KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sampai saat belum menetapkan pembunuhan Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM yang berat. Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga mengatakan proses penyelidikan yang diamanatkan dalam UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM belum dilakukan karena masih adanya pro kontra.
"Mengingat masih ada pro kontra apakah peristiwa pembunuhan Munir dapat diduga termasuk sebagai kejahatan kemanusiaan atau tidak serta sifat rahasianya, kami, tujuh Komisoner, sepakat harus bertemu langsung dan lengkap untuk membahasnya," kata Sandra melalui keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Minggu (22/8).
Sayangnya pertemuan langsung yang dimaksud Sandra urung dilakukan. Ia beralasan hal itu disebabkan karena adanya Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) terkait pandemi covid-19. "Mudah-mudahan bisa segera."
Menurut Sandra, pihaknya sudah membentuk tim untuk mengkaji legal opinion yang disampaikan Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) pada Semptember 2020. Tim juga telah menyelesaikan tugasnya dan menyerahkan laporan tersebut kepada Sidang Paripurna.
"Sidang Paripurna sudah menyepakati bahwa penyelidikan dan penyidikan oleh Polri atas peristiwa pembunuhan almarhum Munir belum sesuai dengan rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF)," jelasnya.
Baca juga : Polisi Ungkap Aliran Dana Teroris JI Capai Miliaran Rupiah
Sandra menyebut bahwa Komnas HAM telah menyurati Presiden Joko Widodo guna memastikan agar Polri segera menindaklanjuti rekomendasi TPF. Ini penting dilakukan mengingat batas daluwarsa perkara pidana pembunuhan Munir berakhir pada 2022.
Sebelumnya dalam siaran pers daring pada Kamis (19/8) lalu, KASUM kembali mendesak agar Komnas HAM menetapkan pembunuhan Munir yang terjadi pada 7 September 2004 sebagai pelanggaran HAM berat. Dengan begitu, proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dalam kasus Munir tidak dibatasi waktu sebagaimana konsep hukum pidana biasa.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana menyampaikan pembunuhan Munir telah memenuhi empat unsur untuk ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat, yakni unsur pembunuhan, unsur dilakukan sebagai bagian dari serangan, unsur meluas atau sistematik, serta unsur yang diketahuinya. Keempatnya sudah dibuktikan baik dari putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah serta kerja TPF.
Munir diketahui meninggal karena diracun arsenik dalam pesawat Garuda Indonesia penerbangan Jakarta - Amsterdam. Setidaknya, dua orang telah divonis atas pembunuhan Munir, yakni pilot Garuda Polycarpus Budihari Priyanto dan Direktur Utama Garuda Indra Setiawan.
Kendati demikian, Polycarpus dan Indra diyakini hanyalah pelaku lapangan. Penetapan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat diharapkan mampu juga mengungkap para aktor intelektual. (OL-2)