Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Sistem Rekap-E Bisa Jadi Alat Kontrol Publik

Indriyani Astuti
26/8/2020 04:05
Sistem Rekap-E Bisa Jadi Alat Kontrol Publik
Ilustrasi -- Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melakukan rekapitulasi surat suara di tingkat Kecamatan di GOR Kelapa Gading, Jakarta(ANTARA/Rivan Awal Lingga)

KETUA Bawaslu Abhan berharap penerapan sistem rekapitulasi suara elektronik (rekap-e) yang dikembangkan KPU dan ITB bisa menjadi alat kontrol bagi publik untuk melihat hasil perolehan di tempat pemungutan suara.

Namun, rekapitulasi elektronik belum bisa menggantikan sistem rekapitulasi berjenjang secara manual. “Kaitannya dengan undang-undangkan jelas rekapitulasi masih manual. Dugaan saya ini men- jadi mekanisme kontrol seperti suara Komisi Pemilihan Umum jadi pendokumentasian hasil lebih cepat,” papar Abhan seusai acara uji coba rekapitulasi elektronik di tingkat tempat pemungutan suara untuk Pilkada 2020 di Kantor KPU RI, Jakarta, kemarin.

Menurut Abhan, dalam penerapan rekap-e akan ada tantangan yang dihadapi KPU. Pertama, waktu untuk rekapitulasi suara di tingkat tempat pemungutan suara menjadi bertambah. Itu karena petugas harus mengambil foto formulir C1 untuk diunggah ke sistem rekap-e. Kedua, belajar dari Pemilu 2019, petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) banyak yang kelelahan. Tugas tambahan akan membuat kerja mereka lebih berat.

Komisioner KPU Evi Novida Ginting menjelaskan proses rekap-e sudah dipersiapkan sejak 2019. Meski demikian, penghitungan suara secara manual tetap dilakukan di tempat pemungutan suara, lalu hasil foto formulir C1 dikirimkan ke aplikasi sistem rekap-e langsung ke KPU kabupaten/kota atau provinsi.

Anggota Komisi II DPR Johan Budi SP menambahkan pelaksanaan rekap-e belum bisa diterapkan secara menyeluruh di Indonesia sebab KPU masih melakukan penghitungan suara berjenjang secara konvensional. “Manual tetap harus dilakukan. Rekap-e sifatnya untuk mempermudah. Penghitungan dilakukan dari TPS ke kecamatan dan seterusnya,” ujar Johan.

Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi juga membenarkan sistem rekap-e belum dapat menggantikan re- kapitulasi berjenjang manual. Raka menjelaskan, rekap-e dirancang menggunakan data berbasis pada tempat pemungutan suara (TPS).

Setelah proses pemungutan suara dilakukan seperti biasa di TPS, penghitungan suara dilakukan dan petugas TPS mengisinya di formulir C1.
Pada aplikasi situng (sistem penghitungan) milik KPU, formulir C1 tersebut dipindai (scan), kemudian diunggah ke aplikasi situng. Namun, pada sistem rekapitulasi elektronik, petugas hanya memfoto formulir C1, kemudian hasilnya diunggah di panitia pemilihan kecamatan (PPK) tingkat kecamatan atau langsung ke KPU kabupaten/kota untuk pemilihan bupati/wali kota dan KPU provinsi untuk pemilihan gubernur.

Kampanye daring

Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mempertanyakan peraturan terkait dengan kampanye daring untuk Pilkada 2020. Menurutnya, KPU dan Bawaslu harus membuat aturan terkait dengan hal tersebut.

“Kita harus punya persepsi yang sama tentang pengertian media sosial, media sosial yang dimaksud untuk tidak boleh melaksanakan kampanye setelah dilarang masa tenggangnya itu. Apakah KPU dan Bawaslu sudah punya aturan yang jelas untuk melakukan pengawasan,” ujar Guspardi.

Sebelumnya, KPU memberi kelonggaran kampanye Pilkada 2020 secara daring di tengah pandemi covid-19. Komisioner KPU RI Viryan Azis
mengatakan, kondisi pandemi membuat KPU memutuskan untuk mengefektifkan kampanye melalui media daring. Bahkan, KPU mengizinkan kampanye melalui media daring bisa dilakukan sepanjang masa kampanye atau selama 71 hari. (Uta/Pro/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya