Kepala Daerah Dipilih DPRD Tidak Menjamin Kurangi Biaya Politik

Devi Harahap
18/12/2024 16:18
Kepala Daerah Dipilih DPRD Tidak Menjamin Kurangi Biaya Politik
Ilustrasi(Dok.Antara)

PENELITI Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal menjelaskan alasan biaya politik tinggi yang dijadikan dasar Presiden Prabowo untuk mengganti pemilihan kepala daerah melalui DPRD, dinilai tidak tepat.

“Kalau hanya dengan alasan bahwa banyak kandidat yang kalah kemudian lesu dan adanya biaya yang tinggi, itu tidak bisa menjadi patokan utama bahwa kita harus mengubah sistem pemilu langsung kepada sistem pemilu melalui DPRD secara tertutup,” katanya kepada Media Indonesia pada Rabu (18/12). 

Menurut Haykal, wacana pemilihan kepala daerah lewat DPRD juga tidak serta merta menjamin pengurangan biaya politik secara keseluruhan, sehingga perubahan sistem pilkada harus dilandasi dengan kajian dan evaluasi atas pelaksanaan pilkada yang telah dilakukan sejak 2005.

Oleh karena itu, Haykal menekankan yang perlu diperbaiki yakni sistem pencalonan dan kampanye pada pilkada, bukan secara tiba-tiba justru mengubah sistem yang terbuka tersebut menjadi sistem yang tertutup.

“Apalagi kita belum melakukan kajian dan evaluasi dari Pilkada dan Pemilu lalu. Saya kira biaya tinggi yang dimaksud oleh Pak Prabowo ini belum tentu juga karena memang sistemnya yang bermasalah,” ujar Haykal. 

Menurut Haykal, pemerintah harus lebih jelih melihat persoalan dasar terkait sistem kelembagaan kepemiluan di Indonesia. Ia mengatakan bahwa salah satu masalah serius yang dihadapi sistem pemilu di Indonesia adalah politik uang dan mahar politik yang mahal, namun solusi pemilihan lewat DPRD menurutnya tak bisa menjadi solusi.  

“Kami melihat bahwa sistem politik yang saat ini berbiaya sangat tinggi bukan disebabkan oleh sistem pemilihan terbuka, namun adanya klientelisme mahar politik dengan nominal yang masuk akal, serta praktik politik uang yang dilakukan oleh aktor-aktor politik kepada masyarakat,” jelasnya.

Haykal menilai, jika pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD, justru akan memindahkan arena politik uang jauh lebih besar pada ruang-ruang yang tertutup antar elit politik. Hal ini katanya, akan jauh lebih sulit diawasi. 

“Pemilihan tidak langsung atau melalui DPRD juga tidak menjadi bisa menyelesaikan praktik politik uang tersebut, justru akan memindahkan arena politik uang dari yang sebelumnya antara calon kepada masyarakat, berganti pada anggota DPRD dan kandidat serta partai politik, tentu ini akan semakin berbahaya karena menciptakan suatu ruang tertutup baru,” tuturnya. 

Alih-alih mengubah sistem pemilihan kepada DPRD dan mematikan partisipasi masyarakat yang menjadi elemen penting dalam demokrasi, Haykal mendorong pemerintah untuk memperkuat regulasi dan pengawasan yang terintegrasi untuk menghalau politik uang dan mahar politik.

“Padahal, praktik-praktik demikian itu sudah dilarang dan sudah diatur dalam undang-undang dengan penegakan hukum, tapi ternyata masih cukup lemah sehingga dalam hal ini pemerintah harus berpikir cara lain untuk memperkuat pengawasan dan sanksi, bukan kemudian mengganti sistem Pilkada kita,” kata Haykal. 

Haykal menegaskan bahwa praktik politik uang justru akan berpotensi terjadi semakin besar jika sistem pemilihan dilakukan melalui DPRD, hal itu katanya disebabkan yang bermain bukan lagi masyarakat namun antarelite yang akan menciptakan hegemoni baru. 

“Bahwa politik uang itu akan terjadi di antara proses kandidasi dan tidak lanngsung melalui DPRD. Bahkan yang lebih berbahaya lagi, hal itu akan memperkuat posisi para elite untuk kemudian menciptakan hegemoni baru, tidak hanya kemudian di dalam partai politik tapi di pemerintahan daerah,” tandasnya. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya