Berebut Gelap dan Terang

22/2/2025 05:00
Berebut Gelap dan Terang
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

NAMANYA Fidela Marwa Huwaida. Ia Presiden Keluarga Mahasiswa ITB Bandung. Karena masih mahasiswa di jenjang sarjana, jelas usianya masih masuk kategori generasi Z. Sah belaka bila ia mewakili zamannya.

Fidela dan para mahasiswa dari berbagai kampus termasuk yang ikut dalam gerakan tagar #IndonesiaGelap. Hari-hari ini ia sibuk menjawab dan berargumentasi ihwal gerakan para mahasiswa. Berbagai pertanyaan, bahkan gugatan, muncul. "Apa makna Indonesia gelap?", "Apakah Indonesia benar-benar gelap?", "Siapa yang gelap? Indonesia atau kalian?"

Saat menanggapi pertanyaan dan gugatan itu, Fidela mengungkapkan aksi tagar dan demonstrasi bertajuk #IndonesiaGelap itu sebagai akumulasi kemarahan. Siapa yang marah? "Rakyat dan mahasiswa. Bukan hanya mahasiswa, melainkan juga komponen masyarakat sipil. Rakyat marah karena kebijakan pemerintah hari ini yang serampangan. Kebijakan itu menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan," ujarnya dalam sebuah acara bincang-bincang yang disiarkan melalui kanal Youtube.

Fidela menyebutkan sejumlah kebijakan yang tiba-tiba muncul, begitu diprotes, lalu dicabut dengan narasi heroik seolah-olah jadi pahlawan. "Tidak ada kepastian, apakah berbagai kebijakan yang tidak prorakyat itu bakal ditiadakan seterusnya atau sekadar membuat tenang sementara. Soal efisiensi juga perlu konsistensi. Apakah kabinet yang gemuk itu contoh efisiensi? Jadi ini akumulasi. Aksi kami ialah demi menuntut evaluasi besar-besaran kebijakan yang tidak prorakyat itu," Fidela menjelaskan secara runut argumentasinya di forum itu.

Itulah bahasa khas anak muda: lugas, terbuka, keras, mungkin terasa ekstrem bagi sebagian kalangan. Menjadi kelaziman pula bila mereka yang menjadi tujuan kritik merasa panas kuping oleh suara keras, terbuka, dan lugas itu. Karena itu, ada yang merespons secara keras dan berdiri di titik ekstrem sebaliknya. Namun, ada yang menanggapinya dengan lebih adem.

Yang keras dan ekstrem itu, misalnya, yang mengatakan, "Bukan Indonesia yang gelap. Kau dan kalian yang menyebut Indonesia gelap itulah yang sejatinya gelap."

Namun, juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Ujang Komarudin membuat narasi tandingan dengan lebih adem. Ia membantah bahwa Indonesia gelap dengan menyebut Indonesia saat ini terang benderang. Menurut dia, hal tersebut bisa terlihat dari sejumlah indikasi, salah satunya pendidikan yang masih menjadi prioritas pemerintah.

"Indonesia ini masih bercahaya, masih terang benderang, tidak ada hal-hal yang gelap. Yang pertama, indikasinya adalah pendidikan menjadi prioritas pemerintah, tidak ada pemangkasan apa pun. Jadi, beasiswa tetap diberikan kepada yang berhak. Kemudian, UKT (uang kuliah tunggal) tidak ada kenaikan," ujar Ujang, yang sebelum jadi juru bicara aktif sebagai dosen itu.

Lalu, indikasi selanjutnya ialah kesehatan rakyat yang menjadi agenda penting negara. Ujang menyebut rakyat kini bisa mengecek kesehatan mereka secara gratis. Indikasi ketiga, lanjut Ujang, pemerintah mengalihkan anggaran yang berpotensi bocor untuk program yang bermanfaat bagi rakyat.

Dia menyebut efisiensi dari alat tulis kantor (ATK) saja bisa mencapai Rp40 triliun, yang bisa dimanfaatkan untuk membeli gabah petani sehingga bisa menyelamatkan jutaan petani di seluruh Indonesia. Lalu yang keempat, ekonomi Indonesia semakin kuat ada di atas rata-rata capaian ekonomi dunia.

Dia mengeklaim angka kemiskinan di Indonesia pun menurun ekstrem. "Terakhir, paket stimulus ekonomi di Ramadan sudah di-publish oleh Bapak Presiden. Jadi, kami yakin apa yang dilakukan Bapak Prabowo untuk terus menjadikan Indonesia tetap terang benderang, tidak ada istilah gelap," imbuh Ujang.

Kiranya debat dua narasi di titik ekstrem itu bagus, tapi mesti ditarik ke tengah untuk ditemukan titik keseimbangan. Sekadar berebut narasi 'gelap' melawan 'terang' tidak akan ditemukan ujungnya. Ia memang memberi pelajaran penting tentang pentingnya perdebatan untuk checks and balances, tapi bisa 'terjerumus' ke dalam debat kusir bila tidak ditanggapi secara bijak.

Situasi itu mengingatkan saya seperti di era 1990-an, di era Orde Baru. Saat itu, cendekiawan Nurcholish Madjid mengibaratkan 'Indonesia sedang berada dalam terowongan gelap yang belum diketahui ada cahaya di ujungnya'. Ketika itu, Cak Nur juga menyebut Indonesia dalam situasi grid lock, atau saling mengunci.

Cak Nur mengibaratkan posisi saling mengunci itu layaknya lampu lalu lintas yang mati di perempatan, di tengah jalanan yang ramai dan tak ada polisi yang mengatur. Karena itu, semua kendaraan berebut saling mendahului, tidak ada yang mau mengalah. Mereka saling membunyikan klakson keras-keras. Namun, justru kondisi saling mengunci yang terjadi, bukannya kemacetan yang terurai.

Pada situasi seperti itu, yang dibutuhkan ialah adanya pihak yang ikhlas turun dari kendaraan untuk mengatur lalu lintas sehingga semua kendaraan pelan-pelan bisa berjalan kembali. Jadi, hal yang sama terjadi pada perdebatan soal gelap dan terang Indonesia ini. Yang dibutuhkan bukan berebut, atau bahkan memonopoli, narasi. Mesti ada 'keikhlasan' kedua pihak untuk tidak berdiri di posisi ekstrem masing-masing agar tidak terjadi grid lock.



Berita Lainnya
  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.