Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Diharapkan Selesai Lewat Pendekatan Nonyudisial

Rahmatul Fajri
13/2/2025 08:24
Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Diharapkan Selesai Lewat Pendekatan Nonyudisial
Ilustrasi(Antara)

Aktivis sekaligus Ketua Lembaga Swadaya Masayarakat (LSM) Papua Bangkit, Hengky Jokhu, berharap Presiden Prabowo Subianto bisa menyelesaikan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu di Papua. Menurutnya, negara bertanggung jawab menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, mengingat peristiwa meninggalnya tokoh papua Parmenas H Yoku dan dua orang lainnya yang terjadi pada era orde lama dan orde baru, tepatnya 1963 hingga 1972.

Ketika itu, status Irian Barat (Papua Barat) masih di bawah yuridiksi United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), sebuah badan dibawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). 

"Penghilangan nyawa tokoh papua, yang menjadi orang papua pertama korban kekejaman apparat keamanan Indonesia, perlu mendapat perhatian dari Presiden Prabowo selaku Kepala Negara Republik Indonesia," kata Hengky melalui keterangannya, Kamis (13/2).

Ia berharap Presiden Prabowo bisa menyelesaikan persoalan tersebut dengan menginisiasi kegiatan penyelesaian nonyudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM). Hal tersebut harus melibatkan para Keluarga Korban warga Kampung Ifar Besar, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.

"Dasar Hukumnya yakni Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM berat masa lalu dan Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang pelaksanaan rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM berat masa lalu," kata dia.

Hengky mencatat ada beberapa peristiwa pelanggaran HAM berat mulai dari tahun 1963 sampai tahun 2000-an di Kabupaten  Jayapura. Di Kampung Ayapo, ada 8 orang yang hilang hingga hari ini kasus tersebut belum selesai. 

Sedangkan di Kampung Ifar Besar ada tiga orang yakni Almarhum Permenas Joku yang merupakan salah satu tokoh Irian Barat. Pada 18 Desember 1963, dia diundang dalam acara ramah tamah lepas-sambut pasukan operasi ketertiban. Acara berlangsung di sebuah gedung  di Kota Sentani. Sepulang dari pertemuan, Parmenas diduga dieksekusi dengan tragis. Jasad Parmenas ditemukan pagi hari 19 Desember 1963, terbaring di bawah jembatan sekitar 200 meter dari rumahnya di ujung landasan bandara Sentani. 

"Parmenas Joku adalah tokoh papua pertama Korban Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Aset pribadi berupa lahan peternakan sapi luas kurang lebih 4 hektare, yang dikelola keluarga Parmenas, telah dirampas dan kuasai tanpa kompensasi kepada keluarga almarhum," kata dia.

Kemudian, korban kedua adalah almarhum Yulianus Yoku anak muda yang ikut semacam pergerakan Papua Merdeka. 
"Keluarga almarhum masih hidup dan almarhum berstatus belum berkeluarga saat dieksekusi," katanya. 

Korban ketiga, terjadi pada pertengahan 1972, Yonatan Yoku pegawai harian Tower (Meteo) kantor Pensip Sentani, dicurigai sebagai anggota OPM dan dikenakan wajib lapor. "Seminggu sekali datang melapor ke Kantor Koramil Sentani. Setiap kali melapor, ditemani keluarganya. Pada suatu ketika di bulan November 1972, karena merasa aman-aman saja, Yonatan Yoku datang melakukan wajib lapor tanpa ditemani keluarganya," kata Hengky.

Hengky Jokhu yang juga mantan aktivis 98 itu mengatakan, peristiwa yang menimpa keluarga Yoku tersebut sebenarnya ingin dilupakan, karena dirasa percuma menuntut kepada pemerintah soal dugaan pelanggaran masa lalu .

"Yang mana dipastikan para pelakunya sudah tidak ada, karena peristiwanya sudah cukup lama. Siapa yang mau diminta pertanggungjawaban? Negara tidak mungkin mau. Peristiwa pelanggaran HAM berat ini terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru di mana saat itu pendekatan keamanannya sarat kepentingan militeristik," tuturnya.

Hengky meminta Presiden Prabowo menyelesaikan semua bentuk pelanggaran HAM berat masa lalu, dengan pendekatan hukum dan nonyudisial. Apabila pemerintah memiliki niat baik untuk memperbaiki atau membantu, Hengky mengatakan ada bantuan bersifat perbaikan kualitas pendidikan, kualitas kesehatan dan juga peningkatan kualitas sumber data manusia di Kampung Ifar Besar.

"Ini merupakan arahan dari Menkopolhukam di era pemerintahan yang lalu, yakni mendorong penyelesaian nonyudisial. Terus tembusannya tentu kepada pemerintah daerah, Komnas HAM, kemudian instansi-instansi terkait lainnya yang ada di Provinsi Papua ini, dan juga kepada sanak keluarga diaspora di Belanda, Australia dan negara-negara pasifik lainnya," pungkas Hengky. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya