Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
NAMANYA Bassirou Diomaye Faye. Dia terbilang masih muda untuk ukuran seorang kepala negara. Dia lahir pada 25 Maret 1980 yang berarti usianya baru 45 tahun kurang dikit. Faye ialah presiden Senegal yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan lintas negara.
Bisa jadi banyak yang tidak tahu Senegal. Negara itu kurang familiar karena memang tak terlalu punya nama di dunia. Senegal ialah negara di Benua Afrika dengan luas 197 ribu kilometer persegi dan berpopulasi sekitar 15 juta orang. Di timur, ia berbatasan dengan Mali, di selatan dengan Guinea dan Guinea Bissau, di sebelah barat dengan Samudra Atlantik, serta di utara dengan Mauritania.
Senegal boleh saja asing bagi orang awam. Namun, bagi penggemar olahraga, utamanya reli dan sepak bola, ia pasti akrab di telinga. Dulu, Senegal identik dengan reli dunia Paris-Dakar. Reli yang menempuh jarak ribuan kilometer dari Paris, ibu kota Prancis, ke Dakar, ibu kota Senegal.
Dulu dan kini, Senegal ialah gudangnya bintang sepak bola. Berderet pemain hebat meramaikan jagat si kulit bundar. Siapa coba yang tak tahu Sadio Mane, penyerang top yang pernah membela Liverpool, Bayern Muenchen, dan kini berkostum Al Nassr. Tak cuma apik di lapangan hijau, Mane juga baik di lapangan kehidupan. Dia dikenal dermawan, rajin menyisihkan hartanya untuk membantu sesama.
Kembali ke Faye. Presiden kelima dan termuda Senegal itu menyedot atensi karena kerendahan hatinya. Sudah lazim jika foto seorang pemimpin negara dipasang di berbagai tempat seperti kantor pemerintahan, sekolah, fasilitas kesehatan, dan layanan publik lainnya. Namun, tidak dengannya. Faye justru menolak fotonya dipajang.
Penolakan itu viral di media sosial setelah diberitakan Zambian Observer baru-baru ini. ''Saya tidak ingin foto saya ada di kantor,'' begitu kata Faye yang dilantik menjadi presiden Senegal pada 2 April tahun lalu.
Alasannya? Cukup menyentuh. Bisa bikin baper. Menurut Faye, meski menduduki kursi kepresidenan, menjadi orang paling berkuasa, dirinya bukanlah sosok yang patut dikultuskan. "Karena saya bukan dewa, bukan pula ikon, melainkan saya pelayan bagi bangsa. Sebaliknya, taruhlah foto-foto anak-anakmu.''
Kenapa mesti foto anak yang dipajang? Alasannya lebih menyentuh lagi. ''Agar kamu melihatnya setiap kali hendak mengambil keputusan. Jika godaan untuk mencuri muncul, perhatikan baik-baik foto keluarga Anda dan tanyakan kepada diri Anda sendiri apakah mereka pantas menjadi keluarga pencuri yang telah mengkhianati bangsa,'' begitu ujar Faye.
Faye memang bukan pemimpin yang punya nama di dunia. Bukan pula kepala negara besar yang menentukan percaturan internasional. Namun, apa yang dilakukan kiranya memberikan pesan luar biasa ihwal moral para pejabat negara. Dengan menolak fotonya dipajang, dengan meminta jajarannya memasang foto anak-anak mereka, dia ingin mengingatkan bahwa kekuasaan pantang didewakan lalu diselewengkan.
Sikap Faye bukan sekadar imbauan, melainkan juga tamparan bagi banyak pemimpin dan pejabat yang telah menjadikan jabatan di atas segalanya. Dia tidak ingin dikultuskan lewat jutaan foto yang dipajang. Dia hendak menekankan bahwa pemimpin bukanlah orang yang harus dipuja, yang mesti dicinta secara membabi buta, melainkan pelayan yang wajib melayani warganya.
Memajang foto anak atau keluarga di meja kerja sebenarnya pernah pula diterapkan di negeri ini, Indonesia. Dulu, delapan tahun lalu, ada kewajiban bagi para pegawai negeri sipil Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melakukan itu. Namun, tujuannya lebih agar mereka mengingat keluarga. Maksudnya lebih sebagai penekanan bahwa orangtua ialah kunci menciptakan ketahanan keluarga. Bukan seperti Faye yang meminta para pejabat memasang foto anak agar selalu selalu ingat mereka jika ingin berbuat yang tidak-tidak.
Senegal juga bermasalah dengan korupsi. Itulah kenapa presidennya serius betul menjadikannya sebagai musuh utama. Dia merasa tak perlu fotonya dipajang, dihormati. Dia merasa foto anak lebih punya mantra bagi orangtua untuk berbuat sebagaimana mestinya.
Bahwa korupsi malah menjadi-jadi di negeri ini, Indonesia, itu juga mustahil dimungkiri. Benar belaka humor Gus Dur dan KH Zainuddin MZ bahwa di era Orde Lama korupsi terjadi di bawah meja, zaman Orde Baru di atas meja, sedangkan di Orde Reformasi mejanya sekalian dikorupsi.
Fakta terkini menegaskan itu. Korupsi terjadi di mana-mana, dilakukan siapa saja, tak peduli tua atau anak muda, nilainya pun bikin geleng-geleng kepala. Korupsi di PT Timah, misalnya, kerugian negara Rp300 triliun. Rasuah tata kelola minyak mentah dan pertamax oplosan oleh para bos anak perusahaan PT Pertamina selama 2018-2023 konon merugikan negara hingga Rp1 kuadriliun. Belum usai perkara minyak mentah, datang kasus pengurangan takaran minyak goreng Minyakita. Lagi-lagi rakyat yang ketiban sial.
Memajang foto anak di tempat kerja agar pejabat ingat anak jika ingin korupsi seperti yang dilakukan Faye boleh juga dicoba. Siapa tahu, ia menjadi resep mujarab untuk melawan rasuah yang seolah tiada obatnya. Siapa tahu pejabat akan urung korupsi begitu menatap foto sang buah hati.
Asal bukan malah kebalikannya, memajang foto anak justru membuat mereka makin bernafsu melakukan hal-hal yang tabu. Umpamanya mengakali konstitusi supaya sang anak yang belum cukup umur bisa meneruskan dirinya sebagai pemimpin negeri.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved