Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Etika Lingkungan

11/3/2025 05:00
Etika Lingkungan
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DALAM suatu obrolan yang hangat selepas isya di Masjid Tajug Gede Cilodong, Purwakarta, Jawa Barat, kala itu Dedi Mulyadi yang berstatus mantan Bupati Purwakarta banyak bercerita tentang pembangunan masjid megah nan unik itu.

Menurut Dedi, masjid tidak perlu penyejuk udara (air conditioner). "Biarkan angin yang merupakan bagian dari kehidupan kita masuk ke masjid dengan leluasa. Jangan dibatasi dengan tembok. Supaya jemaah bisa merasakan angin yang masuk secara alami," tuturnya.

Tak mengherankan dinding masjid itu di sebelah kiri dan kanannya diwarnai ukiran-ukiran rancak yang memberikan akses kepada angin untuk masuk masjid.

Untuk meminimalkan debu masuk masjid, lanjutnya, sebelah kanan dan kiri masjid ditanami rerimbunan pepohonan. "Saya tidak suka AC makanya di rumah pun saya tidak memasang AC. Saya ingin bersahabat dengan alam," pungkasnya.

Banjir besar yang melanda wilayah kekuasaan Dedi Mulyadi yang kini menjabat Gubernur Jawa Barat, Bekasi dan beberapa daerah lainnya, mengusik tokoh yang kerap mengenakan busana putih itu untuk melakukan sidak ke sumber penyebab banjir, yakni kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.

Dedi kaget, bahkan sempat menangis karena kawasan wisata alam itu telah beralih fungsi dari kawasan hijau yang dilindungi menjadi kawasan 'hutan beton' akibat bisnis wisata secara masif.

Banyak bangunan baik itu vila, hotel, restoran, kafe, maupun wahana wisata lainnya berdiri diduga melanggar sejumlah ketentuan di Puncak.

Dia pun memerintahkan anak buahnya untuk merobohkan bangunan di wahana wisata Hibisc Fantasy Park, Bogor. Selain itu, bersama pemerintah pusat, Dedi menyegel empat lokasi wisata lainnya karena diduga merusak kondisi Puncak sebagai daerah resapan air.

Gubernur yang selalu tampil dengan ikat kepala Sunda itu bertekad menjadikan Puncak sebagai kawasan hutan dan perkebunan guna mengembalikan fungsinya sebagai daerah tangkapan air (catchment area). Kawasan itu memiliki peran signifikan dalam menyerap dan menyimpan air hujan, serta mencegah banjir di wilayah hilir.

Puncak ialah hulu dari empat daerah aliran sungai (DAS) besar, yakni Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, dan Citarum. Tak hanya itu, Puncak menjadi penyedia air utama untuk ketiga DAS tersebut.

Watak aliran air seiring dengan gaya gravitasi bumi, bergerak dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Itu hukum alam yang mesti disadari manusia sebagai hayawanun natiq (hewan yang berpikir). Maksud Al Ghazali kata 'hewan' di sini bukan bermakna binatang, melainkan mahkluk yang bisa berpikir.

Karena itu, kerusakan kawasan Puncak yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dengan pembangunan fisik yang ugal-ugalan menyebabkan kawasan itu tak bisa menyimpan air dengan baik. Alhasil, air dari Puncak sebagai hulu tumpah ruah ke hilir, Jakarta dan sekitarnya.

Petaka banjir tak terbendung lagi. Air menyerbu Ibu Kota pada pekan lalu. Banjir juga melanda Mal Mega Bekasi di Jalan Ahmad Yani, Kota Bekasi, Jawa Barat. Air mengalir begitu cepat ke mal tersebut bak tsunami menyapu sekitar 700 konter di lantai bawah mal tersebut.

Kawasan Puncak selalu menjadi isu lingkungan setiap berganti pemerintahan di kala banjir mengamuk di Jakarta dan sekitarnya. Sayangnya penataan kawasan yang menjadi lokasi favorit warga untuk rehat dan 'cuci mata' selalu hangat-hangat tahi ayam. Layu sebelum berkembang.

Pemerintah pusat dan daerah (Pemprov Jabar dan Pemkab Bogor) tidak tegas menindak para pelanggar hukum di kawasan ikon wisata alam di Tanah Air itu. Destinasi favorit untuk liburan itu terkenal dengan keindahan alam, udara sejuk, kuliner, dan beragam aktivitas rekreasi lainnya.

Meskipun negara memiliki wewenang, aparatur, dan regulasi untuk menegakkan hukum di kawasan Puncak, penertiban bangunan liar, bangunan 'aspal' alias asli tapi palsu karena menyiasati sejumlah regulasi, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Penyebab hukum loyo dan tebang pilih sehingga membiarkan kerusakan di kawasan itu ialah banyak pemilik bangunan ilegal diduga bukan 'orang sembarangan'. Mereka ialah orang berpangkat tinggi, pengusaha tajir, atau pesohor yang memiliki relasi ke pusat kekuasaan sehingga aparat di tingkat kabupaten/provinsi tidak berkutik untuk menghadapinya.

Di sisi lain, ada pula oknum aparat pemerintah 'bermain mata' sehingga mengizinkan bangunan-bangunan yang tidak semestinya berdiri di kawasan tersebut.

Kesulitan pemerintah daerah dan pusat menertibkan bangunan di wilayah konservasi juga dirasakan Media Indonesia saat melakukan investigasi beberapa tahun silam terkait dengan merebaknya bangunan liar di kawasan wisata Gunung Salak Endah, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Kawasan yang terletak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak tak luput dari penjarahan orang-orang berpangkat, berpengaruh, dan berduit.

Dari sisi regulasi, sudah banyak aturan dibuat di tingkat pusat dan daerah untuk menjaga wilayah Puncak dari kerusakan. Salah satunya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur).

Krisis lingkungan, seperti di kawasan Puncak, bermula dari krisis etika terhadap lingkungan. Etika lingkungan ialah disiplin ilmu yang berbicara tentang norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berinteraksi dengan alam, serta nilai dan prinsip norma yang menjiwai perilaku tersebut (Sonny Keraf, 2002).

Betapa bahayanya jika manusia jemawa, merasa di atas alam semesta, karena merasa sebagai subjek. Akibatnya, mereka bebas mengendalikan alam karena alam hanyalah objek yang bisa diperlakukan seenak jidatnya (antroposentrisme).

Sebaiknya cara pandang terhadap alam harus diubah. Manusia ialah bagian dari komunitas ekologis, baik yang biotik (mahkhluk hidup) atau abiotik (benda mati). Manusia ialah bagian integral dari alam semesta. Manusia harus memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keseimbangan ekosistem kehidupan. Manusia dengan alam saling melengkapi, bersimbiosis mutualisme (ekosentrisme).

Sikap KDM, sapaan akrab Dedi Mulyadi, menganggap angin ialah bagian dari kehidupan patut diapresiasi. Sejatinya, sikap nan mulia itu sebagai kepala daerah harus diwujudkan dalam berbagai kebijakan selain pro-growth (pertumbuhan) dan pro-environment (lingkungan).

Bumi ini, kata Mahatma Gandhi, mampu untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia, tetapi tidak untuk mencukupi keserakahan manusia. Tabik!

 



Berita Lainnya
  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

  • Perseteruan Profesor-Menkes

    26/5/2025 05:00

    ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

  • Koperasi dan Barca

    24/5/2025 05:00

    KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.

  • Menjaga Harapan

    23/5/2025 05:00

    Nah, sayangnya, legislatifnya justru kurang responsif.