Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
BANYAK calon dari dinasti politik yang maju dalam Pilkada 2020, namun harus menelan pil pahitkekalahan. Hal itu menunjukkan adanya keinginan masyarakat untuk menolak dinasti politik.
Demikian rilis hasil riset Nagara Institute terkait Dinasti Politik Pilkada 2020 dan Pascaputusan Sengketa Mahkamah Konstitusi. Kurator Politik dan Pertahanan Nagara Institute Mulyadi La Tadampali menyebut dari 129 calon kepala daerah yang berafiliasi dengan dinasti politik, 72 calon dinyatakan kalah dalam Pilkada 2020. Sementara itu, 52 calon dinyatakan menang.
"Tidak terpilihnya calon-calon tersebut, menunjukkan ada kesepakatan diam yang besar untuk menolak dinasti politik," ujar Mulyadi, Senin (12/4).
Baca juga: Parpol Seharusnya tidak Jadi Dinasti Keluarga
Berdasarkan hasil riset, dari 128 calon yang berasal atau punya hubungan dengan dinasti politik, 8 orang di antaranya merupakan calon tunggal. Menurutnya, hal itu menandakan partai politik semakin pragmatis, karena memberikan dukungan hanya pada satu calon yang berasal dari dinasti politik. Ketimbang mencari kandidat lain sebagai alternatif.
Dari hasil riset juga diketahui bahwa 52 calon yang berasal atau punya hubungan dengan dinasti politik dan dinyatakan menang, terdapat 27 kepala daerah terpilih yang kemenangannya digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Artinya, ada persoalan legitimasi dalam terpilihnya calon berlatang belakang dinasti politik. Tidak bisa menjamin pemerintahan dijalankan transparan," pungkas Mulyadi.
Baca juga: Calon Tunggal Semakin Menjamur di Pilkada 2020
Meski masyarakat Indonesia sudah menganut budaya politik partisipan atau paham calon yang layak untuk dipilih, namun dinasti politik sulit dibenahi, jika akar masalahnya pada partai politik. Partai politik dikatakannya semakin pragmatis dan oligarki.
Dewan Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai temuan Nagara Institute menjadi refleksi dinamika politik di Indonesia. Bahwa, dinasti politik menghambat proses demokrasi.
Menurutnya, fenomena dinasti politik dari tahun ke tahun bersumber dari sejumlah faktor. Seperti, kian sempitnya ruang untuk mengakses pencalonan, karena pembatasan yang didesain secara sengaja oleh pembuat regulasi. Dia menyoroti kenaikan ambang batas pencalonan, baik dari jalur partai politik maupun perseorangan, yang menjadi penyebab maraknya dinasti politik.(OL-11)
Abdul menjelaskan, penyidik belum menahan tersangka karena pemeriksaan akan dilanjutkan.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Yalimo, Papua sebagai penyelenggara pemilu dituding telah melakukan pelanggaran etik.
PAGUYUBAN Nusantara Yalimo Bangkit meminta MK untuk tidak mematikan suara rakyat Yalimo, dengan putusan yang semestinya
DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan dua anggota KPU Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) dari jabatannya.
Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah tercatat sukses, meski dalam kondisi pandemi COVID-19. Pengalaman itu menjadi rujukan untuk penyelenggaraan berbasis manajemen risiko Pemilu 2024.
Ppartai politik juga harus ambil bagian dalam mendinginkan suasana dan mengajak pendukungnya untuk bisa menerima putusan MK.
Para mahasiswa pengunjuk rasa tersebut tidak mengalami kekerasan fisik yang berarti.
Survei Curator Nagara Institute dan Sosiolog, Sulfikar Amir, menerangkan ada 44,17% pemilih tak masalah jika kandidat Pemilu dan Pilkada berasal dari politik dinasti.
Ketua Para Syndicate Ari Nurcahyo mencatat terdapat beberapa episentrum Pilkada 2024 yang jadi peratrungan antara Prabowo Subianto, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri.
Dari 1.553 kandidat yang berkompetisi pada pilkada 2024, ada 605 kandidat yang terlibat dalam dinasti politik dinasti
Pramono mengatakan bahwa pada kontestasi Pilkada Serentak 2024, nasibnya sama dengan sang anak, Hanindhito Himawan Pramana atau Dito
PKS memiliki target suara 15% namun tidak tercapai atau hanya 8,42%
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved