Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PAKAR hukum tata negara dari Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Susi Dwi Harijanti meminta kepada pembuat kebijakan atau siapa pun aktor di balik pengusul perubahan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) untuk berhenti mempolitisasi konstitusi.
Hal itu demi menjaga demokrasi serta menjaga independensi MK sebagai lembaga yang mengawal hak konstitusional bagi seluruh warga negara. Politisasi pengadilan, kata dia, amat berbahaya bagi masa depan bangsa.
“Sebab hal itu membuat masyarakat rentan terhadap perebutan kekuasaan oleh cabang-cabang politik,” ucap dia mengutip pemikiran Eric Hemilton, Kamis (16/5).
Baca juga : Revisi UU MK Harus Dicegah karena Argumentasi Asas Kebutuhannya Lemah
Jika pengadilan telah kehilangan otoritasnya untuk memeriksa kekuasaan politik dan membuat keputusan yang tidak popular, lanjut Susi, maka pengadilan itu tidak dapat menegakkan konstitusi dengan efektivitas yang sama.
“Saya akan mengatakan hentikan politisasi untuk mengembalikan independensi MK. Namun, perkembangan independensi pengadilan yang merupakan fenomena multidimensi tergantung pada kondisi-kondisi ini. Seperti apa tipe rezim yang berkuasa, level kompetisi politik dalam rezim yang berkuasa, serta potensi kepercayaan antar kelompok masyarakat secara keseluruhan,” jelasnya.
Selain itu, Susi juga menyoroti terkait poin yang ada dalam RUU MK yang mengatakan setiap hakim konstitusi akan dievaluasi oleh lembaga pengusulnya. Menurut Susi, hal itu bisa menjadi praktik balas dendam dari lembaga pengusul terhadap hakim yang dinilai tidak memutus perkara sesuai keinginan lembaga pengusul.
“Bisa dilakukan sebagai bentuk pembalasan terhadap hakim-hakim yang sudah menjatuhkan putusan atau mengeluarkan pertimbangan-pertimbangannya dalam bentuk dissenting opinion yang tidak disukai oleh pihak-pihak yang mengusulkan hakim-hakim tersebut,” kata Susi.
“Oleh karena itu, ketika akan dilakukan evaluasi, pertanyaan kita, poin, standar, atau ukuran apa yang akan digunakan oleh lembaga pengusul itu dalam rangka melakukan evaluasi? Dalam pandangan saya, seharusnya evaluasi ini tidak dilakukan oleh lembaga pengusul,” pungkasnya. (Dis/Z-7)
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir membeberkan proses RUU MK tak bisa dilanjutkan karena waktu Masa Sidang DPR RI yang akan berakhir.
RUU tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya dibahas diam-diam kini belum jelas kapan akan dibawa ke paripurna.
BENDAHARA Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni menegaskan bahwa sebaiknya pembahasan revisi undang-undang (RUU) yang tengah di DPR untuk segera dibahas.
DPR belum akan memprioritaskan pembahasan revisi UU MK
Keempat revisi UU yang diusulkan Baleg itu sudah disepakati menjadi usul inisiatif DPR.
ANGGOTA Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem Taufik Basari mengatakan pihaknya menerima revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dengan catatan.
Ketua Badan Legislasi DPP PKS, Zainudin Paru, menegaskan, putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan melewati batas kewenangan MK.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
YLBHI menyebut usulan revisi Undang-Undang (UU) TNI bertentangan dengan agenda reformasi dan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI yang membawa rezim Neo Orde Baru.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari, menilai pembredelan pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan bertentangan dengan konstitusi.
Munculnya aspirasi mengubah posisi kelembagaan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri sebagaimana di masa Orde Baru adalah gagasan keliru dan bertentangan Konstitusi RI.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved