Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Pengamat Ungkap Alasan Parpol Tolak Pemisahan Pemilu

Tri Subarkah
15/7/2025 19:43
Pengamat Ungkap Alasan Parpol Tolak Pemisahan Pemilu
Ilustrasi .(MI)

KETUA DPR RI Puan Maharani mengungkap bahwa semua fraksi menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal menyalahi Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemilu yang digelar selama 5 tahun sekali. 

Namun, pengamat politik dan pakar hukum tata negara berpendapat perbedaan tafsir terkait penyelenggaraan pemilu bukan satu-satunya alasan penolakan partai politik di Senayan.

Direktur Eksekutif Triaspols Agung Baskoro mengatakan, secara yuridis, DPR menolak putusan MK dengan mendasarkan pada Pasal 22E UUD 1945. Sementara, MK memiliki legal standing bahwa putusannya final dan mengikat.

"Secara politis, pemisahan pemilu lokal dan pemilu nasional, membuat biaya politik khususnya pileg semakin tinggi. Karena para petahana anggota dewan tak bisa tandem lagi," terangnya kepada Media Indonesia, Selasa (15/7).

Lewat putusan tersebut, MK menghendaki bahwa pemilu yang digelar pada 2029 mendatang adalah pemilu tingkat nasional untuk memilih presiden-wakil presiden, DPD, dan DPR RI.

Sementara, pemilu tingkat lokal digelar maksimal 2031 untuk memilih kepala daerah, baik gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati/wali kota-wakil wali kota, serta DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Pada Februari 2024, pemilu untuk memilih DPRD provinsi dan kabupaten/kota disatukan dengan pemilihan presiden-wakil presiden, DPD, dan DPR RI. Sehingga, selama masa kampanye calon anggota legislatif DPR RI dapat tandem dengan caleg DPRD provinsi maupun kabupaten/kota dalam alat peraga kampanye yang sama. 

"Hal lain, soal koalisi pilpres dan pilkada yang tak bisa sepaket lagi, sehingga pemisahan pemilu lokal dan pemilu nasional membuat peta politik di level lokal dan nasional menjadi dinamis," imbuh Agung.

Terpisah, pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie juga berpendapat kemungkinan fraksi aprtai politik di DPR menolak karena pemisahan pemilu ini berdampak pada sistem tandem.

"Kalau pemilu legislatif DPR RI dan DPRD provinsi serta DPRD kabupaten/kota bareng serentak, maka sistem tandem bisa jalan. Biaya kampanye bisa ditanggung bareng, antara caleg pusat dan daerah," jelasnya.

Tak hanya tandem selama kampanye, Gugun menyebut penggabungan pemilu legislatif untuk DPR RI dan DPRD provinsi maupun kabupaten/kota memungkinkan para caleg saat vote buying atau jual beli suara.

"Jual beli suara biasanya tanggung renteng. Itulah yang membuat DPR RI tidak cocok dengan pemisahan pemilu seperti putusan MK 135," terang Gugun. (Tri/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik