Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
DUA hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Bali, yakni Sumali dan Hartono mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya merasa periodisasi masa jabatan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor yang hanya biasa dua kali terpilih, diskriminatif.
Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 10 ayat (5) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (UU 46/2009) sehingga pemohon menganggap pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
"Bahwa para Pemohon mendalilkan telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan diberlakukannya pasal undang-undang a quo dikarenakan adanya periodisasi jabatan hakim ad hoc tindak pidana korupsi selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali jabatan maka mengancam kebebasan hakim dan menimbulkan permasalahan dalam sistem pengangkatan dan pemberhentian bagi hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi," papar kuasa hukum pemohon Ahmad Fauzi di depan Majelis Hakim Panel MK yang diketuai Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan anggota Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams dan Suhartoyo dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Senin (2/11).
Pemohon beralasan, bahwa dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak ada satupun norma pasal yang mengatur periodisasi bagi hakim yang berada di lingkungan peradilan maupun Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Oleh karena itu, norma tentang periodisasi hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi dianggap merupakan suatu bentuk kerugian yang nyata bagi para pemohon, yang melampaui peraturan dasarnya yakni ketentuan Pasal 24 ayat (1),
Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. "Periodisasi masa jabatan hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi bertentangan dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman di mana periodisasi jabatan mengancam kebebasan hakim dan menimbulkan permasalahan yang serius yakni masalah dalam sistem pengangkatan dan pemberhentian bagi hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi," papar Kuasa Hukum Pemohon.
Oleh karena itu, pemohon meminta majelis hakim MK untuk menyatakan Pasal 10 angka 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang sebelumnya “Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat 4 untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan”, berlaku konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) menjadi frasa baru yang selengkapnya berbunyi: “Masa tugas hakim ad hoc adalah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan diusulkan untuk diangkat kembali setiap 5 (lima) tahun oleh Mahkamah Agung.
Menanggapi pemohonan pemohon, Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams memberikan nasihat terkait perbaikan redaksional permohonan seperti tidak adanya nomor halaman pada lembar permohonan, kesalahan penulisan pada ayat dan lain-lain. Sementara Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan apabila kedudukan hukum pemohon dijadikan satu dan tidak dipecah, mahkamah akan memberikan pemaknaan bahwa kedua pemohon sama.
Padahal bisa saja hanya salah satu yang dianggap memiliki kedudukan hukum. Ia menjelaskan bahwa keberadaan hakim ed hoc Pengadilan Tipikor diharapkan bisa memberikan kontribusi dan keahliannya dalam bidang tindak pidana korupsi. Ia pun meminta agar pemohon menjelaskan apakah dengan adanya periodisasi masa jabatan seperti yang diinginkan pemohon, jabatan hakim ad hoc akan kehilangan esensinya atau malah sebaliknya.
"Tolong dinarasikan apakah semangat itu masih sampai sekarang dan dikaitkan apakah periodisasi masa jabatan merugikan konstitusional hakim ad hoc. Apakah dengan diangkatnya berulang kali, jabatan hakim ad hoc kehilangan esensi atau tidak. Kalau tidak tolong dielaborasi argumentasinya," tegasnya.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan pemohon memperbaiki permohonannya sehingga lebih mudah dibaca banyak kalangan. "Ini akan dipublikasikan sehingga dapat dibaca oleh semua orang, mohon dibuat serapih mungkin," tukasnya. (OL-4)
MK buka suara terkait isu pemakzulan wakil presiden (wapres) Gibran Rakabuming Raka yang santer belakangan ini.
ANGGOTA Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amalia menilai program Sekolah Rakyat akan berbeda dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan sekolah gratis.
KEWENANGAN pengelolaan energi dan sumber daya mineral termasuk pemberian izin tambang, yang kini berada di tangan pemerintah pusat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
MK menolak lima gugatan yang diajukan sejumlah pemohon berkaitan dengan pengujian formil dan materiil UU TNI
MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan atas pengujian UU Kejaksaan terkait hak imunitas bagi jaksa.
DUA orang advokat, Syamsul Jahidin dan Ernawati menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) ke Mahkamah Konstitusi (MK)
SEKRETARIS Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya Hardianto Harefa menilai upah sebagian kepala daerah masih terlalu kecil.
Eks Wakapolri Oegroseno, menyarankan agar penyidikan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan kepada Polri.
Kejagung dinilai menggunakan pasal keranjang sampah dalam pengusutan kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit oleh Bank DKI Jakarta dan BJB pada Sritex
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, sejak berkas perkara dikembalikan, penyidik Bareskrim belum mengirimkan perbaikan sesuai catatan JPU.
TERSANGKA kasus impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menagih salinan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi dasar dari proses hukum
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Dalil dalam gugatan politisi itu dinilai tidak jelas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved