Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
REVISI Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) harus mempertimbangkan perlindungan menyeluruh yang responsif gender dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) bagi para pekerja migran Indonesia.
"Langkah revisi UU PPMI harus memperhatikan berbagai dimensi perlindungan yang belum diatur sepenuhnya untuk meminimalisir berbagai penyimpangan," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Revisi UU Perlindungan Pekerja Migran: Lebih Progresif atau Regresif? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, di Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Irjen Pol. Dr. Dwiyono, S.I.K., M.Si. (Sekjen Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia), Martin Manurung (Wakil Ketua Badan Legislasi /Baleg DPR RI), dan Syofyan S.H (Ketua Umum Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia/SAKTI) sebagai penanggap.
Selain itu hadir pula Anis Hidayah, S.H., M.H. (Ketua Komnas HAM) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, pekerja migran menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional dan berkontribusi secara konkret bagi pendapatan negara dan produktivitas ekonomi, melalui tingginya remitansi atau pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri.
Namun, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, potensi ekonomi melalui pendapatan negara dari para pekerja migran itu tidak luput dari berbagai masalah.
Masalah yang dihadapi, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara), antara lain pendidikan PMI yang didominasi lulusan SMA ke bawah, kurangnya keterampilan dan pelatihan, maraknya penipuan dalam proses rekrutmen hingga timbul proses penempatan nonprosedural, serta kurangnya perlindungan PMI dan keluarganya secara menyeluruh.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap amanat Konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia mesti menjiwai proses revisi UU PPMI saat ini.
Dwiyono mengungkapkan, latar belakang revisi UU PPMI agar kita mampu memberikan perlindungan yang optimal bagi PMI.
Diakui Dwiyono, sistem perlindungan yang berjalan saat ini belum berjalan maksimal. Sejumlah upaya, jelas dia, harus segera diupayakan dengan penguatan tata kelola dalam pelayanan PMI.
Salah satunya, ujar Dwiyono, perlu penguatan atase ketenagakerjaan di sejumlah negara yang sebelumnya di bawah Kementerian Tenaga Kerja, agar dalihkan ke Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Menurut Dwiyono, isu strategis dalam revisi UU PPMI ini terkait jangkauan dan arah kebijakan dalam melindungi PMI, sehingga dibutuhkan perbaikan kelembagaan dan tata kelola dalam pelayanan PMI.
Pemerintah, tegas Dwiyono, tetap concern terhadap perlindungan PMI perempuan yang bekerja sebagai domestic worker sejak mendaftar hingga bekerja di luar negeri.
Martin Manurung mengungkapkan, revisi UU PPMI merupakan usulan dari Baleg DPR RI yang melihat banyaknya permasalahan yang dihadapi PMI.
Diaku Martin, PMI yang menghadapi masalah umumnya berangkat ke luar negeri tidak melalui prosedur yang benar.
Menyikapi kondisi tersebut, menurut Martin, diperlukan upaya revisi UU PPMI sebagai landasan hukum yang kuat agar negara mampu memperbaiki tata kelola pelayanan dan memberikan perlindungan PMI secara menyeluruh.
Saat ini, ungkap Martin, Baleg sudah membentuk Panja dan pada rapat pleno Baleg 17 Maret 2025 disepakati RUU PPMI sebagai RUU usulan DPR RI.
Selain itu, tambah dia, pemerintah juga sudah mengirimkan Surat Presiden terkait pembuatan DIM dalam revisi RUU PPMI ke pimpinan DPR RI.
Martin berpendapat, RUU PPMI harus sepenuhnya memberikan perlindungan hukum bagi PMI dan mengurangi keberadaan PMI non prosedural dengan mengubah menjadi PMI yang prosedural.
Syofyan menyatakan, perlindungan yang dibutuhkan pelaut mencakup perlindungan pada saat pra penempatan, pada masa kerja, dan purnakerja.
Revisi UU PPMI, tegas Syofyan, harus mampu memberi perlindungan dalam bentuk kepastian hukum.
Karena, ujar Syofyan, sejatinya UU Pelayaran yang ada saat ini tidak mengatur pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing.
Syofyan mengungkapkan, perlindungan pra penempatan yang diharapkan pelaut dalam bentuk proses rekrutmen yang adil, informasi yang transparan, pelatihan dan sertifikasi, jaminan sosial dan asuransi, serta dokumen perjalanan yang lengkap.
Syofyan mengusulkan agar dalam revisi UU PPMI memasukkan Maritime Labour Convention (MLC) 2006 dan ILO Convention 180 sebagai konsideran dan norma dalam pengaturan bagi pelaut.
Selain itu, tambah dia, menghapus Pasal 64 UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang mengatur pekerja yang mengalami masalah dalam penempatan dan/atau selama bekerja di luar negeri dan selanjutnya mengatur pelaut dalam UU PPMI yang baru.
Terpenting, tegas Syofyan, harus ada lembaga tripartit untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi pelaut.
Anis Hidayah berpendapat, diskusi yang melibatkan sejumlah pihak terkait permasalahan PMI sangat penting dalam upaya revisi UU PPMI.
Prinsip-prinsip HAM, tegas Anis, harus bisa dimasukkan dalam proses revisi UU PPMI.
Menurut Anis, sejumlah potensi pelanggaran HAM kerap terjadi pada proses pra penempatan kerja terkait hak-hak PMI, karena informasi yang diberikan kepada PMI di sektor informal, perikanan, dan perkebunan misalnya, tidak komperhensif.
Anis menegaskan, upaya pengawasan dalam penerapan regulasi yang berlaku kelak harus konsisten dilakukan, karena banyak celah aturan dalam penempatan PMI yang disalahgunakan.
Wartawan senior Saur Hutabarat berharap, dengan dibentuknya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia tidak ada lagi saling lempar antara Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi PMI.
Menurut Saur, akses hukum di negara penempatan PMI harus diperkuat dan dimudahkan prosesnya.
Selain itu, tegas Saur, hak PMI untuk menyimpan paspor harus diperhatikan. Karena, tambah dia, bila paspor disimpan oleh perusahaan atau majikan tempat bekerja akan terjadi permasalahan baru.
Sebaik-baiknya tempat penyimpanan paspor PMI, menurut Saur, adalah di Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara tempat mereka bekerja. (RO/I-2)
REVISI Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) tampaknya kembali akan menjadi panggung teknokratis: membahas angka-angka, tanpa wajah para pelakunya.
PENGUATAN peran orangtua dibutuhkan dalam mendukung upaya meningkatkan kualitas kesehatan keluarga di tanah air.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan literasi keuangan digital bagi perempuan penting sebagai bagian dari upaya pemberdayaan untuk mewujudkan kesejahteraan
Upaya peningkatan gizi keluarga harus dibarengi dengan peningkatan pemahaman para ibu dan orang tua pada umumnya, terkait pemenuhan gizi seimbang keluarga.
UPAYA yang terukur untuk mewujudkan gerakan mengatasi kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak harus segera direalisasikan.
EKOSISTEM perlindungan menyeluruh terhadap perempuan dan anak harus diwujudkan. Diperlukan peran aktif semua pihak untuk bisa merealisasikan hal tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved