Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
DI kalangan pegiat antikorupsi, Febri Diansyah cukup punya nama. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu mulai tenar di Indonesia Corruption Watch (ICW) lalu berkibar saat menjadi corong Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK.
Saat di ICW, terlebih ketika menjadi juru bicara KPK, Febri getol memerangi korupsi. Dia mumpuni meng-counter para pihak yang korupsi. Bagi saya, dia ialah juru bicara terbaik yang pernah dimiliki KPK, bahkan di antara institusi negara. Bolehlah dia disejajarkan dengan Boy Rafli Amar, eks Kadiv Humas Polri.
Darah antikorupsi kiranya mengalir di tubuh Febri. Integritas Febri seperti tanpa batas. Namun, itu dulu. Sekarang? Saya tak tahu. Yang saya tahu, setelah mundur dari KPK, setelah mendirikan kantor hukum bersama teman lamanya di ICW, Donal Fariz, ada perubahan berarti dalam dirinya perihal korupsi.
Sebelumnya dia menjadi lawan tangguh para tersangka korupsi dan pengacara mereka, tetapi Febri kini bersulih posisi. Setidaknya dua kali dia justru menjadi pendamping mereka yang terlibat dalam perkara korupsi. Setelah menjadi benteng KPK dalam menghadapi serangan koruptor dan gerombolannya, Febri berbalik peran. Paling tidak dua kali dia berada di barisan 'penyerang' KPK.
Pertama ialah tatkala dia menjadi pengacara mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eselon satu di Kementan. Dia mendampingi SYL di tahap penyelidikan dan sebagian penyidikan. Dia mendapatkan kuasa dari kliennya itu pada 5 Oktober 2023, tapi dicabut pada November 2023. Febri mundur. Dia tidak ingin SYL terbebani karena dirinya pernah menjadi bagian dari KPK. Dalam perkembangannya, Syahrul terbukti korupsi.
Kendati tak meneruskan pendampingan terhadap Syahrul, langkah Febri itu tetap disesalkan. Para aktivis mengktitik tajam. Publik pun demikian. Ada apa sebenarnya dengan Febri yang juga disorot miring ketika bersedia menjadi pengacara eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat?
Belum terjawab lunas pertanyaan itu, Febri menulis pertanyaan baru. Pertanyaan yang bahkan jauh lebih rumit untuk dimengerti ketika baru-baru ini dia masuk tim pengacara Sekjen PDIP Hasto Kristyanto. Hasto ialah terdakwa suap dan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku.
Pilihan Febri itu lagi-lagi memantik kritik, bahkan kecaman. Mantan penyidik senior KPK, Praswad Nugraha, menilai Febri seperti mengabaikan teror yang dialami tim KPK saat akan menangkap Hasto dan Masiku dalam OTT pada 2020 yang akhirnya gagal. Sebagai mantan insan KPK, kata dia, Febri seharusnya punya tanggung jawab moral dalam mendukung pemberantasan korupsi.
Eks penyidik senior KPK lainnya, Novel Baswedan, tak kalah kecewa. Dia bilang, Febri bukan hanya membela Hasto di persidangan, melainkan juga ingin mengubah persepsi publik terhadap penanganan KPK dalam perkara itu. Dia memberikan satu kata atas langkah Febri, yakni 'kebangetan'.
Kritik datang pula dari Ketua YLBHI Muhammad Isnur. Febri dianggap berbahaya dalam konteks conflict of interest dan kode etik sebagai advokat sebab dia pernah menjadi bagian KPK. Ada beberapa kata dari Isnur untuk Febri. 'Sangat tidak beretika, inkonsisten'.
Febri memang sulit dipahami. Terlalu cupet nalar sebagian orang untuk mencerna apa yang dia lakukan. Bagaimana bisa dia yang dulu lantang melawan korupsi kini malah menjadi pembela terdakwa korupsi. Bagaimana mungkin dia yang dulu berang bukan kepalang karena KPK dilemahkan kini justru mendampingi orang yang disebut-sebut ikut melemahkan KPK.
Karena itu, jika teman-temannya mempertanyakan etika dan moral Febri, rasanya sah-sah saja. Kalau mereka menyebut Febri inkonsisten, juga ada dasarnya. Benar belaka pepatah lidah tak bertulang. Dulu bilang begini, tapi yang dilakukan sekarang begitu. Dulu, saat mendirikan firma hukum bernama Visi Integritas Law Office, Febri berkomitmen tidak akan menangani perkara korupsi. Namun, realitasnya kini?
Saat memperkenalkan diri ke publik, akun Twitter Visi Integritas Law Office pada 30 Oktober 2020 tegas menyatakan akan tetap bergerak di ranah antikorupsi. 'Mengenal VISI.. kami sedang membangun impian adanya sebuah kantor hukum yang tidak hanya memberikan jasa hukum (sebagai advokat/pengacara), tapi juga memperjuangkan ide dan nilai antikorupsi, dan berperan kuat dalam advokasi membela masyarakat yang jadi korban korupsi serta perlindungan konsumen', tulisnya.
Sebagai pengacara, Febri janji tampil beda. 'Namun, banyak pertanyaan, apakah kami akan mendampingi tersangka atau terdakwa KASUS KORUPSI? Jawabannya: TIDAK', begitu cicitnya pada 24 Januari 2021.
Begitulah, lain dulu beda sekarang. Sungguh, saya termasuk yang menyayangkan pilihan Febri. Sama menyayangkannya ketika Denny Indrayana dan eks komisioner KPK Bambang Widjojanto mendampingi mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani Maming, dalam praperadilan melawan KPK. Pun ketika eks Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah menjadi pembela M Bahalwan, sang tersangka PLTGU Blok 2 Belawan.
Hak Febri menentukan pilihan, hak publik untuk membuat penilaian. Febri kiranya sudah bertranformasi, yang sayangnya tak apik buat upaya pemberangusan korupsi. Kenapa bisa begitu? Karena uang, demi nama? Hanya Tuhan dan dia yang tahu. Atau jangan-jangan memang benar ujar penulis tenar Jepang, Haruki Murakami. Kata dia, terkadang bukan orangnya yang berubah, melainkan topengnya yang lepas.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved