Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
KETUA DPR RI Puan Maharani mengungkap bahwa semua fraksi menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal menyalahi Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemilu yang digelar selama 5 tahun sekali.
Namun, pengamat politik dan pakar hukum tata negara berpendapat perbedaan tafsir terkait penyelenggaraan pemilu bukan satu-satunya alasan penolakan partai politik di Senayan.
Direktur Eksekutif Triaspols Agung Baskoro mengatakan, secara yuridis, DPR menolak putusan MK dengan mendasarkan pada Pasal 22E UUD 1945. Sementara, MK memiliki legal standing bahwa putusannya final dan mengikat.
"Secara politis, pemisahan pemilu lokal dan pemilu nasional, membuat biaya politik khususnya pileg semakin tinggi. Karena para petahana anggota dewan tak bisa tandem lagi," terangnya kepada Media Indonesia, Selasa (15/7).
Lewat putusan tersebut, MK menghendaki bahwa pemilu yang digelar pada 2029 mendatang adalah pemilu tingkat nasional untuk memilih presiden-wakil presiden, DPD, dan DPR RI.
Sementara, pemilu tingkat lokal digelar maksimal 2031 untuk memilih kepala daerah, baik gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati/wali kota-wakil wali kota, serta DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Pada Februari 2024, pemilu untuk memilih DPRD provinsi dan kabupaten/kota disatukan dengan pemilihan presiden-wakil presiden, DPD, dan DPR RI. Sehingga, selama masa kampanye calon anggota legislatif DPR RI dapat tandem dengan caleg DPRD provinsi maupun kabupaten/kota dalam alat peraga kampanye yang sama.
"Hal lain, soal koalisi pilpres dan pilkada yang tak bisa sepaket lagi, sehingga pemisahan pemilu lokal dan pemilu nasional membuat peta politik di level lokal dan nasional menjadi dinamis," imbuh Agung.
Terpisah, pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie juga berpendapat kemungkinan fraksi aprtai politik di DPR menolak karena pemisahan pemilu ini berdampak pada sistem tandem.
"Kalau pemilu legislatif DPR RI dan DPRD provinsi serta DPRD kabupaten/kota bareng serentak, maka sistem tandem bisa jalan. Biaya kampanye bisa ditanggung bareng, antara caleg pusat dan daerah," jelasnya.
Tak hanya tandem selama kampanye, Gugun menyebut penggabungan pemilu legislatif untuk DPR RI dan DPRD provinsi maupun kabupaten/kota memungkinkan para caleg saat vote buying atau jual beli suara.
"Jual beli suara biasanya tanggung renteng. Itulah yang membuat DPR RI tidak cocok dengan pemisahan pemilu seperti putusan MK 135," terang Gugun. (Tri/P-2)
Ada enam hal yang menjadi objek pembatasan terhadap frasa ‘tidak langsung’ dalam pasal yang diuji.
MK, Kamis (28/8), akan membacakan putusan terkait uji materi Pasal 23 Undang-Undang No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara soal rangkap jabatan wakil menteri (wamen).
Mahfud turut membagikan pengalaman menjelang masa jabatannya sebagai Ketua MK habis.
Fajri menilai proses pemilihan oleh DPR tidak sesuai dengan tata cara pemilihan hakim konstitusi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
MK mengatakan selama ini terdapat perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan pelanggaran administrasi pilkada.
Beleid itu juga bisa memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang menyusahkan penyidik sampai jaksa, dalam menangani perkara.
Kendati belum ada pembicaraan dan pembahasan resmi, Dede menyatakan Partai Demokrat akan mengikuti keputusan MK beserta dengan segala aturan turunannya ke depan.
Partai NasDem mendesak dialog konstitusional untuk menyikapi pemisahan pemilu nasional-lokal. DPR dan Pemerintah didesak untuk tidak lagi membenturkan putusan MK dengan UUD.
PARTAI NasDem menegaskan komitmennya untuk menegakkan konstitusi sebagai hukum tertinggi demi keadilan, kesetaraan, perlindungan hak warga negara, dan cita-cita demokrasi yang adil.
Setelah melakukan simulasi, menurut dia, berbagai partai politik tersebut akan memutuskan sikap untuk sistem penyelenggaraan pemilu atau pilkada ke depannya.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 2012-2017 itu menilai, putusan MK relevan dengan kebutuhan demokrasi.
Hal tersebut diperlukan agar jalannya perhelatan pemilu mendatang terselenggara dengan lebih baik dan berkualitas demi perbaikan demokrasi Indonesia ke depan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved