Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
PENELITI Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman menjelaskan, pemerintah dan DPR seharusnya melibatkan peran aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam merumuskan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHAP).
Zaenur menekankan bahwa KPK lebih memahami koteks hambatan dan kebutuhan hukum acara khususnya untuk menopang pemberantasan korupsi.
“KPK juga mengetahui modus-modus korupsi peradilan sehingga bisa memberikan masukan bagaimana memperbaiki celah korupsi tersebut dalam hukum acara,” jelasnya dalam keterangannya pada Kamis (17/6).
Selain itu, Zaenur menjelaskan kekhawatiran KPK terkait RUU KUHAP yang bisa berdampak pada upaya pemberantasan korupsi bisa saja terjadi. Hal itu karena RUU KUHAP mengatur penyadapan hanya bisa dilakukan pada tahap penyidikan sehingga harus melalui izin ketua pengadilan.
“Ini jelas akan menghambat penindakan korupsi. Penegakan hukum korupsi itu banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, misalnya oleh pengadilan dan para hakim,” katanya.
Menurut Zaenur, KPK tidak perlu menggunakan mekanisme izin kepada pengadilan jika menelaah makna korupsi sebagai bentuk extraordinary crime.
“Lebih baik seperti mekanisme sekarang, yaitu pemberitahuan kepada Dewas (Dewan Pengawas KPK),” ucapnya.
Di samping itu, Zaenur menilai RUU KUHAP berbahaya bagi pemebrantasan korupsi karena bisa mengatur hal-hal baru yang tidak diatur dalam UU KPK.
“Asas lex specialis derogate legi generali atau asas hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) tersebut, bisa mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis) sehingga bisa tidak berlaku,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil kajian KPK, kekhususan (lex specialis) yang telah diakui dalam Pasal 3 Ayat (2), dan Pasal 7 Ayat (2) KUHAP berpotensi dianggap bertentangan dengan RKUHAP sebagaimana diatur dalam ketentuan penutup Pasal 329 dan Pasal 330 RKUHAP dengan adanya norma ‘sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU ini’.
Lebih jauh, Zaenur mengatakan perlu dibuat klausul agar ketentuan itu tidak diberlakukan untuk tindak pidana korupsi namun bisa dicantumkan dalam RKUHAP. Hal itu untuk mencegah agar pengaturan dalam RUU KUHAP tidak berdampak kepada pemberantasan korupsi.
“Prinsipnya, saya setuju pengetatan pada upaya paksa, tetapi karena tipikor (tindak pidana korupsi) adalah extraordinary crime, pengetatan itu sebaiknya tidak diberlakukan untuk KPK. Kalau kejaksaan dan kepolisian tetap harus menggunakan mekanisme itu,” ujarnya. (P-4)
Pemerintah Diminta tidak Pilah-Pilih Tempatkan Klausul Pencekalan
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan di balik permintaan tambahan anggaran kepada DPR.
Survei ini merangkum hasil pengukuran dari 13 survei internasional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga bereputasi seperti World Bank, Freedom House, dan Economist Intelligence Unit.
Kasus korupsi Pertamina mendapatkan perhatian dari publik sebesar 85,7% dari responden dan angka 72,8% keyakinan bahwa Presiden Prabowo bisa menuntaskan kasus ini.
Pemerintah maupun DPR tak kunjung mengesahkan RUU Perampasan Aset. KPK menilai calon beleid itu penting untuk penindakan kasus rasuah.
PKS: RUU KUHAP Diarahkan pada Penguatan Nilai HAM
Habiburokhman bahkan menyebut DPR saat ini merupakan institusi yang paling transparan karena pembahasan disiarkan melalui live streaming.
Komisi III mengatakan meski proses telah berjalan substansial dan terbuka, masih ada peluang RUU KUHAP batal disahkan.
KETUA DPR RI Puan Maharani menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dilakukan secara terbuka
RANCANGAN Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapat kritik tajam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved