kalimat yang terdengar.
Aku sejenak kebingungan. Akhirnya, salah satu pewawancara di dalam ruangan tersebut mengambil peran. Ia menanyakan secara khusus beberapa hal. Seperti, mengapa mengambil beasiswa Rusia, mengapa tertarik dengan pendidikan Rusia, dan apa keuntungan bagi Indonesia-Rusia jikalau mendapatkan beasiswa.
Puji Tuhan, aku menjawab setiap pertanyaan secara tenang. Lancar melewati tahap wawancara secara baik. Aku pamit ke toilet dan berdoa. Semoga dapat melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Setelah beberapa hari kemudian, Tuhan pun menjawab doaku. Aku lolos beasiswa pemerintah Rusia. Itu terjadi sebulan sebelum pengumuman Ujian Nasional. Aku menjadi bagian dari 161 penerima beasiswa Rusia.
Jumlah itu dikerucutkan dari lebih kurang 1000 pendaftar dari berbagai jenjang S1-S3. Hatiku sangat senang, bahkan hampir tidak bisa kujelaskan semua perasaan di sini. Benar-benar senang kala itu.
Benih baik yang ditaburi kelak akan menghasilkan panen yang baik pula.
Pada musim gugur 2018, aku tiba di Rostov-on-Don. Menjalani satu tahun studi bahasa Rusia secara tekun, sabar, dan padat. Lalu, pada 2019 aku masuk ke jurusan teknik penerbangan sesuai dengan keinginan hati.
Hari ini, perang Rusia-Ukraina sedang memanas. Itu tidak membuat pendidikanku terhenti. Perjuangan meraih cita-cita di dunia penerbangan masih kuat dan tak kendor. Aku berharap dapat membahagiakan orang tuaku.
Musim demi musim pun berganti. Seperti biasanya, aku mengikuti studi sebagaimana mestinya, kemarin. Bagiku, tidak ada kata menyerah dalam menempuh pendidikan. Semua karena kemurahan Sang Khalik.
Apapun rintangan harus disyukuri dan dijalani. Puji Tuhan, semoga kelak tercapai cita-citaku dari Taganrog, sebuah kota kecil di bibir laut Azov. Ya, kota kelahiran Chekhov. Sangat tenang dan tergolong nyaman meski berada di perbatasan Rusia-Ukraina. (SK-1)
Baca juga: Tak Ada Sesuatu yang Baru di Bawah Matahari
Baca juga: Membuka Enigma Rusia, Mencermati Pesan Teks Putin
Baca juga: Menanam Sel Kanker di Kievan Rus
Marcelinus Wirayudha, lahir di Samarinda, Kalimantan Timur, 9 Februari 2002. Peraih Diploma ke-1 pada Konferensi Ilmiah dan Praktik "Kajian Cyril dan Methodius di Sevastopol", Universitas Negeri Sevastopol, Krimea, Rusia, 17-18 September 2021. Esai berjudul Kabar dari Taganrog ini merupakan salah satu tulisan yang akan termaktub dalam buku berjudul Rusia Kekasihku (Maya Milaya Rossiya): kisah-kisah nyata dan inspiratif para mahasiswa Indonesia di Rusia, digelar oleh Permira Pusat. Kini, dia sedang menempuh pendidikan S1 Technical Operation of Aircraft and Engines, Southern Federal University, Rostov-on-Don, Rusia. Sehari-hari tinggal di Kota Taganrog dan aktif berorganisasi bersama PPI Dunia Kawasan Amerika-Eropa. Ilustrasi Moch Samba.
Program beasiswa ini merupakan wujud nyata komitmen UP dalam mendukung talenta muda yang memiliki prestasi luar biasa di luar bidang akademik.
Program beasiswa pelatihan kerja di Eropa ini memfasilitasi alumni profesi keperawatan dari Poltekkes seluruh Indonesia untuk berkarier di Austria, Swiss, Jerman, dan Belanda.
Kemendiktisaintek meluncurkan Beasiswa Program Doktor untuk Dosen Indonesia (PDDI) yang menjadi bagian dari implementasi Asta Cita.
Beasiswa PalmCo Scholarship tidak hanya menanggung biaya pendidikan, tetapi juga membuka peluang pelatihan vokasi hingga kesempatan bekerja di perusahaan
AKTIVITAS olahraga sekaligus aksi sosial penggalangan dana untuk beasiswa bagi yang kurang mampu merupakan hal mulia.
Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk komitmen dalam memperkenalkan dunia pendidikan tinggi kepada para calon mahasiswa dan orang tua secara langsung.
PRESIDEN Prabowo Subianto lebih memilih absen dari KTT G7 dan melakukan kunjungan kenegaraan ke Federasi Rusia pekan depan.
PRESIDEN Prabowo Subianto lebih memilih untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Federasi Rusia pekan depan dan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
SEBUAH jet tempur F-16 milik Ukraina yang baru-baru ini dikirimkan oleh negara-negara Barat, dilaporkan telah berhasil menembak jatuh pesawat tempur Rusia, Sukhoi Su-35.
ANGKATAN Udara Ukraina mengeklaim telah menembak jatuh satu unit jet tempur canggih milik Rusia, Sukhoi Su-35, di wilayah Kursk pada Sabtu (7/6) waktu setempat.
Rusia menyatakan siap memberikan suaka politik kepada Elon Musk di tengah ketegangan dengan Donald Trump.
Sebuah jet tempur Su-35 milik Rusia ditembak jatuh dalam sebuah operasi udara di arah Kursk pada Sabtu (7/6) dini hari waktu setempat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved