Negara Beradab Melindungi Anak

17/3/2025 05:00
Negara Beradab Melindungi Anak
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

NEGARA ini surplus regulasi terkait dengan perlindungan anak, tetapi miskin dalam penerapannya. Disebut miskin penerapan karena pelindung dan pengayom anak menjadi predator yang biadab.

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kejahatan seksual. Penegasan itu tertulis dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelindung anak, menurut Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM, ialah orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara.

Anak ialah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kesadaran negara untuk melindungi anak muncul sejak 23 tahun lalu. Ketika itu, pada 22 Oktober 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang itu menegaskan pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak.

Kehadiran UU 23/2002 tidak mampu meredam kejahatan seksual atas anak. Karena itu, UU 23/2002 diganti dengan UU 35/2014 pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain menambahkan pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak, undang-undang itu membuka pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bersifat independen.

Kehadiran KPAI dan pemberatan sanksi sama sekali tidak mampu meredam kejahatan seksual atas anak. Karena itu, Presiden Joko Widodo pada 9 November 2016 menerbitkan Perppu 1/2016 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17/2016.

UU 17/2016 wujud kegelisahan negara atas kekerasan seksual terhadap anak yang merupakan kejahatan serius. Indonesia darurat kejahatan atas anak. Undang-undang itu menambah pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

Selain itu, diatur penambahan ketentuan mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi. Orang pertama yang menerima vonis kebiri kimia ialah Aris dari Mojokerto. Selain itu, Herry Wirawan divonis mati dalam kasus rudapaksa terhadap 13 santriwati.

Pidana mati merujuk Pasal 76D bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 81 ayat (5) menyebutkan dalam hal tindak pidana Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

Kebiadaban yang yang dilakukan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur, Ajun Komisaris Besar Fajar Widyadharma Lukman yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak pantas diancam hukuman mati, seumur hidup, dan kebiri kimia.

Fajar telah dicopot dari jabatannya sebagai kapolres dan ditetapkan sebagai tersangka pelaku pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta seorang dewasa berusia 20 tahun. Ia juga menyalahgunakan narkoba dan menyebarluaskan konten pornografi anak.

Penyidik menjerat tersangka dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Ancaman hukuman dianggap tidak sepadan dengan bejatnya perbuatan tersangka. Masyarakat menganjurkan penyidik agar menjerat tersangka dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi pada pertengahan 2024 itu terungkap dari laporan pihak berwajib Australia yang menemukan ada video di situs porno negara itu. Setelah ditelusuri, video itu diunggah dari Kota Kupang, tempat kejadian.

Pihak Australia melaporkan ke Mabes Polri. Kemudian Mabes Polri melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku pada 20 Februari 2025. Mabes Polri menyebut tersangka tidak hanya merekam dan menyimpan konten asusila anak, tetapi juga menyebarkannya melalui darkweb.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTT Kombes Patar Silalahi mengatakan pihaknya menemukan sebuah cakram padat atau compact disc berisikan video tindakan asusila pelaku terhadap korban. “(Disita) surat berupa visum korban serta CD atau compact disk yang berisi video seksual sebanyak delapan video,” kata Patar.

Perbuatan tersangka sebagai seorang penegak hukum dengan jabatan kapolres tentu sangat biadab sehingga ancaman hukuman mati atau kebiri kimia patut dipertimbangkan.

Perlindungan terhadap anak ialah salah satu masalah besar bangsa ini. Padahal, salah satu indikator negara beradab ialah perlakuannya terhadap anak-anak.



Berita Lainnya
  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.