Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
KOMISI III DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah pihak untuk mendengarkan masukan terkait revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dewan Pers menyampaikan sejumlah reformulasi ketentuan karena dianggap mengancam kebebasan jurnalistik.
"Dewan Pers menganggap ada 20 pasal dalam revisi KUHP ini mengancam kebebasan pers," Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Ninik Rahayu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, hari ini.
Ketentuan yang diminta direfomulasi yaitu Pasal 188 ayat 2 tentang perbuatan mengganti Pancasila. Dewan Pers meminta agar ketentuan tersebut dilengkapi dengan tindakan kekerasan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila.
"Jadi delik materil yang seharusnya dibuktikan apabila upaya penggantian itu dilakukan dengan kekerasan," ungkap dia.
Dewan Pers mengusulkan reformulasi terhadap Pasal 218 ayat 2 revisi KUHP tentang penghinaan presiden dan wakil presiden. Reformulasi diusulkan karena Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menghapus ketentuan tersebut dalam berdasarkan putusan Nomor 013-022/PUU-IV Tahun 2006.
"Sehingga rumusannya tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat martabat sebagaimana yang dimaksud ayat 1 Pasal 218," sebut dia.
Pasal 219 tentang penyiaran pernyataan yang dianggap menghina presiden dan wakil presiden juga diusulkan diubah. Ketentuan tersebut diminta disempurnakan dengan pengecualian terhadap kegiatan jurnalistik.
"Pasal 219 direfomulasi tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat martabat sebagaimana maksud ayat 1 Pasal 218 jika dilakukan untuk tugas jurnalistik, kepentingan umum, atau pembelaan diri," ujar dia.
Dewan Pers juga meminta Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintahan yang sah berujung pada kerusuhan. Dewan Pers mengusulkan agar dimasukkan delik materil dalam ketentuan tersebut dengan menambahkan kalimat dengan maksud sehingga mengakibatkan terjadinya.
"Pasal 240 ayat 2 dilengkapi dengan tidak merupakan penghinaan kepada pemerintah sebagaimana yang dimaksud ayat 1 jika perbuatan dilakukan untuk jurnalistik atau kepentingan umum," kata dia.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli menambah pihaknya menginginkan agar ada reformulasi pada Pasal 246 revisi KUHP tentang penghasutan untuk melawan penguasa umum. Pada Pasal 246 huruf a tentang menghasut orang untuk melakukan tindak pidana, Dewan Pers meminta dimasukkan ketentuan pembuktian.
"Sehingga, pembuktiannya menjadi lebih empirik dan bisa dipertanggungjawabkan," ujar dia.
Reformulasi juga dilakukan terhadap Pasal 246 huruf b tentang mengajak publik secara terang-terangan untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan. Menurut dia, ketentuan tersebut memiliki artian yang sangat luas dan menyulitkan wartawan.
"Saya kira rumusan ini sangat penting memiliki artian luas dari paling atas seperti presiden sampai lurah barangkali dan itu akan sangat merepotkan jika wartawan tidak bisa meliput sampai level paling bawah," sebut dia.
Berikutnya Pasal 247 tentang penyiaran hasutan agar melakukan tindak pidana atau melawan penguasa umum dengan kekerasan. Dewan Pers mengajukan reformulasi penambahan ajakan kepada publik secara terang-terangan. Sebab, frasa menghasut tersebut berpotensi multitafsir.
Selanjutnya Pasal 263 tentang penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. Disarankan, berita yang disiarkan insan jurnalistik dan dianggap hoaks disarankan diselesaikan melalui Dewan Pers, bukan dipidana.
"Kalau ini masuk maka potensi kriminalisasi pers menjadi terbuka," sebut dia.
Dewan pers kemudian mengusulkan reformulasi ketentuan tersebut dengan memasukkan kalimat mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik. "Jadi tambahan ini mempertegas ada maksud tertentu dari orang yang ingin menyebarkan itu," kata dia.
Terakhir, Dewan Pers meminta reformulasi Pasal 281 huruf c tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. Dewan Pers berharap agar pelarangan publikasi proses peradilan hanya untuk persidangan tertentu. Seperti peradilan asusila dan anak-anak yang diwajibkan tertutup.
"Kalau terbuka saya mohon untuk dipertimbangkan untuk kami bisa mengakses pengadilan karena publik berhak untuk tahu proses itu," ujar dia.
Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa menyambut baik masukan dari Dewan Pers. Komisi III DPR akan mengupayakan mengakomodasi masukkan yang disampaikan.
Namun, Sekretaris Fraksi Gerindra itu menyarankan agar Dewan Pers melakukan audiensi dan menyampaikan berbagai masukkan itu kepada perwakilan pemerintah. Sehingga, pembuat peraturan perundang-undangan menerima masukkan hang disampaikan.
"Kita berharap kalau belum ketemu tim ahli pemerintah kami berharap agar bisa ketemu dengan mereka agar gayung bersambut. Kalau tidak bersambut juga kita revisi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentan Pers, kita jadikan lex specialis," kata Desmond.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan meminta masukkan Dewan Pers diakomodasi. Sehingga, revisi KUHP selaras dengan UU Pers.
"Saya tidak beradu argumentasi, tapi saya ingin mengatakan sudah selayaknya ini harus kita perjuangkan karena ini sudah lama sekali agar UU Pers sejalan dan senafas dengan revisi KUHP tadi," ujar Hinca.(OL-4)
Ariyadi menilai bahwa asas ini tidak hanya membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan, tetapi juga mengecilkan ruang pengawasan, transparansi dan akuntabilitas terhadap jaksa.
KOMISI III DPR RI segera menyusun dan membahas revisi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP.
"Adalah tugas kita semua untuk memantau, terutama para akademisi dalam mencermati bagaimana jalannya KUHP yang sudah disahkan."
Revisi KUHP awalnya bakal disahkan pada 2019 setelah semua fraksi sepakat untuk disahkan pada rapat paripurna.
Kegiatan sosialisasi kali ini dikemas dalam bentuk hiburan rakyat di Lapangan Desa Nungkulan Jaten, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Adanya RUU KUHP ini dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern, tidak lagi berdasarkan keadilan retributif, tetapi berorientasi pada keadilan korektif
Abdul menyebut penulis melaporkan soal kolomnya yang terbit hari 22 Mei dan peristiwa yang mengikutinya.
Dugaan intimidasi terjadi usai tayangnya opini yang mengkritik pengangkatan jenderal TNI pada jabatan sipil, termasuk sebagai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
MENTERI Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyambut komposisi Pengurus Dewan Pers baru Periode 2025-2028 yang dipimpin oleh Komaruddin Hidayat.
dewan pers
Tian membuat berita atas pesanan Advokat Junaedi Saibih yang juga menjadi tersangka lain dalam kasus ini. Dia mendapatkan keuntungan atas pekerjaan itu.
Kedua pihak juga sepakat untuk menyediakan ahli dari Dewan Pers. Dua instansi itu juga sepakat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved