Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
PAKAR hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar alias Uceng, menyebut hasil Pilpres 2024 bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh paslon lain yang merasa keberatan dengan hasil tersebut.
“Saya kira kalau kemenangan ini ada mau dibawa kemana bisa jadi ke MK. Padahal MK sendiri adalah bagian dari proses yang tidak sehat tentu jadi jalan buntu sebenarnya,” ungkap Uceng kepada Media Indonesia, Rabu (14/2).
Sepanjang para paslon punya bukti kecurangan yang kuat, Uceng mengemukakan sah-sah saja paslon lain gugat perselisihan hasil pemilihan umum.
Baca juga : Ini Alasan Film Dirty Vote Dirilis di Masa Tenang Pemilu
“Bukti pemilu ada masalah soal kualitasnya sudah selesai dan kita tahu. Proses pengadilan ribetnya pembuktian, bagaimana kita meyakinkan dan membuktikan kepada Hakim,” ujarnya.
Uceng menerangkan proses peradilan bisa berhasil kalau pelapor punya bukti yang kuat serta Hakim yang independen. “Jika hanya punya salah satu ya mati juga tak ada gunanya,” terang Uceng.
Uceng juga mengemukakan bahwa proses pemilu saat ini menandakan winter is coming atau musim dingin telah datang di Indonesia. “Saya bilang winter is coming kalau mengutip istilah pak Jokowi itu ya musim dingin datang. Tergantung seberapa jauh kita menyiapkan diri sebenarnya,” tuturnya.
Baca juga : 02 Unggul Quick Count, Dirty Vote Benar
Ia mendesak parpol-parpol yang mengaku sebagai oposisi harus bisa menjalankan fungsi oposisi. Pasalnya, demokrasi presidensial bisa sehat kalau opisisinya lumayan kuat.
“Ini pertanyaan sebenernya buat NasDem, PKB, PDIP, PKS, dan PPP, seberapa serius mereka mau berdiri bersama rakyat. Seperti bahasa mereka selama ini. kan rakyat yang sering kritisi kan, lalu mereka kemudian mereka berdiri bersama rakyat mau jadi oposisi,” tegasnya.
“Seberapa mau, saya khawatir mereka cuma mau makan angkanya tapi gak mau makan getahnya. Mereka gak mau bertarung di proses musim dingin ini,”
Baca juga : Di Balik Dirty Vote, Sang Sutradara Dandhy Dwi Laksono
Jika parpol-parpol tersebut tetap jadi oposisi, Uceng yakin mereka punya bargain yang cukup kuat di hadapan kekuasaan.
Sehingga, lanjut Uceng, oposisi yang kuat bisa jadi alat kontrol yang baik dan melahirkan demokrasi sehat.
“Siapa pun boleh berkuasa sepanjang pengawasannya masih memadai, pasti masih bisa ditahan, karena demokrasi bekerja seperti itu. Kalah menang proses biasa. Sekarang kemampuan untuk jadi oposisi itu. Artinya begini pemerintahan boleh silih berganti tapi jiwa kritisi jangan pernah hilang,” tandasnya. (Ykb/Z-7)
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa biaya transportasi LPG 3 kilogram (kg) bukan merupakan obyek pajak. Hal itu ditegaskan MK pada putusannya nomor 188/PUU-XXII/2024.
Fajri menilai proses pemilihan oleh DPR tidak sesuai dengan tata cara pemilihan hakim konstitusi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Jalan keluarnya antara lain mengkodifikasi semua undang-undang terkait pemilu dan politik ke dalam satu payung hukum tunggal, mungkin melalui metode omnibus law.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menyoroti proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
GURU Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, mengendus aroma konspirasi antar elite untuk mengembalikan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi di Indonesia.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari menilai penambahan jumlah komisi di DPR belum tentu efektif dalam membantu kerja-kerja para wakil rakyat.
JELANG berakhirnya masa jabatan, anggota DPR dituding bersikap ugal-ugalan bahkan tidak peduli dengan aturan yang diamanatkan UU.
Pembentukan partai politik di Indonesia yang terejawantah lewat aspirasi anak muda progresif merupakan hal sulit, meski layak diapresiasi.
Putusan MK soal pilkada tersebut merupakan judicial review (pengujian materi) yang bersifat self executing atau bisa langsung ditindaklanjuti oleh KPU.
Masalah etik yang menjerat penyelenggara pemilihan dapat diselesaikan lewat MK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved