Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pengamat Sebut Rancangan UU Pemilu  Rawan Diakali Gunakan Model Omnibus Law

Rahmatul Fajri
26/1/2025 15:24
Pengamat Sebut Rancangan UU Pemilu  Rawan Diakali Gunakan Model Omnibus Law
ilustrasi(Dok.MI)

DIREKTUR Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako Unand) Charles Simabura berpendapat rencangan undang-undang tentang Kepemiluan rawan diakali ketika menggunakan model omnibus law.  

Wacana merevisi sejumlah undang-undang terkait kepemiluan, seperti UU No.7/2023 tentang Pemilu atau UU Pemilu dan UU No.6/2020 tentang Pilkada sudah digulirkan DPR dan pemerintah sejak rangkaian pemilu dan pilkada di 2024 berakhir. Revisi kedua undang-undang itu pun sudah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. DPR sempat menggulirkan gagasan untuk merevisi UU Pemilu dan Pilkada dalam satu paket dengan model omnibus.

"Kalau kita menggunakan omnibus law itu tadi saya khawatir ada cherry picking. Hanya pasal yang krusial diperdebatkan padahal hampir 155 pengujian UU Pemilu di MK yang kemudian tersebar. DPR kan kadang membiarkan saja dan hanya mau berbicara tentang Presidential Threshold mungkin. Hal lain yang mungkin secara politis punya nilai strategis bagi mereka," kata Charles, sesi diskusi secara daring yang diselenggarakan Perludem, Minggu (26/1).

Charles mengatakan dalam membangun satu kesatuan sistem pemiluh dan perundang-undangan Pemilu, maka perlu aturan yang terintegrasi. Ia mengatakan metode kodifikasi lebih cocok untuk merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada tersebut. 

"Kalau metode omnibus mereka pilih saja. Tapi kalu mau lebih dalam, mumpung waktunya panjang pakai metode kodifikasi sehingga dia mengadopsi jangan hanya bicara putusan MK yang dampak politis saja," katanya.

Sementara itu, Pakar Hukum Pemilu dari Universitas Indonesia sekaligus Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini meminta pemerintah dan DPR segera membahas UU Pemilu dan UU Pilkada yang baru dan diintegrasikan menjadi UU tentang Kitab Hukum Pemilu. Titi juga meminta DPR dapat membentuk panitia khusus untuk membahas Kita Hukum Pemilu tersebut. 

"Pembahasan bisa dilakukan melalui Pansus RUU Pemilu agar fraksi-fraksi dapat mengirimkan legislator terbaiknya yang mampu melakukan pembahasan secara komprehensif dan mendalam," kata Titi. 

Titi menjelaskan, berdasarkan filosofis, sosiologis, dan yuridis, telah terpenuhi prasyarat objektif untuk mencabut dan mengganti UU Pemilu dan Pilkada. Ia menilai ada sejumlah aturan yang tumpang tindih dan berbeda antara kedua UU tersebut walaupun diselenggarakan oleh penyelenggara yang sama.

Titi mendorong pembentukan UU Pemilu dan Pilkada dengan UU baru melalui model kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada dalam satu naskah UU, yakni UU tentang Pemilihan Umum yang materi muatannya dikelompokkan menjadi buku, bab, bagian, dan paragraf.

"Dengan model kodifikasi, UU tentang Pemilihan Umum yang akan dibentu materi muatannya mengatur pemilu legislatif, pemilu presiden, pemilu kepala daerah, dan penyelenggara pemilu dalam satu naskah," kata Titi. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya