Headline
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.
PAKAR hukum tata negara (HTN) sekaligus peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari meminta agar Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dibubarkan. Seluruh sengketa pemilihan, termasuk masalah etik penyelenggara, katanya, dapat diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia menegaskan, bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan DKPP merupakan penyelenggara yang bersifat satu kesatuan. Sebagai gambaran, ketiganya berdiri pada kamar yang berbeda dalam satu kamar. Namun, kenyataannya, Feri menyebut bahwa ketiga lembaga penyelenggara itu saat ini berdiri pada rumah yang berbeda.
"Ini akan menjadi problematika serius dalam penyelenggaraan pemilu," katanya dalam diskusi bertajuk Evaluasi Penegakan Kode Etik Pemilu yang digelar Pusako di Jakarta, Senin (5/8).
Baca juga : Pakar HTN: Jangan Menunggu Hancur Baru Dibenahi
Feri mengusulkan agar KPU menjadi satu-satunya penyelenggara pemilihan. Sementara, Bawaslu dan DKPP dibubarkan. Baginya, masalah etik yang menjerat penyelenggara pemilihan dapat diselesaikan lewat MK.
Itu berkaca dari praktik yang diterapkan oleh negara-negara bersistem presidensial lainnya. Menurut Feri, selain presiden, negara presidensial dapat memakzulkan hakim. Dalam konteks di Indonesia, penyelenggara pemilu semestinya juga dapat dimakzulkan di MK. Ia mengingatkan, salah satu kewenangan MK adalah menangani sengekta lembaga negara.
"Begitu lembaga negara menjalankan kewenangan, dan dianggap sebagai masalah sengketa, termasuk di dalamnya etik, warga negara bisa menyengketakannya di MK. Kalau berhasil, yang dicita-citakan MK sedari dulu, yakni constitutional complaint, bisa jalan," terang Feri.
Baca juga : MK Harus Cermati Kasus Pelanggaran Etik Sebelum Putuskan Sengketa Pilpres
Feri sendiri menilai DKPP periode saat ini tidak sepenuhnya mengerti tugas dan fungsi lembaga DKPP. Contoh sederhana yang diberikannya adalah pemutaran lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum sidang DKPP dimulai. Ia menilai, pemutaran lagu kebangsaan dalam lembaga quasi peradilan tidak perlu dilakukan.
"Bukannya lagu kebangasaan tidak penting ya, tapi ketika dinyanyikan di tempat yang tidak tepat, jadi salah," ujarnya.
Lagu kebangsaan, sambung Feri, umumnya diputar saat momen pernghormatan maupun kemenangan. Masalahnya, DKPP merupakan lembaga quasi peradilan yang bertugas memeriksa masalah-masalah etik penyeelnggara pemilu. Baginya, prosedur peradilan di DKPP bukanlah sesuatu yang patut untuk dirayakan.
Baca juga : Respons DKPP, Bawaslu Sebut Pencalonan Gibran Tidak Bermasalah
"Makanya enggak pernah di MK, di Mahkamah Agung, nyanyi lagu kebangsaan. Ini tidak paham esesnsi DKPP-nya," pungkas Feri.
Pada kesempatan yang sama, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai DKPP saat ini cenderung terjebak pada anasir-anasir politik dalam menjatuhkan putusan. Salah satu contohnya tampak dalam tulisan opini Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sebuah surat kabar nasional.
"Seolah-olah mereka (DKPP) ada di persimpangan antara menegakan etika dan menjaga citra pemilu di mata publik. Padahal hal itu tidak perlu menjadi sesuatu yang dibenturkan," kata Titi. (J-2)
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
MK mengatakan selama ini terdapat perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan pelanggaran administrasi pilkada.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Pengalaman dari Pemilu 2024 menunjukkan betapa tingginya partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran.
Demokrasi tidak bisa dipisahkan dari politik karena sesungguhnya politik adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari
Bagja tetap mengimbau Bawaslu Sulawesi Selatan dan Kota Palopo untuk mengawasi setiap potensi terjadinya praktik haram tersebut.
Perkara yang masuk ke DKPP tidak semua dapat ditindaklanjuti sebab tidak cukup bukti.
Kelima isu tersebut juga menjadi akar berbagai pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengungkapkan selama hampir 13 tahun DKPP berdiri, pihaknya selalu menerima aduan yang masuk.
Aduan Masyarakat Sipil terkait pelanggaran kode etik penggunaan jet pribadi oleh KPU RI dinyatakan belum memenuhi syarat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Koalisi masih memiliki waktu tujuh hari untuk memperbaiki pengaduan di DKPP yang tenggatnya jatuh pada 13 Juni mendatang.
Penyewaan jet itu telah mencoreng prinsip kejujuran, proporsional, akuntabel, dan efisiensi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved