Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PENELITI senior bidang politik dari BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal mulai 2029. Ia mengingatkan, putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Sehingga mestinya DPR langsung segera membahas, tidak perlu lagi ada polemik yang berkepanjangan," jelas Lili kepada Media Indonesia, Senin (7/7).
Menurutnya, polemik yang timbul akibat putusan MK tersebut dapat berujung pada masalah jika DPR tak kunjung menindaklanjutinya lewat revisi Undang-Undang (UU) Pemilu maupun Pilkada. Pasalnya, DPR dapat dicap tidak taat hukum dengan mengesampingkan putusan MK.
"Jangan sampai terulang kembali seperti kasus putusan MK tentang perubahan ambang batas parpol atau gabungan parpol dalam pencalonan di pilkada yang ditolak oleh DPR, kemudian terjadi gelombang besar demonstrasi," terang Lili.
Jika gelombang penolakan dari publik terhadap sikap DPR kembali terjadi, Lili mengatakan stabilitas politik bakal terganggu. Konsekuensi lanjutannya, pembangunan bangsa juga tidak akan berjalan dengan baik. (P-4)
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengingatkan pentingnya perbaikan budaya politik dalam sistem pemilu di tanah air, selain perbaikan soal aturan kepemiluan.
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
PRO kontra di balik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal perlu disudahi. Caranya, dengan segera membahas revisi UU
DPR masih melakukan penelaahan, sehingga belum bisa menyampaikan sikap resmi menyikapi putusan MK tersebut.
Pembentuk undang-undang, terutama DPR, seyogianya banyak mendengar pandangan lembaga seperti Perludem, juga banyak belajar dari putusan-putusan MK.
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
Partisipasi pemilih tidak ditentukan oleh desain pemilu, tetapi oleh kekuatan hubungan antara pemilih dan para kontestan.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Titi Anggraini mengatakan partai politik seharusnya patuh pada konstitusi. Hal itu ia sampaikan terkait putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 mengenai pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved