Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kapolri Larang Media Siarkan Arogansi Personel Polri

Siti Yona Hukmana
06/4/2021 11:58
Kapolri Larang Media Siarkan Arogansi Personel Polri
apolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah)(ANTARA/Aprillio Akbar)

KAPOLRI Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram (ST) nomor : ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. Surat telegram itu berisi aturan pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

"Iya benar. Pertimbangannya (penerbitan ST itu) agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (6/4).

Ada 11 perintah Kapolri dalam surat telegram itu. Perintah itu wajib diikuti oleh pengemban fungsi humas di Polda dan Polres di seluruh Indonesia.

Baca juga: Wah.. Polisi Sudah Tangkap 1.073 Terduga Teroris Sejak 2018

"Media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," begitu bunyi perintah pertama Listyo dalam surat telegram itu.

Kedua, tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. Ketiga, tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.

Keempat, tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan atau fakta pengadilan.

Kelima, tidak menayangkan reka ulang pemerkosan dan atau kejahatan seksual.

Keenam, menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual beserta keluarganya, dan orang yang diduga pelaku kejahatan seksual beserta keluarganya.

Ketujuh, menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan, yang merupakan anak di bawah umur.

Kedelapan, tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan atau reka ulang bunuh diri, serta menyampaikan identitas pelaku.

Kesembilan, tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang

Ke-10, tidak membawa media dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

Ke-11, tidak menampilkan gambar secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

Penerbitan surat telegram itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infotmasi Publik, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor: 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran.

Surat telegram itu bersifat petunjuk arah untuk dilaksanakan dan dipedomani. Surat itu diterbitkan Senin (5/4) dan ditandatangani oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya