Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SUDAH hampir 1 tahun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan. Namun demikian, sampai hari ini berbagai macam tindak kekerasan seksual masih terjadi. Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menilai, ada beberapa hal yang menjadi penghambat implementasi UU itu di lapangan.
Di antaranya belum adanya aturan pelaksanaan agar UU itu dapat diimplementasikan dengan baik. Selain itu perlu pemahaman penegak hukum melihat bagaimana UU TPKS diimplementasikan dan faktor turunan lainnya seperti penanganan korban dan persiapan fasilitas yang masih juga belum memadai.
"Itulah yang kita hadapi saat ini bahwa UU TPKS masih juga belum efektif," kata Rerie dalam Diskusi Denpasar 12 yang bertajuk Efektivitas UU TPKS Meredam Kekerasan Seksual, Rabu (15/3).
Baca juga: Pencabulan oleh Guru Rebana, DPR Desak Pemerintah Keluarkan Aturan Turunan UU TPKS
Padahal, hadirnya UU TPKS seharusnya dapat mengoptimalisasi kepastian hukum bagi perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Namun demikian, hingga UU itu hadir, masih banyak penyelesaian kekerasan seksual yang diselesaikan di luar jalur hukum dan berujung pada perdamaian.
"Inilah yang kita sesalkan. Karena kita mendorong UU TPKS ini untuk terwujud adalah justru untuk menegakan hukum dan memberikan keadilan bagi para korban," ungkap Rerie.
Baca juga: Jokowi tegaskan dukungan untuk Pelaksanaan UU TPKS
Pada kesempatan itu Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati mengungkapkan, sepanjang 2022 hingga Maret 2023, kasus kekerasan terhadap perempaun yang dilaporkan ke KPPPA mencapai 9.377 kasus dengan jumlah korban sebanyak 9.610 orang. Dari jumlah tersebut, 1.710 orang perempuan mengalami kekerasan seksual.
Adapin, kekerasan terhadap anak berjumlah 13.675 kasus dengan jumlah korban sebanyak 14.958 anak. Dari jumlah itu, 7.893 anak menjadi korban kekerasan seksual. Ratna mengakui, adanya UU TPKS merupakan terobosan dalam pencegahan dan penanganan TPKS.
Ia membeberkan, ada sejumlah alasan pengesahan UU tersebut. Di antaranya, setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan seksual dan bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat.
"Kekerasan seksual juga bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiasan serta mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat," ucap dia.
Baca juga: Konsistensi Pemberdayaan Perempuan Penting untuk Mengakselerasi Proses Pembangunan
Selain itu, peraturan perundang-undangan yang ada sebelum UU TPKS belum optimal dalam memberikan pencegahan, perlindungan, akses keadilan, pemulihan dan pemenuhan kebutuhan hak korban TPKS.
Untuk itu, demi mengoptimalkan implementasi UU TPKS, pemerintah tengah menyusun sejumlah peraturan turunan. "Pemerintah berupaya agar peraturan pemerintah dan peraturan presiden untuk turunan UU TPK ini Juni sudah selesai. Kami sampaikan juga bahwa monitoring dan koordinasi di lapangan akan disiapkan peraturannya agar jadi acuan di lapangan," pungkas dia.
Di akhir diskusi, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat dalam konteks penerapan UU TPKS sasaran sosialisasi bukan pada tingkat warga, tetapi pada para penegak hukum terutama jajaran kepolisian di tingkat polsek.
Selain itu, ujar Saur, perlu dipertimbangkan dengan serius agar polisi perempuan yang menangani laporan kasus kekerasan seksual. Saur berharap target Pemerintah menyelesaikan aturan turunan UU TPKS pada Juni 2023 bisa tercapai. (Ata/Z-7)
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
selama ini lebih dari 50% lembaga di Indonesia sudah memberikan layanan menggunakan UU TPKS.
Sanksi pemberatan harus dilakukan karena oknum-oknum tersebut seharusnya pihak yang harus memberikan perlindungan terhadap perempuan.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyampaikan progres sisa peraturan turunan UU TPKS.
Penguatan identitas sebagai sebuah bangsa juga mampu menumbuhkan kohesi sosial yang bisa menjadi pendorong untuk mengakselerasi proses pembangunan.
SETIAP anak bangsa harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar Kebangsaan untuk menjawab tantangan di masa datang.
PELESTARIAN dan pemanfaatan situs purbakala harus terus dilakukan. Salah satunya untuk mendukung upaya mewujudkan ketersediaan sarana pendidikan yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Kondisi kesejahteraan guru secara umum, saat ini masih terbilang rendah dan belum sebanding dengan pengabdian yang mereka berikan.
DORONG upaya untuk meningkatkan produksi furnitur dan ukir untuk memenuhi permintaan pasar dengan tetap melestarikan kekhasan Jepara pada setiap produk yang dihasilkan.
PENINGKATAN peran masyarakat dan keseriusan pemangku kebijakan khususnya penegak hukum dalam memahami dan menegakkan hukum mendesak direalisasikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved