Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Pukat UGM: RUU KUHAP Melemahkan Pemberantasan Korupsi

Devi Harahap
17/7/2025 16:49
Pukat UGM: RUU KUHAP Melemahkan Pemberantasan Korupsi
Ilustrasi(Dok.MI)

PENELITI Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman menjelaskan, pemerintah dan DPR seharusnya melibatkan peran aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam merumuskan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHAP). 

Zaenur menekankan bahwa KPK lebih memahami koteks hambatan dan kebutuhan hukum acara khususnya untuk menopang pemberantasan korupsi. 

“KPK juga mengetahui modus-modus korupsi peradilan sehingga bisa memberikan masukan bagaimana memperbaiki celah korupsi tersebut dalam hukum acara,” jelasnya dalam keterangannya pada Kamis (17/6).

Selain itu, Zaenur menjelaskan kekhawatiran KPK terkait RUU KUHAP yang bisa berdampak pada upaya pemberantasan korupsi bisa saja terjadi. Hal itu karena RUU KUHAP mengatur penyadapan hanya bisa dilakukan pada tahap penyidikan sehingga harus melalui izin ketua pengadilan. 

“Ini jelas akan menghambat penindakan korupsi. Penegakan hukum korupsi itu banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, misalnya oleh pengadilan dan para hakim,” katanya.

Menurut Zaenur, KPK tidak perlu menggunakan mekanisme izin kepada pengadilan jika menelaah makna korupsi sebagai bentuk extraordinary crime. 

“Lebih baik seperti mekanisme sekarang, yaitu pemberitahuan kepada Dewas (Dewan Pengawas KPK),” ucapnya.

Di samping itu, Zaenur menilai RUU KUHAP berbahaya bagi pemebrantasan korupsi karena bisa mengatur hal-hal baru yang tidak diatur dalam UU KPK. 

“Asas lex specialis derogate legi generali atau asas hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) tersebut, bisa mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis) sehingga bisa tidak berlaku,” ungkapnya.

Berdasarkan hasil kajian KPK, kekhususan (lex specialis) yang telah diakui dalam Pasal 3 Ayat (2), dan Pasal 7 Ayat (2) KUHAP berpotensi dianggap bertentangan dengan RKUHAP sebagaimana diatur dalam ketentuan penutup Pasal 329 dan Pasal 330 RKUHAP dengan adanya norma ‘sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU ini’. 

Lebih jauh, Zaenur mengatakan perlu dibuat klausul agar ketentuan itu tidak diberlakukan untuk tindak pidana korupsi namun bisa dicantumkan dalam RKUHAP. Hal itu untuk mencegah agar pengaturan dalam RUU KUHAP tidak berdampak kepada pemberantasan korupsi.

“Prinsipnya, saya setuju pengetatan pada upaya paksa, tetapi karena tipikor (tindak pidana korupsi) adalah extraordinary crime, pengetatan itu sebaiknya tidak diberlakukan untuk KPK. Kalau kejaksaan dan kepolisian tetap harus menggunakan mekanisme itu,” ujarnya. (P-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya